Opini

Salah Paham Poligami

Dengan bertendensi pada riwayat, jika selama ini masyhur di “mata segelintir” pengaku ikut sunnah mengenai poligami adalah salah satu sunah Nabi karena Nabi memiliki lebih dari satu istri sepeninggal “Sayyidah Khadijah”. Akan tetapi faktanya dalam satu kesempatan lain Nabi pernah menolak dengan tegas ketika putrinya Fatimah, akan dipoligami oleh Sayyidina Ali.

Nabi menyampaikan, “Bani Hasyim bin Mughirah meminta izin saya untuk menikahkan anak perempuan mereka dengan Ali bin Abi Thalib. “Saya tidak mengizinkan, saya tidak mengizinkan, saya tidak mengizinkan”. Kecuali kalau Ali bin Abi Thalib menceraikan putri saya terlebih dahulu, lalu silakan menikah dengan putri mereka. Dia (Fathimah) adalah bagian dariku, sesuatu yg membuat hatinya galau akan membuat hati saya galau juga, dan sesuatu yg menyakitinya akan membuat saya sakit juga. (HR. Bukhari).

Dalam hadis ini Nabi menegaskan kalimat “saya tidak mengizinkan,” sebanyak 3 kali, kemudian mengatakan juga poligami adalah perkara yg membuat hati putrinya galau dan kegalauan putrinya sama dengan kegalauan Nabi, selain membuat galau, poligami juga menyakiti hati putrinya dan hal demikian sama dengan menyakiti hati Nabi.

Imam Bukhari memaknai hadis ini sebagai sebuah pembelaan orang tua terhadap putrinya ketika putrinya akan dipoligami. Perempuan yg menolak untuk dipoligami sama dengan mengikuti jalan Fathimah dan termasuk sunnah taqriri (sunah dalam sikap).

Kemudian Nabi merespon dengan menolak untuk menyetujui tindakan poligami terhadap putrinya. Penolakan ini adalah sebagai qauli (sunah dalam ucapan) dari Nabi.

Jika ada perempuan yang menolak untuk dipoligami, hal tersebut dibenarkan karena seorang putri Nabi pun merasakan kegalauan yang amat dalam kemudian melaporkan apa yang dirasakannya.

Dan jika ada orang tua, saudara laki-laki, teman dan keluarga yg menolak saudara perempuannya untuk dipoligami sama dengan mengikuti Nabi yang membela Fathimah agar tidak dipoligami.

Baca Juga:  Mengintip Mahar Istri-Istri Nabi Muhammad

Artinya penolakan terhadap poligami sama juga dengan mengamalkan sunah Nabi.

Selain penolakan terhadap poligami, pesan pernikahan monogami dalam Islam juga jarang disampaikan, apalagi diketahui secara masif. Padahal selama Sayyidah Khadijah hidup, Nabi tidak melakukan poligami. Nabi baru berpoligami setelah Khadijah wafat.

Dalam Islam “bermonogami (memiliki satu istri) lebih dekat dari tidak berbuat aniaya”. Artinya, berpoligami memiliki potensi untuk berbuat aniaya seperti tidak dapat berlaku adil dari sisi materi atau sisi yang lain. Sedangkan bermonogami lebih memiliki potensi untuk tidak melakukan aniaya terhadap istri.

Sebetulnya, banyak alasan dan teladan untuk menolak poligami. Tapi hal ini amat jarang disampaikan di mimbar-mimbar pengajian karena yang masyhur hanya kesunnahan mengenai poligami yang dilakukan oleh Nabi.

Dan, jika balasan ikhlas dipoligami adalah Surga, mungkin “Fathimah pada saat itu sudah berada di garda terdepan dan tentu tidak mengalami kegalauan yang mendalam”.

Pada akhirnya, jika dipoligami mendapat jaminan masuk Surga melalui pintu mana saja yang disukai, maka pilihlah cara lain selain poligami untuk mendapatkan Surga.

Syarat sah nya pernikahan dalam ilmu fiqh ada 5:

– Ada mempelai (laki-laki dan perempuan).

– Ada wali.

– Ada Mahar (mas kawin).

– Terjadi Akad / Ijab.

– Saksi-saksi.

Dari syarat di atas tercukupi maka pernikahan “Sah” secara syari’ (baca: Agama). Berpijak dari pemahaman tersebut maka, timbul pertanyaan. Bolehkan menikah lagi (poligami) jika 5 syarat terpenuhi? Hukumnya boleh dan sah, sebab tidak ada syarat yang ke 6 yaitu ijin istri sebelumnya.

Misal si fulan (laki-laki) sudah beristri dan melangsungkan pernikahan dengan wanita lain di kota lain tanpa sepengetahuan istri pertama, maka hukumnya sah.

Dalam An-Nisa ayat 3 disebutkan:

Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yg kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”.

Nash dalil kebolehan dari perintah An-Nisa ayat 3 tersebut tidak “serta merta” menjadi perintah yang wajib atau pun sunnah. Harus ada taksis dan syarah (penjelasan lebih mendalam) akan makna tafsir dari ayat tersebut. Jadi meski sah secara syarat namun ada amaran (peringatan).

Baca Juga:  Poligami Sunnah Nabi?

Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda,

“Siapa saja orangnya yang memiliki dua istri lalu lebih cenderung kepada salah satunya, pada hari kiamat kelak ia akan datang dalam keadaan sebagian tubuhnya miring.”

Hadis ini diriwayatkan pakar-pakar hadis top Imam Tirmidzi, an Nasai, Ibnu Majjah, dan al Hakim dl mustadraknya.

Itu lafadz dzahir nya dua istri, bgaimana jika 3, 4 istri tentu bukan miring lagi… jika tidak bisa adil ya.

Kaitan dari An-Nisa ayat 3 mesti dikorelasikan dengan An-Nisa ayat 129 yang berbunyi:

“Wa lan tastati’uan ta’dilu bainan-nisa’i walau harastum fa la tamilu kullal-maili fa tazaruha kal-mu’allaqah, wa in tuslihu wa tattaqu fa innallaha kana gafurar rahima.” 

“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri (mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Itu artinya miring juga “resiko” bagi poligami lover apabila tidak dapat berlaku adil. Jadi poligami jelas bukan hal yang diharamkan, tentu boleh dah sah-sah saja dengan berbagai pertimbangan.

Ada yang berpendapat untuk memperbanyak keturunan agar umat muslim yang menegakkan kalimah tauhid banyak. Ada yang berpendapat karena mampu secara financial (ekonomi) agar terhindar dari zina. Ada yang berpendapat dalil kebolehannya ada dan itu sunnah secara perbuatan mencontoh Rasulullah.

Yang perlu menjadi “catatan” : Rasulullah berpoligami setelah istri pertama wafat, dan poligami Rasulullah di samping perintah dari الله juga sarana dakwah, serta mempererat kaum muslimin antar kabilah dan suku-suku sebab menjadi bersaudara dengan Rasulullah sebab pernikahan.

Baca Juga:  Tafsir Surat An-Nisa Ayat 3: Hikmah Poligami yang Dilakukan Rasulullah

Yang repot kan niat poligami mencontoh Rasulullah nunggu istri pertama meninggal, malah mati duluan, ini masalah … wkkk… Apapun alasannya “boleh” selama tidak berniat untuk hal yang menjadikan haram. 

Ini penting saya utarakan : “Jika poligami itu enak tentu dari nikmat tersebut ada resikonya”. Resiko berselisih dengan istri pertama, resiko anak-anaknya berselisih, resiko waris, resiko status pelakor, pokoknya macem-macem. Dan resiko “miring” kelak di yaumil hisab jika tidak dapat berlaku adil. Panasnya hati wanita tentu tetap membara sebagai fitrah manusia.

والله اعلم

Penulis pribadi ambil posisi tidak mau miring sebelah kelak di akhirat berat poro rawuh.

Musa Muhammad
Santri Pondok Pesantern as Syidiqiyah Bumirejo Kebumen.

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini