Al-Būtī dan Imām Nawāwī

Sebagaimana diketahui bahwa al-Būtī hidup di negeri Syām, tepatnya di Damaskus. Al-Būtī memiliki darah keturunan Kurdi. Beliau berhijrah dari Turki ke Damaskus sejak kecil bersama ayahnya. Di Suriah al-Būtī belajar ilmu agama di salah satu lembaga pendidikan yang dipimpin Syaikh Hasan Habannakah. Di Damaskus inilah, al-Būtī mengabdikan seluruh waktunya untuk berdakwah.

Berbicara tentang al-Būtī dan Imām Nawāwī memang keduanya tidak hidup semasa. Akan tetapi, al-Būtī sejak kecil sudah mengagumi sosok Imām Nawāwī. Bahkan, sejak bergelut dengan dunia intelektual dalam kajian keilmuan Islam, kekaguman al-Būtī semakin besar.

Tidak heran, al-Būtī pernah berkata begini: “Andai Imām Nawāwī bukan termasuk seorang wali, niscaya tidak ada wali satupun di muka bumi selamanya.” Mengapa al-Būtī begitu mengagumi Imām Nawāwī?

Jawabnya, karena Imām Nawāwī adalah salah satu ulama yang diberi keistimewaan ilmu yang tinggi, sikap wara dan zuhud terhadap urusan dunia. Selain itu, karya-karya yang begitu berharga sebagai rujukan kajian keislaman, khususnya dalam tradisi fikih Mazhab Syafi’iyah.

Lebih dari itu, derajat ketakwaan Imām Nawāwī sangat tinggi. Seluruh waktunya dihabiskan untuk urusan ilmu, amal dan dakwah.

Karena sangat mengidolakan Imām Nawāwī, al-Būtī seringkali menganjurkan murid-muridnya untuk membaca wirid/zikir dari Imām Nawāwī untuk dibaca setiap hari.

Beliau bercerita begini: “Saya melihat ada keberkahan dalam Hizb Nawāwī dalam diri saya. Cayahanya terpancar terang di hati saya. Bahkan, saya juga merasakan banyak pengaruhnya dalam hidup saya. Saya sangat menganjurkan setiap muslim mencari keridhaan Allah dan mendapatkan petunjuk Ilahi melalui membaca Hizb-nya. Bacalah wirid itu setiap pagi dengan pikiran dan hati yang khusyu’.”

Hubungan al-Būtī dan Imām Nawāwī tidak berhenti di situ. Karena sangat mengagumi beliau, al-Būtī pun memberikan perhatian terhadap karya-karya Imām Nawāwī. Kitab “Riyādus Sālihīn” merupakan bukti nyata bagaimana al-Būtī sangat mengagumi terhadap sosok Imām Nawāwī. Al-Būtī, mengkaji dan mensyarahi kitab tersebut dalam pengajian rutin mingguan di salah satu masjid di Damaskus dalam waktu yang cukup lama, hingga mencapai ribuan edisi kajian.

Baca Juga:  Al-Būtī dan Syarah al-Hikam Ibn Atāillah

Terkait pengakuan al-Būtī tentang kekagumannya kepada Imām Nawāwī sejak kecil, dapat disimak dari testimoni beliau berikut ini:

Bismillahirrahmanirrahim. Sungguh, Imām Nawāwī memiliki pengaruh yang besar dalam diri saya sejak kecil. Hal itu bermula dari ziarah saya ke makam beliau bersama ayah di daerah Nawā. Saat itu, usia saya masih sangat kecil. Mungkin, saat itu saya sangat terpengaruh dengan cintanya ayah saya kepada Imām Nawāwī. Selain itu, seringkali saya mendengarkan tentang kehebatan dan keistimewaan ilmu beliau…Saya sungguh benar-benar terpukau dengan pribadi Imām Nawāwī saat membandingkan beliau dengan ulama-ulama di era sebelum dan sesudahnya. Dari sisi keilmuan fikih mazhab Syāfi’iyah dan disiplin ilmu lainnya seperti hadis dari berbagai aspeknya: riwāyah, dirāyah dan ilmu al-rijāl. Lebih dari itu semua, di samping Imām Nawāwī sangat zuhud juga berpegang teguh pada sunah Nabi dan senantiasa menjauhi perbuatan bid’ah. Inilah yang menjadikan karya-karyanya dikaji dan dijadikan rujukan di berbagai belahan dunia dan lintas generasi…”

Sekilas dapat dipahami, betapa besar perhatian dan pengaruh Imām Nawāwī dalam hidup al-Buti. Bahkan, beliau sendiri menjadikan Imām Nawāwī sebagai teladan dalam membela agama Islam.

Karya-karya al-Būtī juga banyak terinspirasi dari karya Imām Nawāwī. Misalnya, ketertarikan al-Būtī di bidang sastra juga terisnpirasi dari sosok Imām Nawāwī yang pakar di bidang tersebut. Tak heran, jika al-Būtī sangat terispirasi dari kitab Imām Nawāwī yang berjudul, “Tahzīb al-Asmā wa al-Lughah”. Wallahu a’lam. [HW]

Moh Mufid
Redaktur Maqasid Centre, Penulis Buku dan Dosen Maqasid Syariah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Santri Alumni PP Mambaul Ulum Dagan Lamongan, PP Tambakberas Jombang, dan PP Salafiyah Safi'iyyah Asembagus Situbondo, Alumni Fakultas Syariah Wal Qanun Al-Ahgaff University Hadhramaut Yaman, Alumni Magister Filsafat Hukum Islam IAIN Antasari Banjarmasin dan Doctoral UIN Alauddin Makassar.

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Ulama