Family Man: Nabi Muhammad Sebagai Teladan

Family man, dalam istilah kita biasa diartikan sebagai laki-laki keluarga atau laki-laki yang mencintai keluarga, nampaknya yang paling pas dengan pembahasan kali ini adalah pengertian kedua.

Dalam istilah sekarang “Family man” sering diartikan sebagai sosok yang jauh dari kata egois, karena ia akan benar-benar menghargai keluarganya. Menurut perspektif ini juga bahwa diantara kriteria “Family man” adalah; Pertama, lebih seneng dirumah daripada kelayapan. Kedua, menjadikan keluarga sebagai prioritas.

Perlu kita spesifikasikan satu per satu. Pertama, diantara karakter muslim yang baik adalah meninggalkan sesuatu yang unfaedah, lebih-lebih bila keberadaan seorang suami/ayah/anak dibutuhkan untuk selalu dirumah. Nabi Muhammad SAW bersabda;

وعن أبى هريرة رضى اللَّه عنه قال: قال رسول اللَّه صلى اللَّه عليه وسلم: “من حسن إسلام المرء تركه ما لا يعنيه” رواه الترمذى وقال: حسن

Artinya:

Dari Abu Hurairah R.a, Rasulallah Saw bersabda “Termasuk ciri muslim yang baik adalah meninggalkan hal-hal yang unfaedah”. (HR. Tirmidzi)

Kedua, menjadikan keluarga sebagai prioritas, Nabi Muhammad SAW bersabda;

حَدَّثَنَا ‌ابْنُ أَبِي عُمَرَ، قَالَ: حَدَّثَنَا ‌سُفْيَانُ، عَنْ ‌عَمْرِو بْنِ دِينَارٍ ، عَنْ ‌أَبِي قَابُوسَ ، عَنْ ‌عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «الرَّاحِمُونَ يَرْحَمُهُمُ الرَّحْمَنُ، ارْحَمُوا مَنْ فِي الْأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ،» الرَّحِمُ شِجْنَةٌ مِنَ الرَّحْمَنِ، فَمَنْ وَصَلَهَا وَصَلَهُ اللهُ وَمَنْ قَطَعَهَا قَطَعَهُ اللهُ. رواه الترمذى وقال: هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيح

Artinya;

Dari Abdullah bin Umar, Ia berkata; Rasulallah SAW bersabda “Kasihilah makhluk yang dibumi, maka Tuhan bakal mengasihi kamu. Kasih sayang bagian dari rahmat Allah, sesiapa yang menyanyangi maka akan disayangi Allah dan sesiapa yang memutus maka Allah akan memutus rahmat itu”. (HR. Tirmidzi)

Baca Juga:  “Lockdown” Madinah ketika Perang Khandaq

Tentu yang paling pertama dan utama untuk dikasihi adalah keluarga, sebagaimana hadits berikut;

وَعَن ابْن عَبَّاس – رضي الله عنهما – عَن النَّبِيّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ خَيركُمْ خَيركُمْ لأهله وَأَنا خَيركُمْ لأهلي رَوَاهُ ابْن مَاجَة

Artinya;

Sebaik-baik kalian adalah yang berlaku baik kepada keluarganya, dan Aku (Nabi) adalah sosok yang paling berlaku baik kepada keluargaku”. (HR. Ibnu Majah)

Kecintaan Nabi kepada keluarganya tergambar jelas dalam hadits berikut;

حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ: أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ، عَنِ الزُّهْرِيِّ: حَدَّثَنَا أَبُو سَلَمَةَ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ: أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ  قَالَ: «قَبَّلَ رَسُولُ اللهِ ﷺ الْحَسَنَ بْنَ عَلِيٍّ وَعِنْدَهُ الْأَقْرَعُ بْنُ حَابِسٍ التَّمِيمِيُّ جَالِسًا، فَقَالَ الْأَقْرَعُ: إِنَّ لِي عَشَرَةً مِنَ الْوَلَدِ مَا قَبَّلْتُ مِنْهُمْ أَحَدًا، فَنَظَرَ إِلَيْهِ رَسُولُ اللهِ ﷺ، ثُمَّ قَالَ: مَنْ لَا يَرْحَمُ لَا يُرْحَمُ.

Suatu ketika Rasulullah SAW menciumi cucunya, Hasan bin Ali r.a. Di dekatnya ada Aqra’ bin Habis At-Tamimi. Lantas Aqro’ berujar, “Aku memiliki 10 anak. Tidak satupun pernah kucium.” Rasulullah saw mengalihkan pandangan kepadanya, lantas berkata “Siapa yang tidak menyayangi ia tidak akan disayang”. (HR Bukhari).

“Belum pernah kulihat seseorang yang mencintai keluarganya melebihi Nabi” ujar sahabat Anas suatu Ketika.

Diriwayatkan pula dari Sayyidah Aisyah ra, suatu ketika seorang arab badui datang menemui Rasulullah SAW. Ia berkata, “Kalian menciumi anak-anak? Kami tidak menciumi mereka”. Rasulullah menjawab, “Apakah aku berkuasa atas dirimu (bukan tugasku untuk memperbaiki) kalau Allah mencabut rasa kasih sayang dari hatimu”. (HR Bukhari dan Muslim).

Kendati kasih sayang nabi begitu besar, ia tidak segan-segan mendidik anak-anaknya dengan tegas.

Suatu ketika nabi membagikan kurma sedekah, hasan kecil mencomotnya tanpa tahu menahu. Lantas nabi memaksa kurma itu keluar dari mulut mungilnya seraya berujar, “kita adalah ahlul bait, tidak halal memakan sedekah”

Baca Juga:  Dari Gus Dur Sampai Syekh Ali Jaber: Teladan Meredam Konflik

Ketegasan Nabi juga digambarkan dalam hadits berikut;

إنَّمَا هَلَكَ الَّذِينَ قَبْلَكُمْ، أَنَّهُمْ كَانُوا إذَا سَرَقَ فِيهِمُ الشَّرِيفُ تَرَكُوُه، وَإذَا سَرَقَ فِيهمُ الضَّعِيفُ أَقَامُوا عَلَيْهِ الحَدَّ، وَايْمُ الله لَوْ أنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا.

Artinya;

Sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah, bilamana ada seorang bangsawan mencuri, mereka biarkan, tetapi bila ada orang lemah dan miskin mencuri, mereka tegakkan hukuman kepadanya. Demi Allah, andaikan Fatimah putri Muhammad mencuri, niscaya aku potong tangannya.” (HR: Ibnu Majah).

Sebagai penutup, meminjam istilah salah seorang tokoh muslim, Ali bin Al Husain, ia berujar;

واعلم أنّ خير الآباء للأبناء من لم تدعه المودّة إلى التفريط فيه، وخير الأبناء للآباء من لم يدعه التقصير إلى العقوق له

Sebaik-baik orang tua adalah yang cintanya tidak membuat ia memanjakan anak dan sebaik-baiknya anak adalah yang kenakalannya tidak menjadikan ia durhaka kepada orang tua”. []

Jamal Muhammad
Mahasantri Ma’had Aly Lirboyo, Kediri

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini