Nabi Idris adalah seorang yang dermawan dan diutus di Mesir, Allah mengangkatnya ke darjat yang tinggi di sisi-Nya. Suatu ketika Nabi Idris telah dikunjungi oleh Malaikat Izrail dan bertanya : “Hai malaikat Izrail, engkau datang ini untuk mencabut nyawa atau untuk menziarah?.”
Kata Malaikat Izrail aku datang untuk menziarah dengan izin Allah.
“Hai Malaikat Izrail, saya ada keperluan dan kepentingan kepadamu”.
Kata Malaikat Izrail “Kepentingan apa itu?”
“Kepentingan denganmu yaitu supaya engkau mencabut nyawaku dan kemudian Allah menghidupkan kembali sehingga aku dapat beribadah kepada Allah setelah aku merasakan sakaratul maut”.
“Sesungguhnya aku tidak akan mencabut nyawa seseorang melainkan mendapat izin Allah.
Maka Allah memberi wahyu kepada kepada Malaikat Izrail agar dia mencabut nyawa Nabi Idris, maka seketika itu Malaikat Izrail mencabut nyawa Nabi Idris. Malaikat Izrail menangis atas kematian Nabi Idris sambil memohon kepada Allah agar Allah menghidupkan kembali Nabi Idris.
Kemudian Allah mengabulkan permohonan Malaikat Izrail, maka Nabi Idris hidup kembali. Malaikat Izrail bertanya kepada Nabi Idri.
“Hai saudaraku, bagaimana rasanya sakaratul maut itu?.
Kata Nabi Idris “Sesungguhnya rasa sakaratul maut itu saya umpamakan binatang yang hidup itu dikuliti kulitnya (dibuang kulitnya semasa hidup-hidup) dan begitulah rasanya sakaratul maut bahkan lebih seribu kali sakit.”
“Padahal dengan kelembutan yang saya lakukan terhadapmu, ketika saya mencabut nyawamu itu, belum pernah saya lakukan terhadap sesiapa pun.”
Kemudian Nabi Idris berkata lagi pada Malaikat Maut: “Hai Malaikat Maut, saya ada keinginan lagi dengan engkau yaitu saya ingin melihat Neraka (jahanam) sehingga saya makin beribadah kepada Allah dengan bersungguh-sungguh setelah melihat belenggu, rantai² dan kalajengking yang menyengat orang² yang ada di Neraka.”
Kata Malaikat Maut “Bagaimana aku mrngajakmu pergi ke Neraka tanpa izin Allah”.
Maka Allah memberi wahyu kepada Malaikat Maut dengan firman: “Pergilah engkau ke Neraka bersama-sama Idris”.
Malaikat Maut pun pergi ke Neraka bersama-sama Nabi Idris kemudian Idris melihat segala macam siksaan yang diciptakan Allah untuk musuh-musuhNya yang berupa belenggu, rantai² daripada neraka dengan api² yang menyala dan kayu zakum dan air yang sangat panas untuk diminum oleh ahli neraka tersebut.
Setelah kembali Nabi Idris berkata lagi kepada Malaikat Maut. “Hai Malaikat Maut, saya ada keinginan lagi dengamu saya ingin melihat surga sehingga saya meningkatkan amal ibadah,”
Maka Malaikat Maut berkata “Bagaimana boleh saya bersamamu ke dalam syurga tanpa izin Allah.”
Maka Allah memberi izin pada Malaikat Maut untuk pergi berdua dan berhenti dekat pintu surga.
Maka Nabi Idris melihat di dalamnya nampak bermacam – macam nikmat dan istana besar lagi indah dan beberapa anugerah yang berharga, juga tumbuh-tumbuhan serta buah-buahan yang beraneka warna dan rasanya. Nabi Idris berkata “Hai saudaraku, saya telah merasakan sakitnya sakaratul maut, saya telah melihat Neraka yang didalamnya berupa siksaan dan azab neraka maka mohonlah engkau kepada Allah agar Allah mengizinkan saya untuk masuk surga dan minum airnya agar hilang rasa sakitnya sakaratul maut di tengkorak ini dan juga terhindar daripada siksaan Neraka.
Maka Malaikat Izrail meminta izin kepada Allah lalu mengizinkannya, kemudian masuklah mereka berdua ke alam surga lalu keluar. Kemudian Nabi Idris masuk lagi ke dalam surga dan meletakkan alas kakinya di bawah pokok kayu di dalam surga.
Nabi Idris berkata kepada Malaikat Izrail “Hai Malaikat Maut, alas kaki saya tertinggal didalam syurga di bawah pokok kayu, maka kembalikanlah saya ke dalam surga,” maka Nabi Idris masuk ke syurga dan tidak mau keluar lagi dari surga.
Maka berteriaklah Malaikat Izrail memanggil Nabi Idris agar keluar dari syurga. “Hai Idris, keluarlah engkau dari surga.” Maka Nabi Idris pun tidak mau keluar.
Allah telah berfirman :
“Tiap-tiap orang mesti merasakan sakaratul maut, sedang saya sudah merasakan sakaratul maut.
Dan Allah berfirman lagi maksudnya: “Tidak ada diantara kamu sekalian kecuali mereka itu memasuki (neraka/surga) sedang aku pernah memasuki neraka dan Allah pun juga berfirman lagi maksudnya: “Dan tidaklah mereka itu dikeluarkannya”. (keluar daripada syurga).
“Siapakah yang mengeluarkan saya dari surga” sedangkan Allah telah memberi wahyu kepada malaikat Maut. “Tinggalkanlah dia (Nabi Idris) sesungguhnya Aku telah memutuskan dia di zaman azali dahulu bahwa sesungguhnya dia (Nabi Idris) tergolong ahli dan penghuni surga.”
Dan Allah telah berfirman kepada rasul-rasulNya tentang kisah Nabi Idris dalam firmanNya :
Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka kisah) Idris (yang tersebut) di dalam Al-Qur’an. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan dan seorang rasul.
Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi.” (Qs. Maryam: 56-57)
Imam at Thabari menjelaskan tentang ayat tersebut bahwa Nabi Idris ‘alaihissalam diangkat ke langit dalam keadaan tidak mati seperti Nabi Isa ‘alaihissalam.
Ada riwayat lain yang menjelaskan bahwa dia diangkat malaikat ke langit, kemudian datanglah malaikat maut mencabut nyawanya di sana, wallahu a’lam.
Nabi Idris bertemu Rasulullah di langit yang keempat saat peristiwa mi’raj. Hal ini menunjukkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala menempatkan kedudukannya pada derajat yang tinggi di antara para nabi lainnya. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam ayat yang lain,
وَإِسْمَاعِيلَ وَإِدْرِيسَ وَذَا الْكِفْلِ كَلٌّ مِّنَ الصَّابِرِينَ
“Dan Nabi Ismail, Nabi Idris, Nabi Dzulkifli, mereka termasuk orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Anbiya: 85)
Demikian juga, Rasulullah menyebutkan dalam hadis sesuatu yang mengisyaratkan tentang sifat Nabi Idris. Beliau bersabda:
“Adalah seorang nabi (Idris) dari para nabi yang menggaris nasib, maka barang siapa yang mampu melakukannya (dengan bekal ilmu yang pasti dan mencocoki), maka hal itu boleh baginya.”
Imam Nawawi menjelaskan tentang hadis ini, “Maksud yang sesungguhnya menggaris nasib itu hukumnya haram, dikarenakan hal itu tidaklah dilakukan kecuali dengan syarat harus dengan ilmu yang pasti dan mencocoki, dan tidak ada bagi kita.
Adapun Rasulullah tidak menyebutkan hukumnya, supaya tidak salah tafsir bahwa apa yang dilakukan nabi tersebut haram (bagi kita), karena memang nabi tersebut punya ilmunya sehingga boleh melakukannya. Adapun kita tidak punya ilmu tentangnya.” (Syarh Muslim).[]
والله اعلم