Di penghujung tahun 2023, tepatnya tanggal 30 Desember, rombongan Daulat Budaya Nusantara sampai pada titik ke enam Ruwatan Nusantara. Inilah pertama kalinya Ibu Kota Nusantara diruwat dengan Wayangan dan lakonnya tidak tanggung tanggung, yaitu : Semar Mbangun Kahyangan.

Dalam mitologi wayang, ada lakon kaum pinggiran atau rakyat jelata yang di representasikan oleh Punakawan, Semar, Gareng, Petruk dan Bagong. Mereka adalah potret masyarakat umum, lakon Semar Mbangun Kahyangan bisa diartikan sebagai kedaulatan rakyat atas negerinya, ketika Semar Membangun Negari Kayangan.

“Ditengah hiruk pikuk dunia dan se-isinya, kami mengambil peran di jalur kebudayaan sebagai bentuk cinta tanah air. Karena kebudayaan akan melembutkan budi, sebab kebudayaan pula bangsa Indonesia yang majemuk ini bersatu. Dan kebudayaanlah sebenar benarnya pertahanan bangsa”, jelas Teguh Haryono dalam sambutan Pagelaran Wayang pertama kalinya di Ibu Kota Nusantara.

Doktor Ilmu Pertahanan dari Universitas Pertahanan ini sangat gembira, karena dapat menggelar Ruwatan Wayang untuk pertama kalinya di Ibu Kota Nusantara.

“Kami rombongan Daulat Budaya Nusantara dalam rangkaian Ruwatan di sembilan titik di Nusantara pada intinya berdoa memohon pada yang kuasa dan minta restu kepada leluhur, agar bangsa ini selamat sepanjang zaman”, tambah Teguh Haryono mewakili Indika Energi.

Selain menggelar Wayang untuk yang pertama kalinya di Ibu Kota Nusantara ini, rombongan Daulat Budaya Nusantara juga mengajak Sanggar Kesenian lokal Meratus Taka dari Perkumpulan Dayak Meratus Penajam Paser Utara/ Paser. menampilkan

“Kami merasa bangga karena bisa berkolaborasi dengan Ruwatan Wayang di tanah Paser Kalimantan. Apalagi mandau saya bisa dipegang mendampingi Mbah Tejo mendalang semalam suntuk, ini kehormatan buat kami di Paser”, jelas Sadam Kumdatus bersemangat memimpin para seniman menyuguhkan tarian Dayak Meratus.

Baca Juga:  Kolaborasi PMTOH dengan Wayang, Bustami: Lakon sejarah Pohon Hayat Malahayati

Tanah Paser di Kalimantan Timur ini masuk dalam catatan sejarah sebagai wilayah Kesultanan Paser pada abad ke 15 Masehi atau wilayah Kutai Kartanegara pada abad pertama Masehi.

“Kenapa Ruwatan Wayangan kita di Ibu Kota Nusantara, karena pangkal kebudayaan nusantara dimulai sejak abad pertama Masehi di Kutai Kartanegara. Kebudayaan Kutai Kartanegara adalah kebudayaan sungai Mahakam, kemudian menyebar ke Sulawesi di sungai Sadang, berikutnya kebudayaan sungai di Sumatera, sungai Batanghari sampai pada puncaknya di sungai Musi, baru ke Jawa. Nah, Ruwatan Nusantara di sembilan titik ini juga merawat Mandala yang pernah diwariskan oleh para leluhur kita di Nusantara. Marilah, spirit kebudayaan ini kita jaga sebaik baiknya” terang Kyai Paox Iben Mudhaffar, pengasuh Pesantren Kebudayaan Ndalem Wongsorogo dari Kaliwungu Kendal.

Entah kebetulan atau tidak, wayangan akhir tahun 2023 ini juga bertepatan dengan Haul-nya Gus Dur, Presiden ke-4 Republik Indonesia. Dalam orasi kebudayaan di Pagelaran Wayang, Kyai Paox Iben Mudhaffar menyampaikan bahwa, Gus Dur bukan hanya seorang Presiden dan Kyai, tapi juga seorang budayawan, karena pernah duduk sebagai Ketua Dewan Kesenian Jakarta sekaligus menjadi Juri Festival Film Indonesia.

“Marilah dalam Pagelaran Wayang Ruwatan Nusantara ini kita sempatkan menghentikan cipta sejenak malam ini untuk mengingat bapak bangsa kita, Gus Dur yang Haul-nya jatuh pada tanggal 30 Desember, semoga persembahan pagelaran wayang kita malam ini mendapat rahmat barokah dari Alloh SWT”, terang Kyai Paox Iben Mudhaffar, pengasuh Pesantren Kebudayaan Ndalem Wongsorogo, Kaliwungu Kendal.

Masyarakat yang menyaksikan Pagelaran Wayang malam ini sangat khidmat mengikuti Ruwatan Nusantara. Warga kabupaten Penajam Paser Utara dan sekitarnya kaget dengan adanya Pagelaran Wayang ini. Mereka juga merasa di ingatkan atas kedaulatan budaya dan Haul-nya Gus Dur.

Baca Juga:  Spirit Hari Ibu dalam Pagelaran Budaya Nusantara Pidie Negeri Mulia

“Marilah kita baca Alfatihah untuk para leluhur kita, khususon Gus Dur yang Haul-nya jatuh hari ini” ajak Gus Abdulloh Hamid, pendiri Dunia Santri Community.

Dalam setiap pagelaran wayang di 5 titik nusantara, selalu disertakan penyerahan lakon wayang, sesuai dengan lakon yang dibawakan dan disesuaikan kebudayaan setempat.

“Sore menjelang petang tadi kita ritual di Titik Nol Nusantara bersama para sesepuh dan tokoh adat Dayak Meratus. Isyarohnya baik sekali, sebelum wayangan sempat gerimis sesaat dan malam ini pas pagelaran wayang langit tampak cerah. Semoga, upaya kita Ruwatan Nusantara di IKN ini mewujudkan kebudayaan, sebab IKN tidak hanya membangun infrastruktur, tapi juga membangun kebudayaan”, jelas Gus Benny Zakaria, pengasuh Pondok Alam Adat Budaya Nusantara dari Mojokerto Jawa Timur.

Redaksi
Redaksi PesantrenID

Rekomendasi

Tinggalkan Komentar

More in Berita