Kisah Seorang Raja Besar yang Meninggalkan Tahtanya dan Hidup Zuhud sebagai Seorang Sufi

Nama beliau adalah Abu Ishaq Ibrahim bin Adham bin Mansyur. Seorang Raja Besar di daerah Balkh (sekarang Afghanistan). Dan beliau adalah keturunan bangsawan serta masih satu garis keturunan dari Khalifah Umar bin Khattab R.A. Nama beliau bukanlah nama yang awam didengar ditelinga bila dibandingkan dengan nama-nama sufi yang lain. Kedalaman dalam keilmuan yang beliau miliki, membuat beliau disegani dan menjadikan beliau sebagai seorang sufi yang begitu kharismatik.

Tidak ada keterangan dokumenter yang pasti mengenai kapan beliau lahir. Tetapi dalam beberapa keterangan dijelaskan bahwa beliau mulai lahir dan tumbuh di lingkungan kerajaan di Balkh hingga menerima tahta kerajaan. Tetapi setelah itu memilih untuk meninggalkan tahta kerajaan dan memutuskan untuk berjuang sepenuhnya di jalan Allah. Dan melakukan hijrah untuk mencari kehidupan menuju akhirat kearah Barat(beberapa sumber menjelaskan ke arah Syam). Lalu beliau berguru kepada beberapa ulama. Diantaranya adalah Imam Baqir dan Malik ibn Dinar. Dan beliau juga memiliki murid. Yang terkenal diantaranya adalah Syaqiq Al-Balkhi dan Imam Kadzim. Hingga akhirnya beliau wafat pada 782 M dan beliau dikenal sebagai seorang sufi yang memiliki tingkatan wara’ dan zuhud yang begitu tinggi.

Begitu kharismatiknya beliau, membuat nama beliau sering dikisahkan dan diceritakan oleh bebrapa kitab. Dan cerita-cerita kisah tentang beliau masyhur ditelinga umat Islam.

Bertobat karena Burung Gagak

Dalam Kitab Mawaizh Al Ushfuriyah yang ditulis oleh Syekh Muhammad ibn Abu Bakar Ushfury diceritakan bahwasanya beliau, Ibrahim ibn Adham pada suatu sedang berburu menaiki kuda beliau. Suatu saat berburu beliau makan sebentar. Beliau makan disuatu tempat, membuka alas untuk makan dan duduk sembari beristirahat. Saat beliau makan, ada seekor gagak datang lalu mengambil makanan dari beliau dan gagak itu membawa makanan roti dari beliau dan dibawa terbang dengan paruhnya. Karena penasaran, beliau Ibrahim ibn Adham mengikuti burung gagak itu dengan menunggangi kudanya dan memantau dari kejauhan. Saat burung gagak itu turun dan berhenti, Ibrahim ibn Adham mencoba mendekati. Dan diketahui ada seorang laki-laki yang diikat dengan tangan dipunggungnya dan burung gagak itu melolohkan roti kepada laki-laki itu.

Baca Juga:  Pamer Mobil Baru, Tak Lancar Nyetir Sebuah Kisah Persahabatan

“Siapa kamu? Apa yang terjadi padamu hingga seperti ini keadaanmu?” Tanya Ibrahim ibn Adham

“Aku seorang pedagang. Pencuri telah mengambil harta yang telah aku bawa. Mereka menyiksaku, menyakitiku, dan mengikatku seperti ini.” Jawab laki-laki itu.

“Bagaimana dengan burung gagak ini?” Ibrahim ibn Adham bertanya kembali.

“Sesungguhnya aku telah melalui ini semua selama tujuh hari, selama tujuh hari burung gagak datang kepadaku dengan membawa roti. Lalu duduk didadaku. Lalu burung gagak meletakkan roti dimulutku. Selama tujuh hari itu, Allah tidak meninggalkan dengan kelaparan” ulas laki-laki itu.

Setelah mendengar cerita laki-laki itu lalu beliau terketuk hatinya. Lalu kembali  dan memutuskanuntu melepaskan tahta kerajaannya dan bertaubat untuk kembali kejalan Allah SWT. Lalu beliau bergegas menuju Mekkah tanpa bekal dan kendaraan. Dalam diri beliau hanya ada berserah diri kepada Allah SWT. Selama perjalanan beliau tidak merasakan kelaparan. Ibrahim ibn Adham tidak henti-hentinya mengucapsyukur kepada Allah SWT.

Bertemu Nabi Khidir A.S

Dikisahkan dalam kitab Tadzkiratul Auliya’ yang ditulis oleh Fatiduddin Al Attar bahwasannya selama hidup di Mekkah beliau Ibrahim ibn Adham berdo’a kepada Allah SWT dan menuntut ilmu dengan para guru dan syekh di Mekkah. Saat disana beliau juga diajarkan tentang Nama Allah Yang Teragung dari Allah SWT oleh seorang guru. Kemudian setelah mengajarkan guru tersebut pergi menghilang. Lalu beliau Ibrahim ibn Adham selalu menyebut-nyebutkan Nama Teragung dari Allah SWT dan menyeru kepada Allah SWT . Saat menyeru itu beliau diperlihatkan kepada Nabi Khidir.

“Daud, dia saudaraku. Dialah yang telah mengajarkan kepadamu Nama yang Teragung dari Allah Swt.” Kata Nabi Khidir

Betapa bahagianya beliau Ibrahim ibn Adham dapat berjumpa dengan Nabi Khidir. Lalu Ibrahim ibn Adham menceritakan berbagai permasalahan. Dan Nabi Khidir adalah manusia pertama kali yang membuat Ibrahim ibn Adham selamat.

Dikisahkan pula dalam Kitab Mira’atul Zaman fi Tawarikhul A’yan yang dikarang oleh Syamsudin Abi al-Muzaffar Yusuf ibn Amir Hisanudin Qizsurgliy. Diterangkan disana bahwasanya Ibrahim ibn Adham dengan izin Allah dipertemukan dengan seorang laki-laki yang Ia merasa cukup dan puas apa yang Ia miliki. Membuat beliau sadar bahwasannya beliau telah berlebihan menikmati dunia dan hawa nafsunya. Segeralah beliau kembali ke jalan Allah.

Baca Juga:  Lebih Mengenal Tokoh Sufi: Syekh Abdur Rauf Singkel

Dalam perjalanannya, beliau Ibrahim ibn Adham dipertemukan dengan seseorang yang pakaiannya sangat bagus, berbau begitu wangi, dan berwajah sangat tampan.

“Wahai lelaki, kemana kamu akan pergi?” Tanya lelaki tampan itu.

“Aku akan pergi menuju akhirat.” Jawab Ibrahim ibn Adham

“Apakah merasakan lapar dari perutmu?” Lelaki kembali bertanya.

Ibrahim ibn Adham mengiyakan pertanyaan lelaki itu. Kemudian lelaki itu melaksanakan sholat hajat lalu kemudian muncul makanan dan minuman dari sebelah lelaki itu. Kemudian lelaki itu mempersilakan beliau Ibrahim ibn Adham untuk memakan kudapan itu. Kemudian, beliau menyantap secukupnya asal lapar dan hausnya hilang.

“Dengarkan, pikirkan, dan jangan terburu-buru. Sesungguhnya terburu-buru itu dari setan. Jangan sedih! Serta jangan durhaka kepada Allah!” Kata lelaki itu.

“Allah akan membalas kepada orang yang durhaka kepadaNya dengan sejumlah balasan. Allah akan melimpahkan kegelapan dan kesesatan dalam hatinya, menghalangi rizkinya dan menghancurkan dimanapun ia berada” Jelas lelaki itu.

Kemudian lelaki itu mengajarkan kepada Ibrahim ibn Adham untuk membaca Ism al Adzam (Nama yang Teragung Allah Swt). Maka Ibrahim ibn Adham akan kenyang dari lapar saat perjalanan. Serta memberikan nasehat kepada beliau bahwasannya bila beliau bersama orang-orang yang alim dan baik maka hendaknya beliau menjadi “tanah”, biarlah mereka menginjak-injak tanah tersebut. Maksudnya hendaknya beliau senantiasa mendengarkan arahan dari para orang-orang alim dan baik itu. Setelah itu pergilah laki-laki itu.

Kemudian datang lagi seorang laki-laki dengan ciri-ciri sama dengan lelaki sebelumnya.

“Apa kamu bertemu dengan lelaki yang memiliki ciri sama seperti ini?” Tanya seorang laki-laki.

“Iya, aku bertemu”Jawab Ibrahim ibn Adham

Seketika lelaki ini menangis didepan Ibrahim ibn Adham.

“Siapa laki yang sebelumnya itu?” Tanya Ibrahim ibn Adham

“Dia Ilyas. Dia Saudaraku. Allah telah mengutus kepadamu untuk mengajarkan Nama yang Teragung Allah Swt. .” Jelas laki-laki itu.

Baca Juga:  Perempuan Ulama di Panggung Sejarah (3)
Katasawufan Ibrahim ibn Adham

Ibrahim ibn Adham dikenal sebagai sosok figure sufi yang sangat tegas dalam hal meninggalkan godaan terhadap perkara duniawi. Beliau juga sangat dikenal dengan asketisme yang begitu keras dan radikal. Perkataan beliau yang paling dikenal dalam hal kezuhudan adalah “Zuhud yang wajid adalah perkara syubhat dan haram, Zuhud yang paling utama adalah perkara yang halal.” Diyakini oleh beliau bahwasannya kehidupan yang zuhud tidak dapat dijalani tanpa adanya kesusahan dan kekurangan dalam diri. Maka beliau sangat fokus dalam menuju akhirat.

Tiga tingkat kezuhudan yang disandarkan kepada beliau, diantaranya

  1. Penolakan kepada perkara keduniawian
  2. Penolakan terhadap adanya perasaan bahagia dalam diri setelah berhasil melakukan penolakan terhadap keduniawian
  3. Penempatan dunia sebagai sesuatu hal yang tidak bernilai

Ada seorang pemuda pernah bertanya kepada beliau tentang cara meninggalkan perkara maksiat tetapi dalam diri pemuda tidak mampu untuk meninggalkannya. Lalu oleh beliau dijawab dengan 5 perkara.

  1. Dilarang memakan rizki dari Allah Swt.
  2. Dilarang tinggal di bumi milik Allah selama hidup
  3. Melakukan maksiat di tempat yang benar-benar tersembunyi dan benar-benar Allah tidak dapat mengetahuinya
  4. Bila Allah hendak mencabut nyawa, maka memintalah untuk menunda pencabutannya
  5. Melakukan pembantahan terhadap malaikat Zabaniah penjaga neraka, bila diperintahkan untuk masuk ke neraka.

Pemuda tersebut pun berkata tidak mungkin dapat melakukan kelima dari perkara tersebut. Maka Ibrahim ibn Adham hanya berkata, “Kamu akan celaka, kamu tidak akan mendapatkan keselamatan bila tidak bisa melakukan dari kelima perkara”. []

Referensi

  1. Kitab Mawaizh Al Ushfuriyah, Syekh Muhammad ibn Abu Bakar Ushfury
  2. Tadzkiratul Auliya’ , Fariduddin Attar, Penerbit Zaman, Tahun 2018
  3. dalam Kitab Mira’atul Zaman fi Tawarikhul A’yan, Syamsudin Abi al-Muzaffar Yusuf ibn Amir Hisanudin Qizsurgliy.
  4. Rahasia Menjadi Kekasih Allah & Rasul-Nya: Merasakan Getaran Iman dari Orang-orang Pilihan, Abu Abdillah bin Abdul Latif, Penerbit Darul Hikmah, Depok, Tahun 2007.
Qois Dhiya' Ulhaq

Rekomendasi

Tinggalkan Komentar

More in Kisah