Wacana Penikmat Liberalisme yang Justru Melaknat Liberalisme

Dewasa ini pasti kita tidak asing lagi mendengar kata liberalisme. Dari munculnya kata liberal tersebut, hal apa sih yang muncul pertama kali dalam benak kita?, pasti jika mendengar kata liberal pada umumnya seseorang merujuk pada tindakan yang anarkis, brutal dan ngawur. Pasti begitu bukan?, ya, pada umumnya seperti itu. Perlu kita ketahui, makna yang tersirat dari kata liberal sebenarnya bukan hal yang mengarah pada tindak kekerasan, anarkis dan hal sejenisnya.

Sebelumnya mari kita arahkan perbincangan ini pada pembahasan tentang pluralisme dari sudut pandang filosofis atau philosophical pluralism. Dalam pembahasan ini kali ini tertuju pada pluralisme dalam teori politik liberal. Namun, sebelumnya jangan salah paham terlebih dahulu tentang kata liberal. Makna liberal di sini bukan seperti yang kita pikirkan sebagaimana yang disebutkan dalam pragraf sebelumnya.

Sebagian besar masyarakat salah persepsi dalam mengartikan kata liberal dari dulu hingga kini dan terus berrantai sampai generasi selanjnutnya, yang menyamakan makna liberalisme ini dengan tindakan yang brutal atau anarki.

Kata liberalisme merujuk pada suatu pandangan filsafat yang menekankan pada otonomi individu dalam suatu negara. Hal ini terlahir dari adanya anggapan yang mengabaikan pendapat, suara, hak pilih seseorang. Makna pluralisme di sini justru berbading terbalik dengan anggapan tersebut. Arti pluralisme disini justru menghargai pandangan, hak suara, pendapat, pilihan dari masing-masing orang.

Dari adanya kebebasan bersuara, hak pilih dan pandangan seseorang tersebut yang akan melahirkan sistem politik demokrasi, yang mana kekuasaan ada di tangan rakyat. Bisa dibilang dari rakyat, untuk rakyat.

Rakyat di sini diberi kebebasan dalam memilih calon pemimpinnya. Maka dari itu setiap aspirasi dan pilihan yang berasal dari rakyat, kemudian muncullah yang namanya pemilihan umum yang memberi kebebasan rakyat untuk memilih. Pemilu ini yang disebut dengan perwujudan yang konkret dari filsafat liberalisme. Nah, mari kita pahami dulu apa sih liberalisme di sini?.

Baca Juga:  Moderatisme Beragama dalam Upaya Membendung Liberalisasi dan Ekstremisme di Indonesia

Istilah politik liberal yang sebelumnya kita singgung di atas maksudnya yaitu merujuk pada teori politik dari setiap negara yang dalam pemilihan pemimpinnya dengan praktik demokrasi pilihan, bukan demokrasi seperti Russia dan China yang mana di dalamnya hanya ada satu parpol yaitu komunis, tidak sama halnya Indonesia, yang memiliki banyak partai politik.

Selanjutnya, ada sebuah pertanyaan, apakah jika diberlakukannya sistem demokratis ini untuk memilih wakilnya untuk menjadi pemimpin dalam suatu partai akan meruntuhkan suatu negara?, Apakah jika diadakannya demokrasi negara akan bubar dan kestabilan politiknya memburuk? Apakah seperti itu?. Ternyata tidak seperti itu kenyataannya. Nyatanya sekarang negara yang menerapkan demokrasi lebih stabil perpolitikannya. Lalu apa yang melatar belakangi hal tersebut?.

Di sini kita kembali pada liberalisme yang mana memberi kebebasan memilih dan kebebasan bersuara dan adanya saling menghargai hak suara orang lain. Dari adanya saling menerima suara dan menghargai pendapat dan pilihan orang lain, maka akan berdampak pada kestabilan politik suatu negara.

Dalam politik liberal, pluralisme merujuk pasa dua hal, pertama fakta dan nilai instrumental. Seorang tokoh liberal John Rauls yang mengatakan sebagai fakta yaitu, pluralisme merujuk pada fenomena sosiologi. Dalam konsepnya reasobale pluralism. Menurutnya, tidak mungkin dalam suatu negara itu tidak adanya keragaman, setiap negara pasti memiliki keragaman, baik dari segi pandangan, moral, agama, dan hal lainnya. pada dasarnya setiap orang memiliki moral atau cara pandang masing-masing.

Seperti contoh, ada yang mengatakan bahwa anak perempuan itu harus di rumah saja, lalu ada juga yang beranggapan bahwa anak perempuan yang keluar dari rumah dinggap tidak sopan dan lain sebagainya. Selanjutnya ada juga yang mengatakan anak perempuan berhak mengenyam pendidikan yang hal itu mengharuskannya keluar rumah. Lalu, ada lagi yang menginginkan anak perempuannya belajar dengan aman dan terlindung, sehinggga menitipkan anaknya untuk belajar di pesantren. Dari beberapa anggapan tersebut sudah dapat kita ketahui begitu beragamnya sudut pandang moral tiap individu.

Baca Juga:  Moderatisme Beragama dalam Upaya Membendung Liberalisasi dan Ekstremisme di Indonesia

Pada intinya setiap individu mempunyai pandangan moral masing-masing dan harus di hargai. Munculnya berbagai norma, keragaman agama, pandangan baik maupun buruk, itu merupakan konsekuensi dari otonomi individu yang berhak bersuara, berpendapat, sikap, pandangan dalam sistem demokrasi yang harus dihargai. Mengapa otonomi individu ini sangat penting sekali, Rauls mengatakan bahwa otonomi adalah diversity.

Maknanya, sistem pemerintahan yang dibangun atas demokrasi liberal yang mana disitu saling menghormati hak individu, maka konsekuensinya adalah menerima keragaman baik dari segi moral, pandangan, suara, pilihan dan lainnya. Selanjutnya yang dimaksud pluralisme sebagai nilai instrumental sendiri yaitu anggapan bahwa sebetulnya keragaman itu menguntungkan setiap masyarakat dan individu. Hal tersebut berkaitan dengan pencarian kebenaran.

Agar tidak salah paham, pencarian kebenaran di sini bukan seperti berpindah-pindah agama dan mencari kebenaran tentang ketuhanan, hal ini tidak sekali mengarah kesana. Maksudnya seperti berikut contoh: di suatu kampung jika menyelesaikan masalah melalui berembug dengan mengadakan pertemuan. Lalu datang seorang pendatang yang bisa dibilang orang kota, kaya serta terdidik. Tentunya orang tersebut mendapat cibiran karena lebih suka berkumunikasi menggunakan WA dan sejenisnya.

Namun, lambat laun seiring berkembangnya zaman, tradisi orang kota tersebut diadopsi oleh masyarakat desa tanpa menghilangkan tradisi lama sebelumnya. Akibat adanya keragaman cara hidup tersebut, maka setiap orang akhirnya memfasilitasi masyarakat dan individu untuk mencapai apa yang mereka anggap pilihan yang tepat, hal itu yang dinamakan pencarian kebenaran.

Dari sini perlu diluruskan untuk tidak salah persepsi tentang liberalisme. Selama ini kita ketika mendengar liberalisme langsung melaknat, mencibir bahwa liberalisme tertuju pada tindakan anarki, ngawur dan brutal. Sebagai subjek yang melaknat liberalisme kita justru menikmati liberalime itu sendiri, yaitu dengan mendapat kebebasan berpendapat, bersuara, mimilih dan hal lainnya. []

Ali Mursyid Azisi
Mahasiswa Studi Agama-Agama - UIN Sunan Ampel, Surabaya dan Santri Pesantren Luhur Al-Husna, Surabaya

Rekomendasi

Tinggalkan Komentar

More in Opini