Saya tidak akan berdebat dengan beliau soal hadis, karena saya melihat nyaris ‘tidak ada yang ilmiah’ dari penjelasan beliau. Beliau hanya taklid kepada Syekh Albani. Taklidnya pun tidak menyeluruh membaca kitab-kitab beliau. Saya hanya merespon isu yang beliau sebarkan. Sebab jika tidak ada klarifikasi ilmiah maka mereka yang tidak tahu akan menganggap bahwa perkataan Ustaz Evie tersebut benar, padahal salah.
1. Hadis Nishfu Sya’ban.
Menurut Ustaz Evie yang mengutip dari Syekh Albani dalam Kitab Silsilah Dhaifah bahwa hadis tentang Nishfu Sya’ban adalah dhaif.
Lha salahnya kok cuma baca kumpulan hadis dhaif Syekh Albani saja, Ust? Beliau juga punya kitab Silsilah Sahihah (kumpulan hadis Sahih versi Syekh Albani). Berikut saya kutipkan pernyataan beliau:
عَنْ مُعَاذِ بن جَبَلٍ عَن ِالنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ يَطَّلِعُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى خَلْقِهِ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِجَمِيْعِ خَلْقِهِ إِلاَّ لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِنٍ
“Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya Allah memperhatikan hambanya (dengan penuh rahmat) pada malam Nishfu Sya’ban, kemudian Ia akan mengampuni semua makhluk-Nya kecuali orang musyrik dan musyahin (orang yang hatinya ada kebencian antar sesama umat Islam)”.
قَالَ الْأَلْبَانِي فِي ” السِّلْسِلَةِ الصَّحِيْحَةِ ” 3 / 135 : حَدِيْثٌ صَحِيْحٌ ، رُوِيَ عَنْ جَمَاعَةٍ مِنَ الصَّحَابَةِ مِنْ طُرُقٍ مُخْتَلِفَةٍ يَشُدُّ بَعْضُهَا بَعْضًا وَهُمْ مُعَاذُ بْنُ جَبَلٍ وَأَبُوْ ثَعْلَبَةَ الْخُشَنِي وَعَبْدُ اللهِ بْنُ عَمْرٍو وَأَبُوْ مُوْسَى الْأَشْعَرِي وَأَبُوْ هُرَيْرَةَ وَأَبُوْ بَكْرِ الصِّدِّيْقُ وَعَوْفُ بْنُ مَالِكٍ وَعَائِشَةُ .
Syekh Al-Albani berkata: “Ini adalah HADIS SAHIH. Diriwayatkan dari banyak sahabat dengan jalur riwayat yang berbeda-beda, yang saling menguatkan. Mereka adalah Muadz bin Jabal, Abu Tsa’labah al-Khusyani, Abdullah bin Amr, Abu Musa al-Asy’ari, Abu Hurairah, Abu Bakar ash-Shiddiq, Auf bin Malik dan Aisyah” (as-Silsilah ash-Shahihah 3/135)
Makanya sebelum mempelajari pendapat seseorang secara utuh dan menyeluruh sebaiknya jangan disampaikan dulu. Andaikan Syekh Albani berada di pengajian anda dan mendengarkan ceramah anda saya yakin beliau protes: “Ustaz Evie, kau baca dulu kitab saya Silsilah Sahihah, Sahih Al-Jami’ no hadis 2700 dan 7717, Sahih At-Targhib no hadis 1026, Sahih Ibni Majah no hadis 1390″.
2. Doa Robbi ighfir li Setelah Fatihah
Berikutnya soal doa setelah Fatihah dan sebelum Amin. Menurut Ustaz Evie adalah Bid’ah. Mari kita belajar lagi dalil dan riwayatnya:
ﻭﻋﻦ ﻭاﺋﻞ ﺑﻦ ﺣﺠﺮ «ﺃﻧﻪ ﺳﻤﻊ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ – ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ – ﺣﻴﻦ ﻗﺎﻝ: {ﻏﻴﺮ اﻟﻤﻐﻀﻮﺏ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﻭﻻ اﻟﻀﺎﻟﻴﻦ} ﻗﺎﻝ: ﺭﺏ اﻏﻔﺮ ﻟﻲ ﺁﻣﻴﻦ».
Dari Wail bin Hujr bahwa ia mendengar ketika Rasulullah shalallahu alaihi wasallam membaca ayat ke 7 dari surat Fatihah Nabi membaca “Ya Tuhanku, ampunilah aku. Amin”
ﺭﻭاﻩ اﻟﻄﺒﺮاﻧﻲ ﻭﻓﻴﻪ ﺃﺣﻤﺪ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ اﻟﺠﺒﺎﺭ اﻟﻌﻄﺎﺭﺩﻱ ﻭﺛﻘﻪ اﻟﺪاﺭﻗﻄﻨﻲ ﻭﺃﺛﻨﻰ ﻋﻠﻴﻪ ﺃﺑﻮ ﻛﺮﻳﺐ ﻭﺿﻌﻔﻪ ﺟﻤﺎﻋﺔ ﻭﻗﺎﻝ اﺑﻦ ﻋﺪﻱ: ﻟﻢ ﺃﺭ ﻟﻪ ﺣﺪﻳﺜﺎ ﻣﻨﻜﺮا
HR Thabrani, di dalamnya ada perawi Ahmad bin Abdul Jabbar Atharidi, dinilai tsiqah (terpercaya) oleh Daruquthni dan dipuji oleh Abu Kuraib. Ia dinilai dlaif oleh segolongan ulama. Ibnu Adi berkata: Aku tidak menemukan baginya hadis Munkar.
Penjelasan tambahan disampaikan oleh ulama Syafi’iyah:
ﻳﺴﺘﺜﻨﻰ ﻣﻦ اﻟﺘﻠﻔﻆ ﺑﺸﺊ اﻟﺘﻠﻔﻆ ﺑﺮﺏ اﻏﻔﺮ ﻟﻲ، ﻓﺈﻧﻪ ﻻ ﻳﻀﺮ ﻟﻠﺨﺒﺮ اﻟﺤﺴﻦ: ﺃﻧﻪ – ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ – ﻗﺎﻝ ﻋﻘﺐ (ﻭﻻ اﻟﻀﺎﻟﻴﻦ) : ﺭﺏ اﻏﻔﺮ ﻟﻲ.
Larangan mengucapkan kalimat di dalam salat mengecualikan doa Robbighfir Li. Ini boleh berdasarkan hadis Hasan bahwa setelah membaca ayat Fatihah Nabi membaca doa Robbighfir Li.
ﻭﻗﺎﻝ ﻋ ﺷ : ﻭﻳﻨﺒﻐﻲ ﺃﻧﻪ ﻟﻮ ﺯاﺩ ﻋﻠﻰ ﺫﻟﻚ: ﻭﻟﻮاﻟﺪﻱ ﻭﻟﺠﻤﻴﻊ اﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ. ﻟﻢ ﻳﻀﺮ ﺃﻳﻀﺎ. اﻩ.
Ali Syibramulisi berkata: Dianjurkan menambah doa “Dan untuk kedua orang ku dan semua umat Islam”. Hal ini juga tidak apa-apa” (Hasyiatul Jamal 1/173)
Membaca doa secara khusus di dalam salat juga diamalkan oleh seorang ulama Mujtahid 4 Mazhab. Imam Ahmad berkata:
إني لأدعو الله للشافعي في صلاتي منذ أربعين سنة، أقول اللهم اغفرلي ولوالدي ولمحمد بن إدريس الشافعي
Artinya, “Aku berdoa kepada Allah untuk Syafi’i dalam salatku selama empat puluh tahun. Aku berdoa, ‘Ya Allah ampunilah aku, kedua orang tuaku, dan Muhammad bin Idris As-Syafi’i.’” (Al-Baihaqi, Manaqib Al Imam Asy-Syafii 255). [HW]
[…] ada segolongan ulama yang memvonis hadis dhaif tidak boleh diamalkan dan disetarakan dengan hadis palsu. Tapi kita tetap ikut mayoritas ulama […]