Berita

Transformasi Sosial Ekonomi Melalui Ekosistem Zakat di Indonesia

Zakat merupakan salah satu pilar penting dalam agama Islam. Zakat tidak hanya berkaitan dengan harta benda, tetapi juga berdimensi sosial ekonomi yang dikenal dengan habluminallah-habluminannas. Dalam konsep Islam, harta adalah milik mutlak Allah SWT. Manusia hanya bertindak sebagai penerima titipan. Oleh karena itu, pengelolaan harta harus sesuai dengan kehendak pemilik-Nya.

Salah satu ketentuan Allah berkaitan dengan harta adalah adanya hak orang lain di dalamnya. Setiap muslim yang memenuhi syarat wajib menunaikan zakat. Al-Qur’an menyebut kata zakat sebanyak 32 kali, di mana 26 kali di antaranya disebut bersamaan dengan sholat. Hal ini menunjukkan pentingnya zakat dalam Islam. Zakat tidak hanya merupakan ibadah, tetapi juga memiliki peran penting dalam peningkatan kesejahteraan ekonomi umat.

Sebagai negara dengan mayoritas penduduk Muslim, Indonesia memiliki potensi zakat yang sangat besar. Berdasarkan indikator pemetaan potensi zakat (IPPZ) tahun 2019, potensi zakat Indonesia tercatat senilai Rp 233,8 triliun. Angka ini setara dengan 1,72% dari PDB Indonesia tahun 2018 sebesar Rp 13.588,8 triliun (Puskas BAZNAS, 2019). Pada tahun 2020, potensi zakat nasional meningkat menjadi Rp 327,6 triliun. Sayangnya, realisasi penerimaan zakat masih jauh dari angka tersebut. Hal ini menunjukkan rendahnya tingkat inklusi pembayaran zakat di Indonesia.

EKSISTENSI PENGELOLAAN & TIPOLOGI SISTEM PERZAKATAN

Pengelolaan zakat mencakup dua aspek utama: penghimpunan dan penyaluran. Keduanya terhubung melalui tata kelola yang dijalankan oleh institusi tertentu. Namun, tidak adanya standar baku dalam pengelolaan zakat menyebabkan perbedaan sistem di berbagai negara Muslim modern.

Secara umum, pengelolaan zakat dapat dikelompokkan menjadi tiga tipologi berdasarkan regulasi dan kewajiban hukumnya:

  1. Model Komprehensif: Negara memiliki undang-undang formal tentang zakat. Zakat menjadi kewajiban hukum bagi warga negara.
  2. Model Parsial: Negara memiliki dasar hukum tentang zakat, tetapi sifatnya sukarela.
  3. Model Sekuler: Zakat dianggap sebagai urusan pribadi, tanpa campur tangan pemerintah.
Baca Juga:  Perkawinan Anak, Mengapa Masih Terjadi?

PELUANG EKOSISTEM INDUSTRI HALAL KLASTER ZAKAT

Zakat berpotensi mendorong pengembangan industri halal di Indonesia. Sebagai institusi Islam, zakat bertujuan menciptakan keadilan dan kesejahteraan ekonomi umat. Prioritas distribusi zakat kepada fakir miskin dapat memberdayakan UMKM. Sebagian besar UMKM ini berada di sektor yang dapat dikategorikan sebagai bagian dari industri halal, namun belum memiliki sertifikasi halal.

Dana zakat dapat membantu pelaku UMKM, khususnya yang tergolong fakir miskin, untuk mendapatkan sertifikasi halal. Secara makro, zakat juga memiliki dampak positif terhadap konsumsi agregat, investasi, dan pertumbuhan ekonomi. Peningkatan konsumsi dan investasi zakat dapat mendorong pengurangan pengangguran, penurunan kemiskinan, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat.

QUICK WINS

  • Otomatisasi zakat bagi institusi, khususnya yang berbasis pemerintah.
  • Implementasi dan harmonisasi regulasi terkait zakat, seperti UU Zakat No. 23/2011 dan UU Pajak Penghasilan No. 36/2008.
  • Meningkatkan kesadaran muzakki dalam membayar zakat, baik secara wajib maupun sukarela.
  • Mendorong BAZNAS dan LAZ untuk meningkatkan penghimpunan zakat melalui media digital seperti aplikasi, televisi, dan internet.

Dengan pengelolaan yang lebih baik dan dukungan regulasi, zakat dapat menjadi instrumen utama dalam mendorong transformasi sosial ekonomi di Indonesia.

Faizul Abrori
Dosen tetap di STAI Nurul Huda Kapongan Situbondo. Sekretaris NU CARE LAZISNU PCNU Situbondo, Wakil sekretaris BAANAR PC GP ANSOR SITUBONDO Wakil Ketua LTNU PCNU Situbondo hingga sekarang Ketua LP2M STAINH Ketua Kader Inti Pemuda Anti Narkoba (KIPAN) DPC Situbondo.

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Berita