Al-Imam Abdullah bin Alawi al-Haddad adalah seorang ulama pembaharu (mujaddid) yang tidak asing lagi namanya. Selain terkenal sebagai penyusun ratib (beliau adalah shahib râtib al-Haddâd dan Wirdul Lathîf), beliau pun menulis banyak kitab yang banyak dikaji khususnya di Indonesia. Salah satu dari kitab beliau yang terkenal ialah kitab al-Nashâih al-Dîniyyah yang mengkaji tentang nasihat-nasihat keagamaan yang sangat bermanfaat dalam kehidupan. Kesempatan kali ini saya ingin mengajak pembaca untuk mengaji kitab ini dengan ringkas namun kita dapat mengambil pelajaran berharga yang beliau sampaikan di dalamnya.
Imam Abdullah al-Haddad membuka pembahasan pada kitab ini mengenai takwa. Takwa adalah perintah Allah swt kepada hamba-Nya sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِۦ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. (QS. Ali Imran: 102)
Beliau mengungkapkan, bahwa perintah takwa untuk umat Islam bukanlah tanpa alasan. Akan tetapi, banyak kebaikan yang akan didapat manusia jika ia bertakwa kepada Allah swt. Kebaikan itu tidak hanya untuk kehidupan di dunia namun juga pastinya untuk kehidupan akhirat. Oleh sebab itu, Allah swt menjadikan takwa sebagai perantara kita untuk dapat menggapai segala kebaikan tersebut. Dan hendaknya pula, kita tidak hanya berusaha mengamalkan ketakwaan untuk diri sendiri, akan tetapi juga mengingatkan saudara kita tentang pentingnya takwa.
Selanjutnya, Imam Abdullah memaparkan beberapa kebaikan yang agung dan kebahagiaan yang akan didapat oleh hamba yang bertakwa:
- Perasaan selalu dibersamai oleh Allah swt. Sehingga ia akan selamat dari perbuatan maksiat dan perasaan lebih tenang sebab yakin akan penjagaan-Nya.
- Dapat membedakan saat menghadapi permasalahan, mana yang baik dan mana yang buruk. Selain itu takwa juga menjadi penghapus kesalahan dan pengampun dosa. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah swt berikut,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِن تَتَّقُوا۟ ٱللَّهَ يَجْعَل لَّكُمْ فُرْقَانًا وَيُكَفِّرْ عَنكُمْ سَيِّـَٔاتِكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ۗ وَٱللَّهُ ذُو ٱلْفَضْلِ ٱلْعَظِيمِ
Hai orang-orang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, Kami akan memberikan kepadamu Furqaan. Dan kami akan jauhkan dirimu dari kesalahan-kesalahanmu, dan mengampuni (dosa-dosa)mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar. (QS. al-Anfâl: 29)
- Selamat dari api neraka.
- Dapat keluar dari kesulitan dan wasilah mendapat rizki dari arah yang tak terduga, serta mendatangkan kemudahan dan pahala baginya.
- Dijanjikan surga.
- Kemuliaan di dunia dan akhirat.
Mengenai hal ini, Allah swt berfirman dalam Al-Quran:
اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ
Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah swt ialah orang yang paling bertakwa. (QS. al-Hujurât: 13)
Imam Abdullah menegaskan, bahwa ayat ini jelas menegaskan bahwa ukuran kemuliaan seseorang baik di dunia dan akhirat adalah tingkat ketakwaannya. Kemuliaan tidak dapat dilihat dari nasab keturunan, tidak juga dari banyaknya harta, tidak dari ketenaran maupun kedudukan, dan perkara duniawi lainnya. Maka hendaknya seorang mukmin menyibukkan dirinya dalam ketakwaan sebab itulah yang akan mengantarnya pada kemuliaan di sisi Allah swt.
Dan untuk mendapatkan segala kebaikan dan kebahagiaan yang sudah disebutkan, jalan satu-satunya adalah menanamkan ketakwaan dalam hati kita. Lalu apa sebenarnya takwa itu? Imam Abdullah al-Haddad masih dalam kitab Nashâih memaparkan beberapa pengertian takwa, di antaranya, “Takwa ialah mengerjakan perintah-perintah Allah swt dan menjauhi larangan-Nya baik secara dzahir maupun batin, disertai dengan pengagungan akan Allah swt.”
Beliau juga mengutip pendapat sebagian ahli tafsir saat menafsirkan ayat mengenai perintah bertakwa dengan sebenar-benar takwa,
هو أن يطاع فلا يعصى, ويذكر فلا ينسى, ويشكر فلا يكفر
Sebenar-benarnya takwa ialah dengan mentaati dan tidak bermaksiat, dengan terus mengingat dan tidak lupa, serta dengan terus bersyukur dan tidak kufur.
Meski begitu, setiap dari kita tentu akan kesulitan dan tidak akan sampai pada makam takwa dengan sebenar-benarnya takwa. Maka yang perlu kita lakukan adalah terus berusaha semaksimal mungkin untuk menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Serta teruslah berdoa agar Dia memberi perlindungan kepada kita dari hal-hal yang tidak Dia cintai. Wallahu a’lam. [HW]