Polemik yang masyhur terjadi akibat mengkaji sebuah nash dalil hadist hanya melihat dari satu majelis, ke-tidak obyektif-an dari dai penceramah menjadi peyebab utama “pengaburan” nash dalil yang lain, yang berakibat sengketa carut marut sebuah amaliah yang mestinya menjadi ladang pahala bagi umat muslim.
Jauh sebelum muncul orang-orang yang hanya tholib ilmi (penuntut ilmu) bukan dalam kapasitas mufti istimbath (pengambil keputusan dari suatu nash dalil) , sudah ada ulama yang bergelar Hujjatul Islam, Imam al Ghazali (450 – w.505 H), dalam kitabnya “menganjurkan” membaca beberapa surat al-Qur’an pada malam jum’at:
“Disunnahkan pada hari jumat atau pada malamnya, untuk melakukan shalat empat rakaat dengan membaca surat-surat berikut: Surat al-An’am, al Kahfi, Taaha dan Surat Yaasin. Jika tidak mampu maka bisa hanya dengan membaca Surat Yasin dan ad Dukhan, alif laam mimm as-Sajadah dan Surat al Mulk”.
Membaca Surah Al-Kahfi dapat dilakukan pada malam atau siang hari di Hari Jumat. Keutamaan membaca surat ini, Allah akan memberikan ketenangan hati bagi umat-Nya yang membaca Surat al Kahfi hingga satu pekan kemudian. Ketenangan hati ini berguna dalam setiap pekerjaan yang terkadang memberatkan dan membutuhkan kesabaran.
Orang-orang yang hanya ber majlis pada kelompoknya saja “ngotot” pada anjuran membaca surah al-Kahfi, berpegang pada hadist yang diriwayatkan dalam kitab al Mustadrak karya al-Hakim. Al Hakim menyusun kitab ini pada tahun 393 H ketika “berumur 72 tahun”.
Kitab ini memuat 9045 hadits, salah satu hadist yang di-riwayatkan al-Hakim mengenai amaliah membaca surah al-kahfi:
“Barangsiapa membaca surat Al-Kahfi pada hari Jum’at, maka ia akan disinari oleh cahaya di antara dua Jumat. (Hr Hakim).
Terlepas dari amaliah membaca surah al-Kahfi, kitab al-Mustadrak banyak mendapat “kritik” dari para ulama mu’tabar.
Jika kita melihat kitab al-Mustadrak secara umum, maka akan mendapatkan bahwa al Hakim terlalu mudah dalam menilai “shahih” hadits-hadits yang tidak shahih.
Ahli hadist imam adz-Dzahabi (673 H) berkata: “Dalam kitab al-Mustadrak terdapat banyak hadits yang sesuai kriteria Bukhari dan Muslim atau salah satunya. Jumlahnya sekitar separuh dari isi kitab. Seperempatnya memiliki sanad yang shahih, sedangkan sisanya (seperempat lagi) merupakan hadits-hadits munkar yang lemah dan tidak shahih, yang sebagiannya maudhu’.”
Ini merupakan hal yang mengherankan, karena al-Hakim termasuk salah seorang ahli hadits yang brilian dibidangnya. Ada yang berkata, “Hal itu disebabkan bahwa dia menulisnya pada akhir masa hidupnya, yang saat itu dia sudah agak pelupa.”
Al-Hafizh Ibnu Hajar Asqalani (773 H) berkata: “Al-Hakim bersikap mutasahil (menggampangkan) karena dia mengkonsep kitab tersebut untuk “diralat kemudian, tetapi dia meninggal sebelum sempat meralat dan membetulkannya.”
Banyak periwayat hadits yang berkata, “Sesungguhnya sikap al-Hakim yang menyendiri dari para Imam hadits dalam men-shahih-kan suatu hadits perlu dikaji, sehingga dapat diketahui mana yang shahih, hasan, dan dha’if.”
Selain Surat Al-Kahfi, umat islam juga dianjurkan membaca Surat Yasin pada hari Jumat. Ulama era pertengahan Safiiyah yekh Abdur Rauf al Manawi, lahir di Mesir tahun 952 H, menyebut beberapa surat yang diterangkan keutamaannya dalam sebuah hadits, yaitu Surat al Baqarah, Ali Imran, al Shaffat, Yasin, dan surat-surat yang menyebutkan ihwal Ali Imran.
Keutamaan membaca Surat Yasin sendiri ditegaskan dalam sebuah hadits riwayat Abu Daud dalam kitab Sunnan-nya. Imam Abu Daud (202- 275 H) menyusun kitabnya di Baghdad. Minat utamanya adalah syariat, jadi kumpulan hadis-nya berfokus murni pada hadis tentang syariat. Setiap hadis dalam kumpulannya diperiksa kesesuaiannya dengan al Qur’an, begitu pula sanadnya. Dia pernah memperlihatkan kitab tersebut kepada Imam Ahmad untuk meminta saran perbaikan, “sebagai catatan” artinya imam Ahmad sebagai “mentor” (orang yang lebih pengalaman dan bijaksana dalam disiplin ilmu) dari imam Abu Daud tentu mengetahui akan hadist-hadits yang terdapat dalam kitab tersebut. Salah satu dari 4800 hadist yang terdapat dalan “sunnan” Abu Daud:
من قرأ سورة يس والصافات ليلة الجمعة أعطاه الله سؤله
“Barangsiapa membaca surat Yasin dan al-Shaffat di malam Jumat, Allah mengabulkan permintaannya.”(Hr Abu Daud ).
Bagi orang yang kurang fasih membaca Alquran terutama pada surat-surat panjang, Imam Al Ghazali “menganjurkan” agar menggantinya dengan membaca salawat kepada Nabi Muhammad saw dan membaca surat-surat pendek, seperti Qs Al Ikhlas (Qulhu).
Membaca selawat sebanyak-banyaknya sangat dianjurkan, selain untuk bekal kelak di hari kiamat, selawat juga bisa memudahkan dalam mendapatkan suatu kebaikan. Rasulullah bersabda:
“Maka perbanyaklah (shalawat) kepadaku pada hari (jum’at) ini, sesungguhnya sholawat kalian akan ditampakkan kepadaku”. (Hr Abu Daud).
Jadi sudah “tepat” apa yang sebagian umat muslim lakukan degan amaliah tahlil-lan pada mlm jum’at, dimana umat muslim berkumpul bersama-sama membaca surat-surat al-Qur’an, diantaranya yang masyhur di baca pada saat tahlil surah al-Fatihah, al-Baqarah, al-Ikhlas, al-Nas, al-Falaq, ayat Kursy dan surah Yasin. Tidak ketinggalan bacaan tasbih, tahmid, sholawat yang semuanya berdasar dalil kesunnahan.
يجتمع قوم مسلمون يدعو بعضهم ويؤمن بعضهم إلا استجاب الله دعاءهم
“Tidak lah berkumpul suatu kaum Muslimin, lalu sebagian mereka berdoa, dan sebagian lainnya mengucapkan amin, kecuali Allah pasti mengabulkan doa mereka”. (Hr Thabarani, al Hakim).
“Sebaik-baik zikir ketahuilah adalah lafal ‘La ilaha illallah’, tiada tuhan selain Allah, zat yang hidup dan ujud”.
Lucunya banyak orang-orang awam yang “digiring” secara masif untuk mem bid’ah kan amaliah mayoritas umat muslim yang membaca surah Yasin pada malam jum’at.
Baik surah al-Kahfi maupun surah Yasin sama-sama ada dalilnya terlepas dari kritik terhadap suatu hadist hal yang lumrah terjadi di kalangan ulama.
Rasulullah bersabda: “Siapa saja membaca satu huruf dari Kitabullah (al-Qur’an), maka dia akan mendapat satu kebaikan. Sedangkan satu kebaikan dilipatkan kepada sepuluh semisalnya. Aku tidak mengatakan alif lam mim satu huruf. Akan tetapi, alif satu huruf, lam satu huruf, dan mim satu huruf”. (Hr At-Tirmidzi).
Adapun kita sebagai orang yang hidup di zaman sekarang yang kebagian sisa-sisa ilmi ulama harusnya bersyukur bisa tahu fadilah amaliah-amaliah membaca surat-surat al-Qur’an. Bukan malah saling merasa benar sendiri hanya berdasar ikut satu majelis kelompoknya, kemudian men tabdi (menuduh bid’ah) terhadap amaliah bukan kelompoknya. Baik surah al Yasin atau surah al Kahfi sama-sama berdasar dalil hadist mengenai kebolehan keutamaan waktu membacanya.
Yang salah pada malam jum’at bukanya menambah ibadah ke sunnah-an, tetapi malah nuduh bid’ah, bid’ah, bid’ah, meyimpang, tidak ada tuntunanya, dll… terhadap amaliah umat muslim.
Dalam sahih Bukhari yang merupakan otorotis kumpulan hadist sahih, Rasulullah memberi “ultimatum” kepada uamatnya:
أن أعظم المسلمين جرما من سال عن شيء لم يحرم فحرم من اجل مسالت
“Sebesar-besar kejahatan muslimin (pada muslim lainnya) adalah yang mempermasalahkan suatu hal yang tidak diharamkan, Namun menjadi haram sebab ia mempermasalahkan.” (Bidayatul Hidayah).
والله اعلم