“Amal—ibadah—tanpa didasari dengan ilmu, maka tidak akan diterima seluruh amal—ibadah—nya”. Kata seorang kyai di desa.
Beliau pun meneruskan, “Dan ilmu bersumber dari Al-Quran dan Hadits yang diperas menjadi bagian-bagian ilmu khusus yang umumnya memakai bahasa arab. Oleh karenanya kita harus memahami suatu fan(cabang) ilmu yang dijuluki ibu dan ayah ilmu yakni ilmu nahwu dan sharaf yang akan kita pelajari hari ini dengan kitab Al-Jurumiah”. Tutup beliau sebelum memulai pengajian kitab jurumiah di masjid bagi santri-santri junior.
Kitab Al-Jurumiah merupakam kitab karangan Syekh Muhammad As-sonhaji. Beliau lahir di Kota Fez, negeri Maroko, pada tahun 682 H. Beliau dijuluki Ibnu Ajurrum. Kata Ajurrum sendiri berasal dari bahasa Barbar yang berarti zuhud. Ada yang berpendapat beliau lahir tahun 672 H. Dia wafat di kota Fez pada tahun 723 H/ 1323 M. Kata As-Sanhaji merupakan gelar dari Kabilah As-sanhajjah. Beliau selain ahli dalam ilmu tata bahasa arab, juga ahli dalam ilmu faraidh, ilmu sastra Arab, dan ilmu hisab. Kepakarannya pada ilmu qiraat pun melahirkan beberapa karya. Dalam ilmu tata bahasa arab sendiri beliau mengikuti aliran Kuffah sehingga beliau dalam kitabnya menggunakan istilah khafd bukan jar dalam peneyebutan salah satu istilah dalam bab I’rab.
Kyai desa yang sedang mengajar santri-santri muda di masjid tadi, lalu menerangkan bahwa kitab yang dikarang oleh Syekh Muhammad As-Sonhaji merupakan sebuah kitab yang lahir dari buah keihklasan pengarang yang telah teruji keikhlasannya.
Beliau lalu bercerita, ketika Syekh Muhammad As-Sonhaji telah rampung mengarang kitab Al-Jurumiah, beliau kemudian menguji keikhlasannya dalam mengarang kitab ini dengan meletakkan kitabnya di sungai selama setahun dan diletakkan di atas Ka’bah selama setahun pula. Sebelum meletakkan kitabnya, beliau berkata, “Apabila dalam mengarang kitab ini aku ikhlas, maka kitab ini tidak akan rusak”. Dan terbukti sekarang, kitab ini masih ada untuk dipelajari di seluruh pesantren bahkan di seluruh dunia Islam.
Dalam kurikulum pesantren, Kitab Jurumiah ini memanglah kitab dasar bagi santri sebagai pijakan dalam belajar ilmu nahwu. Sebelum nantinya akan beranjak ke kitab-kitab selanjutnya seperti, Kitab Imrithi dan Kitab Alfiyah Ibnu Malik dan lain sebagainya.
Walaupun dasar, tapi, Kitab Al-Jurumiah tetaplah harus dipelajari di awal untuk memahami berbagai ilmu dalam Al-Quran dan hadis yang terperas menjadi kitab-kitab fiqh, tauhid, atu tasawuf. Terutama yang berhubungan dengan ibadah. Yang tentunya memakai pengantar berbahasa arab. Seperti yang dinadhamkan/disyairkan oleh Syekh Syarifuddin Yahya Al-imrithi dalam kitabnya Al-imrithi:
والنحو اولى اولا ان يعلما اذالكلام دونه لن يفهما
Artinya: Ilmu nahwu utamanya dipelajari terlebih dahulu karena tanpanya kalam-kalam (Al-Quran) tidak dapat dipahami.
Kitab ini berisi 25 bab yang diawali dengan bab kalam sebagai dasar pemahaman bentuk kalimat (kata) dalam Bahasa Arab yakni, Isim (kata benda,sifat,dan nama) , Fiil (kata kerja) , dan Huruf. Lalu pengarang akan membawa pembaca atau pembelajar untuk hanyut menikmati setiap penjelasan dari masing-masing bab seperti membaca novel. Yang mana salah satu bab terpenting yamg beliau terangkan adalah bab yang menerangkan pengertian I’rab yakni, perubahan di akhir kata dikarenakan hal-hal yang mempengaruhinya baik secara lafad atau dikira-kirakan. Dan tanda-tandanya seperti, dhammah, fathah, kasrah, dan sukun, yang mana bab ini merupakan salah satu bab terpenting untuk santri agar dapat membaca tulisan arab gundul. Yang tetap memahamkan kepada santri junior yang baru belajar nahwu atau tata bahasa Arab.
Lalu pengarang menutup atau mengakhiri Kitab Al-Jurumiah ini dengan bab mahfudhat al-asma’ yakni, isim-isim yang dihafd/dijarkan seperti, isim yang dihafdkan dengan huruf hafd itu sendiri atau isim yang dihafdkan dengan bantuk kalimat idhafah—yakni bentuk kalimat yang terususun oleh dua isim yang berdampimgan dengan syarat-syarat tertentu—sebagai keterangan pamungkas.
Di dalam kitab ini juga ada beberapa metode yang dipakai oleh Syekh Muhammad As-Sonhaji dalam menerangkan ilmu Nahwu sebagai alat untuk memahami teks-teks bahasa Arab umumnya, serta Al-Qur’an dan Hadis pada khususnya. Metode-metode itu menurut penulis antara lain:
- Memberikan definisi di awal setiap pembahasan sebuah bab
- Menjelaskan jenis-jenis setelah pengklasifikasian setiap bab
- Diterangkan secara ringkas, gamblang, dan menyeluruh
- Pengarang juga tak lupa memberikan contoh-contoh pada beberapa bagian yang disebutkan
Dari ketiga metode yang telah disebut oleh penulis di atas, poin keempat merupakan suatu hal yang mencolok. Karena dengan contoh-contoh yang diberikan oleh pengarang menjadikan karakter-karakter contoh tersebut sebagai “artis” tersendiri di bidang ilmu Nahwu dan lingkungan pondok pesantren. Sebut saja diantaranya adalah Zaid, Hindun, ‘Amr. Nama ketiganya seakan menjadi primadona di setiap pembahasan kitab-kitab gramatikal Arab.
Selain isi dan metode yang menarik, bentuk kitab ini sendiri pula tak kalah unik. matan adalah bentuk kitab yang dipilih oleh Syekh Muhammad As-Sonhaji dalam mengarang kitab ini. Yakni bentuk karangan yang berfokus pada penjelasan yang ringkas namun memahamkan dan tak berbentuk syair. Walau begitu, banyak ulama yang memberikan syarah (penjelas) terhadap kitab ini. Diantaranya adalah, kitab mukhtashar jiddan karya SayyidAhmad Zaini Dahlan, kitab I’rab Al-Ajurumiyah karya Khalid bin Abdullah Al-Azhari, dan kitab Al-Amtsilah ala syarh Al-Ajurumiyahkarya Dr. KH. Ach. Muhyiddin Khatib, M.H.I. yang berasal dari Indonesia.
Tentu, segala keunikan yang terdapat pada isi, metode, bahkan bentuk karangan kitab ini ditujukan agar dapat mudah dikaji, diapahami, dan ditelaah dengan ringkas, padat, jelas, dan utuh oleh para santri yang akan menjadi ulama-ulama kedepannya. Terutama santri-santri junior yang baru mempelajari ilmu nahwu, kitab ini seakan menjadi pembuka gerbang ilmu tersebut. [HW]
[…] kita membuka dan membaca kitab-kitab nahwu seperti al-Jurumiyah, ‘Imrithi, atau Alfiyah ibn Malik, seringkali kita menemukan bahwa mayoritas contoh-contoh di […]