khotbah idul adha nabi ibrahim

Khotbah Idul Adha dengan tema Nabi Ibrahim Sebagai Ayah Teladan (Durasi 15 Menit) Jumat, 10 Dzulhijjah 1441/ 31 Juli 2020. Berikut isi khotbah Idul Adha singkat, semoga bermanfaat.

اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ كُلَّمَا هَلَّ هِلاَلٌ وَاَبْدَرَ اللهُ اَكْبَرْ كُلَّماَ صَامَ صَائِمٌ وَاَفْطَرْ اللهُ اَكْبَرْ كُلَّماَ تَرَاكَمَ سَحَابٌ وَاَمْطَرْ وَكُلَّماَ نَبَتَ نَبَاتٌ وَاَزْهَرْ وَكُلَّمَا اَطْعَمَ قَانِعُ اْلمُعْتَرْ.
اَلْحَمْدُ لِلِّه الَّذِي فَضَّلَ عَشْرَ ذِى الْحِجَّةِ بِتَضْعِيْفِ اُجُوْرِ اْلعِباَدَاتِ.

فَمَنْ كَانَ خَرَجَ مِنْ بَيْتِهِ اِلَى شِرَاءِ الْاُضْحِيَةِ كَانَ لَهُ بِكُلِّ خَطْوَةٍ عَشْرُ حَسَنَاتٍ وَمُحِيَ عَنْهُ عَشْرُ سَيِّئَاتٍ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلهَ إِلَّا اللّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ المُوْجِدُ الْمُعْدِمُ الْمَخْلُوْقَاتِ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ رَغَّبَ اُمَّتَهُ فِى الْاُضْحِيَّةِ وَ اَعْمَالِ الصَّالِحاَتِ.

اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَ سَلِّمْ عَلى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ سَيِّدِ السَّادَاتِ وَعَلى الِهِ وَصَحْبِهِ ماَ اخْتَلَفَتِ الْاَيَّامُ وَ السَّاعاَتُ.

اَمَّا بَعْدُ. فَيَا عِبَادَاللهِ اِتَّقُوااللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ ،

Saudara kaum muslimin-muslimat yang dimuliakan oleh Allah

Alhamdulillah, pada pagi hari ini kita bisa menyelenggarakan salat Idul Adha. Meskipun tetap dalam kondisi physical distancing dan tetap mentaati prosedur kesehatan dalam rangka penanggulangan Covid-19, semoga tidak mengurangi kekhusyukan kita dalam menjalankan ibadah ini.

Oleh karena itu, marilah kita bersyukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas anugerah kesehatan dan nikmat umur karena hari ini masih diberi kesempatan oleh-Nya menjalankan ibadah ini, yaitu dengan cara meningkatkan ketakwaan dan keimanan kita. Tiada orang yang beruntung di sisi Allah, kecuali mereka yang bergelar al-Muttaqin.

Hadirin hadirat yang dirahmati oleh Allah

Prosesi penyembelihan hewan qurban yang akan kita laksanakan setelah ini, merupakan wujud dari rasa syukur kita atas segala nikmat yang dikaruniakan oleh Allah subhanahu wa ta’ala kepada kita semua, sebagaimana perintah Allah yang termuat dalam Surat al-Kautsar:

. إِنَّآ أَعۡطَيۡنَٰكَ ٱلۡكَوۡثَرَ ١ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَٱنۡحَرۡ ٢ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ ٱلۡأَبۡتَرُ ٣

Sungguh, Kami telah memberimu (Muhammad) nikmat yang banyak. Maka laksanakanlah salat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah). Sungguh, orang-orang yang membencimu dialah yang terputus (dari rahmat Allah).

Berbahagialah bagi panjenengan semua, bapak ibu, yang mampu melaksanakan ibadah kurban. Sebab di dalam ekonomi yang menurun sebagai dampak pandemi ini, panjenengan masih menyisihkan rezekinya untuk berkurban. Ini adalah anugerah istimewa di mana kebaikan ini kelak menjadi saksi di hari kiamat.

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « مَا عَمِلَ ابْنُ آدَمَ يَوْمَ النَّحْرِ عَمَلاً أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ هِرَاقَةِ دَمٍ وَإِنَّهُ لَيَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَظْلاَفِهَا وَأَشْعَارِهَا وَإِنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ عَلَى الأَرْضِ فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا »

Baca Juga:  Spiritualitas Pendidikan di Era Normal Baru

Dari Sayyidah ‘Aisyah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah pada hari nahr manusia beramal suatu amalan yang lebih dicintai oleh Allah daripada mengalirkan darah dari hewan kurban. Ia akan datang pada hari kiamat dengan tanduk, kuku, rambut hewan kurban tersebut. Dan sungguh, darah tersebut akan sampai kepada (ridha) Allah sebelum tetesan darah tersebut jatuh ke bumi, maka bersihkanlah jiwa kalian dengan berkurban.” (HR. Ibnu Majah)

Mari, bapak ibu semuanya, yang belum memutuskan berkurban padahal memiliki rezeki yang melimpah, segera beli hewan kurban untuk disembelih dan dibagi-bagikan pada hari ini, atau besok. Senyampang nyawa masih ada, juga kesehatan masih prima dan rezeki masih ada.

Hadirin Hadirat Jamaah Salat Idul Adha yang dimuliakan oleh Allah

Kurban adalah peristiwa monumental yang selain memiliki nilai sejarah, juga mengandung nilai ibadah dan hikmah. Nabiyullah Ibrahim diperintah oleh Allah menyembelih anak kesayangannya, sebagai wujud ketaatan seorang hamba kepada Tuhannya. Padahal sudah berpuluh tahun lamanya beliau menunggu kelahiran putranya, namun ketika Ismail alaihissalam menginjak remaja, Allah malah memerintahkannya untuk menyembelih buah hatinya.

Sebagai bagian dari ajaran agama, ada beberapa nilai pendidikan yang bisa dipetik dari peristiwa yang dijalani oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail alaihimassalam ini.

Di antaranya:

Pertama. Ketaatan menjalankan perintah Allah. Secara rasional, mustahil menyembelih anak sendiri, namun karena perintah, Nabiyullah Ibrahim melaksanakannya, walaupun Allah kemudian menggantinya dengan seekor domba. Ada satu hal menarik dalam dialog antara Nabi Ibrahim dengan Nabi Ismail yang diabadikan dalam Surat Ash-Shaffat, ayat 102.

يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ

Artinya: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu

Ketika menyampaikan kabar ini, Nabi Ibrahim ‘alaihissalam juga menunggu reaksi dari putranya, yaitu Ismail ‘alaihissalam, dengan menanyakan pendapatnya.

فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى.

Maka pikirkanlah apa pendapatmu?

Ketika sang ayah memberikan pertanyaan tersebut, maka Ismail ‘alaihissalam menjawabnya dengan penuh kepastian.

قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ

Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.”

Hadirin Hadirat yang berbahagia

Apa yang dijelaskan dalam ayat tersebut menarik. Dalam membuat keputusan penting, ayah mengajak anaknya berdialog. Si ayah yang bijak, dan anak remaja yang mulai tumbuh pemikirannya. Keduanya membuat keputusan bersama.

Saat ini, pola komunikasi seperti ini jarang terjadi. Orangtua sibuk sendiri, sedangkan anak juga asyik dengan urusannya. Komunikasi pun macet. Akhirnya lebih banyak bertengkar. Bahkan, biasanya broken home terjadi karena bermula dari komunikasi yang bermasalah antara orangtua dengan anak.

Baca Juga:  Konflik Sosial Keagamaan di Masa Pandemi Covid 19

Oleh karena itu, melalui dialog tersebut, kita belajar cara berkomunikasi. Diawali dengan sapaan “ya bunayya”, wahai anakku, dilanjutkan dengan pendapat beliau. Lantas, disambung dengan pertanyaan kepada yang bersangkutan. Yaitu, menguji pola pikir dan konsistensi anak yang mulai tumbuh remaja. Lantas, dijawab oleh Ismail alaihissalam dengan jawaban yang lembut tapi tegas, sekaligus kepercayaan diri apabila dirinya merupakan orang-orang yang sabar.

Di sinilah pentingnya kita menjadi orangtua yang bukan saja melatih diri agar berkomunikasi dengan baik kepada anak, melainkan juga melatihnya mengemukakan pendapatnya dengan baik, sekaligus bersikap percaya diri, serta menumbuhkan semangatnya di dalam beribadah kepada Allah SWT. Sebaliknya, Nabi Ismail alaihissalam juga menunjukkan ketaatan kepada orangtuanya, kesopanan dan etika yang baik ketika menjawab pertanyaan ayahnya, juga penghambaan kepada Allah SWT.
Hadirin Hadirat yang dimuliakan oleh Allah.

Aspek kedua yang ada di dalam Surat Asshaffat ayat 102 tersebut adalah ketauhidan. Ketika Nabi Ibrahim menyampaikan mimpinya dan meminta pendapatnya, Nabi Ismail sama sekali tidak memprotes atau membangkang. Tentu kesalehan semacam ini tumbuh karena pendidikan dari orangtua yang menanamkan ketaatan kepada Sang Khaliq. Nabi Ibrahim memberikan contoh, sedangkan Nabi Ismail meniru karakter ayahnya.

Orangtua harus menanamkan kecintaan kepada Allah melalui pendidikan ketauhidan dan pendidikan akhlak. Tauhid sebagai landasan sikap sebagai hamba, akhlak sebagai landasan sikap sebagai manusia. Kalau tidak mampu mendidik, silahkan dipondokkan, boleh juga diajarkan untuk belajar di madrasah diniyah, atau mendatangkan guru ngaji ke rumah. Jangan malu. Sebab, anak adalah investasi terbaik bagi orangtua di akhirat kelak. Tidak ada yang kita harapkan doanya, kecuali anak yang saleh yang senantiasa mendoakan kita kelak ketika kita semua sudah berkalang tanah.

Saat ini, di musim pandemi Covid-19 ini, dimana anak-anak lebih banyak di rumah, marilah kita memperbaiki komunikasi kita dengan mereka, sekaligus juga menata ulang pola pendidikan bagi mereka.

Yang sebelumnya jarang berkomunikasi, kini harus lebih sering, agar anak merasa dekat dengan orangtua. Jika sebelumnya anak keluyuran karena tidak kerasan di rumah, kini orangtua harus menjadi teman curhat, agar anak lebih mencintai orangtuanya dibandingkan dengan komunitasnya, geng-nya, atau kelompoknya. Jika sebelumnya lebih banyak diajar orang lain, kini saatnya orangtua mendidik anak. Jika sebelumnya hanya menyuruh anak bersembahyang, kini saatnya orang tua lebih sering mengajak anak salat berjamaah.

Covid-19 yang ada saat ini bukan untuk diratapi atau dicaci. Justru bisa kita ambil hikmahnya agar keluarga semakin harmonis, hubungan orangtua dan anak semakin membaik, dan lebih bisa meningkatkan kebersamaan dan kualitas ibadah dibandingkan dengan sebelum pandemi ini muncul. Pada akhirnya, kita harus berusaha dan berdoa agar pandemi ini segera dihilangkan oleh Allah.

Baca Juga:  Moderasi Beragama; Upaya Membangun Wajah Indonesia yang Damai ditengah Pandemi Covid-19

Jamaah Salat Idul Adha yang berbahagia

Demikianlah di antara hikmah peristiwa kurban yang dijalani oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail ‘alaihimassalam. Semoga kita bisa memetik pelajaran dari khotbah yang saya sampaikan ini dan semoga kita semua bisa melaksanakan beberapa hikmah pendidikan yang telah saya sampaikan.

اعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطنِ الرَّجِيْمِ. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ. إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الاَبْتَرُ
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلْ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ. فَاسْتَغْفِرُوْا اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khutbah II

اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ (4×) اللهُ اَكْبَرْ كبيرا وَاْلحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ الله بُكْرَةً وَ أَصْيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَللهِ اْلحَمْدُ
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا

أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآء مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ

Rijal Mumazziq Zionis
Pecinta Buku, Rektor INAIFAS Kencong Jember, Ketua LTN NU Kota Surabaya

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Khotbah