Beberapa hari lalu beredar video seorang youtuber melakukan wawancara dengan seorang perempuan yang pernah menjabat sebagai Menkes di ruang Pavilliun 206 RSPAD, youtuber itu pada awalnya adalah seorang pesulap tersohor di Indonesia. Mengapa video yang diunggah di Instagram-nya menjadi Viral?

Karena wawancara tersebut tidak sesuai dan tidak memenuhi persyaratan yang tercantum pada Peranturan Menteri Hukum dan HAM RI Pengelolaan dan Pelayanan Informasi dan Dokumentasi pada Direktorat Jendral Pemasyarakatan, Kantor Wilayah Kemenkumham dan UPT Pemasyarakatan, Pas No. M..HH-01.IN.04.03, 5 Oktober Tahun 2011. Hal ini diungkapkan oleh Kepala Bagian Humas dan Protokol Ditjen Pemasyarakatan Kemenkumham, Rika Aprianti.

Tentu saja video wawancara itu menjadi viral, sebab kecerobohan seorang Youtuber terhadap Undang-undang dan peraturan yang berlaku di Indonesia, ditambah banyaknya komentar dari para Netizen atas video tersebut. Sebagai seorang Youtuber yang memiliki banyak subscriber dan fans, sudah selazimnya memahami aturan main yang berlaku, apalagi yang diwawancarai adalah seseorang yang masih menjalani masa tahanan.

Meskipun dalam wawancara tersebut membahas hal-hal yang informatif, terutama perbincangan atas sikap politik yang dilakukan oleh mantan Menkes RI di Era SBY itu ketika mengatasi wabah Virus Flu Burung, Vaksin untuk Covid-19, dan kasus korupsi yang menimpa dirinya. Mengapa hal-hal seperti ini masih saja terjadi, masih banyak juga konten-konten prank yang tidak mendidik (not educate) beredar luas di Youtube?. Padahal kini Youtube lebih sering dikunjungi daripada Televisi.

Padahal beberapa aturan wawancara terhadap napi yang menjalani masa pidana sesuai Permenkumham, sudah terpapar jelas, diantaranya adalah:

Pasal 28 ayat (1): Peliputan untuk Kepentingan Penyediaan Informasi dan Dokumentasi harus mendapat izin secara tertulis dari Ditjen PAS.

Pasal 30 ayat (2): Peliputan hanya dapat dilakukan pada hari kerja dan jam kerja yang ditentukan oleh masing-masing unit/satuan kerja.

Pasal 30 ayat (4): Pelaksanaan peliputan harus didampingi oleh pegawai pemasyarakatan dan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan.

Pasal 32 ayat (2): Wawancara terhadap narapidana hanya dapat dilakukan jika berkaitan dengan pembinaan narapidana.

Ada hal mendasar yang sebenarnya menjadi rahasia umum, seorang Youtuber tentu saja ingin menyuguhkan konten yang berkualitas, unik dan orisinil, sayangnya terkadang ada hal-hal yang terpaksa diterobos demi angka views dan jumlah like yang ditargetkan. Inilah sumber permasalahan serius kita, ketika Youtube menjadi rujukan utama, ketika Youtuber menjadi sumber informasi kita, sementara yang menjadi Youtuber sendiri belum memantaskan diri untuk menjadi sumber informasi yang baik (good source of information).

Baca Juga:  Santri Jadi Youtuber, Why Not?

Menjadi sumber informasi yang baik setidaknya menyuguhkan berita, wawasan, atau apa saja yang benar-benar valid dan tidak menyalahi kode etik dalam bermedia. Itulah informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat kita, bukan informasi yang tanpa nilai edukasi dan mengusung kepentingan pribadi saja.

Hilangnya kepercayaan masyarakat kita terhadap berita yang ada di Televisi sebagian sebab adalah karena media di Televisi tidak lagi objektif dalam menyuguhkan berita, ada kepentingan politik yang menunggangi sehingga berita tidak lagi menyoroti suatu fenomena dengan kaca mata yang bersih. Berita bisa saja dipoles menjadi sedemikian rupa, sesuai dengan kepentingannya masing-masing.

Kini, saat masyarakat mulai tertarik dengan Youtube, terutama maraknya fitur live streaming di Instagram, kenapa beberapa hal di atas tidak dijadikan pelajaran sehingga media dalam tatanan baru (new order) ini menjadi rujukan informasi yang valid dan terpercaya?

Apakah Youtuber kita seterusnya akan seperti ini? Tentu saja kita tidak menginginkannya. Kebebasan dalam bermedia (freedom of media) yang dimiliki oleh setiap pengguna teknologi ternyata tidak mengindahkan banyak hal, masih saja banyak hal yang ‘kurang pantas’ beredar di dunia maya kita.

Kita bisa membayangkan bila kebebasan bermedia ini semakin disalahgunakan oleh siapa saja, kemana lagi kita akan mencari informasi yang bersih dan segar, tanpa ada kepentingan politik atau pribadi dan kengawuran penyedia informasinya?

Konsekuensi yang harus dilakukan oleh Youtuber bila ingi tetap eksis di dunianya adalah jangan sekali-kali menggunakan kebebasan bermedia sembarangan, apalagi menciderai Undang-undang yang berlaku. Kita sudah cukup muak dengan konten-kontena prank yang kian mencemaskan, jangan lagi ruang maya kita ditambahi dengan konten-konten yang melanggar aturan.

Mau atau tidak, Youtuber harus belajar dan menyadari bahwa mereka aktif di Youtube tidak hanya sedang bekerja, mereka juga harus menyadari bahwa mereka menjadi sumber informasi bagi para subscriber dan fans-nya. Oleh karena itu, sudah selazimnya menyuguhkan konten-konten yang bergizi, tidak menyalahi Undang-undang dan Hak Asasi Manusia. [HW]

Ali Adhim
Alumni Pasca Sarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Santri di Pesantren Kreatif Baitul Kilmah Yogyakarta, Penulis, Editor dan Desainer CV. Global Press Yogyakarta, PT. Melvana Media Indonesia, dan Owner CV. Belibis Pustaka Group.

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini