Kampus di awal-awal semester yang lalu selalu berjalan ramai dan penuh kegaduhan. Adab banyak mahasiswa baru yang sibuk mengenali kampus dan mengenali penghuni kampus terdahulu baik mahasiswa angkatan sebelumnya. Tenaga akademik yang melayani mahasiswa baru. Juga teman sesama mahasiswa baru. Namun saat ini, di awalan tahun akademik baru semester baru, mahasiswa baru tidak bisa bertemu dengan civitas akademika dan sesama mahasiswa bari lainnya. Kondisi kampus sepi secara fisik, karena mahasiswa baru mengikuti program orientasi studi mahasiswa baru cukup lewat digital. Mereka sibuk beraktivitas di dunia virtual.
Kondisi sepi di awal tahun akademik merupakan kejadian yang sangat langka. Pada tahun akademik 2020, hampir mendekati seratus persen dari agenda proses daftar ulang dan pengenalan kampus dan cara studi yang efektif tidak lagi bertumpu pada manajemen kehidupan kampus yang konvensional. Namun semua layanan administratif dan akademik diganti dengan layanan berbasis IT. Transaksi sosial mahasiswa baru tidak terjadi secara fisik, melainkan secara virtual. Karena itu kehidupan kampus terasa menjadi senyap.
Kondisi kampus sepi merupakan suatu keharusan bahkan menjadi kebutuhan semua. Sepi dikarenakan hanya para pejabat universitas dan beberapa tenaga kependidikan serta dosen yang masuk kampus, di samping beberapa mahasiswa yang ada urusan penting di kampus. Namun sebagian besar mereka bekerja dan belajar dari rumah, baik melalui cara Luring maupun Daring.
Perubahan layanan pendidikan di kampus yang sangat signifikan ini sangat membutuhkan sistem layanan pendidikan secara terpadu. Baik layanan admisitratif maupun akademik sangat memerlukan penangan yang sistemik dan komprehensif. Dengan begitu sangat diperlukan pemantapan sistem informasi manajemen yang mantap. Selain itu perlu didukung hardware dan software yang memadai, di samping dosen dan tenaga kependidikan yang berintegritas, kompeten, dan terampil. Perubahan kultur terjadi secara alamiah yang diharapkan berjalan secara fungsional. Sekarang mestinya kita tidak lagi hanya mengejar gormalitas, namun bagaimana setiap upaya itu fungsional.
Semua dosen dan tenaga kependidikan serta mahasiswa kini dihadapkan dunia yang sepi dalam permukaan. Namun sebenarnya ramai dalam aktivitas bekerja dan belajar. Bekerja dan belajar lebih dikendalikan oleh target. Bekerja dan belajar bersifat fleksibel dan terukur. Tidak lagi mengutamakan formalitas. Tentu saja wajib dibarengi dan didukung oleh kesadaran dan tanggung jawab masing-masing. Dosen terikat dengan tridharma perguruan tinggi dan layanan kepada mahasiswa. Tenaga kependidikan terikat oleh tupoksinya. Mahasiswa terikat oleh kontrak belajarnya. Jika semuanya bisa tunjukkan komitmen terhadap tugas dan tanggung jawabnya, insya proses pendidikan bisa berjalan efektif dan efisien. Kelihatan di kampus sepi tetapi semuanya bekerja dan belajar di tempatnya masing-masing, di samping bekerja dan belajar untuk 7/24, di mana proses pendidikan berjalan sepanjang waktu.
Dengan bekerja dan belajar yang mempertimbangkan untuk keselamatan, keamanan dan kesehatan, maka kegiatan tidak sepenuhnya harus di kantor saja, melainkan juga bisa di rumah atau tempat tinggal lainnya (pondok pesantren atau padepokan) atau di manapun keberadaannya. Yang produktivitas dan kualitas kerja menjadi concern. Di sini kemandirian dan tanggung jawab memainkan peran yang sangat penting. Mengutamakan esensi daripada formalitas. Karena itu setiap mahasiswa perlu diarahkan bahwa kuliah bukan semata-mata mencari gelar, melainkan menjadi pembelajar sepanjang hayat. Belajar bukanlah untuk fokus kepada belajar akademik, melainkan belajar kehidupan. Mengambil kuliah setiap semester bukan hanya ingin peroleh akumulasi perolehan SKS, melainkan seberapa pengalaman Pendidikan dan kehidupan yang dicapai. Dengan begitu belajar di mudik yang minim bahkan tidak ada tatap muka untuk proses pembelajaran, bukanlah masalah besar, karena proses pembelajaran tetap terjadi secara virtual dan Mandiri. Belajar menjadi kebutuhan, bukan beban.
Akhirnya bahwa kampus sepi bukanlah tanda lonceng kematian pendidikan, tetapi hakekatnya kampus itu hidup sepanjang spirit belajar mewarnai setiap gerak dan langkah seluruh civitas alademika, utamanya mahasiswa dan dosen. Memang dengan pertimbangan yang serius, pembelajaran konvensional belum bisa diwujudkan secara leluasa oleh semua institusi pendidikan selama pandemi. Untuk bisa mewujudkan kampus hidup, maka kita perlu terus menjadikan kampus pembelajaran modern yang berbatuan IT, e-learning, cyber-learning, e-education, dsb, sehingga proses pendidikan terus bisa berlangsung. Yang semuanya itu tetap mempertimbangkan kepentingan keselamatan, kesehatan dan keamanan. (IZ)