Fenomena Jilbab dalam Pandangan Kristen dan Islam

Dalam kehidupan umat beragama, tentu tidak lepas dari berbagai macam tradisi dan doktrin ajaran yang menjadi identitas satu sama lain. Unsur tradisi di sini memiliki peranan penting dalam menjaga warisan para pendahulu, tentu dengan norma-norma dan campur tangan ajaran ketetapan agama

Maka dari itu, eksistensi tradisi sulit untuk dihilangkan, baik itu tradisi yang sudah ada sejak dahulu maupun tradisi yang baru-baru ini muncul sebagai corak berperilaku dalam menyikapi kemajuan zaman.

Pengklaiman sebagai identitas suatu umat beragama dengan adanya tradisi ini merupakan hal yang begitu mendapatkan perhatian besar, bahkan di tingkat global. Seperti halnya fenomena tradisi pemakaian jilbab dalam agama Kristen dan Islam. Dari keduanya ini memiliki kesamaan dalam tata cara pemakaiannya yang pada umumnya menutupi kepala seorang wanita Kristen (Biarawati) dan wanita Islam (Muslimah).

Jilbab dalam tradisi kristen biasanya dikenal sebagai tudung kepala yang fungsinya untuk menutupi rambut para wanita. Sebab, dalam Al-Kitab juga ditekankan untuk menjaga rambut wanita ketika panjang, apalagi ketika melaksanakan ibadah dan berdoa kepada Allah. Hal ini terdapat dalam 1 Koristus 11: 4-6.

Jadi, jilbab dalam konteks Kristen pada dasarnya hanya untuk menutupi kepala ketika sedang memanjatkan doa kepada Allah. Ketika rambut wanita terlalu panjang, hal ini dianggap tidak sopan ketika berdoa, dan dianggap menghina kepalanya atau sama dengan ia mencukur rambutnya. Maka dari itu tradisi mengenakan tudung sudah diajarkan sejak dahulu oleh umat Kristen hingga sekarang, meski tidak semua menerapkannya.

Kemudian, dalam konteks pandangan islam mengenai jilbab yang seakan menjadi ciri khas global masyarakat muslim selain berfungsi sebagai penutup kepala, jilbab memiliki tujuan dan makna tersendiri dalam islam, sebagai berikut:

  1. Wanita dan aurat merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Baca Juga:  Islam di antara kapitalisme dan Komunisme

Aurat yang dimaksud di sini yaitu yang dapat menimbulkan syahwat/birahi, sehingga bisa meningkatkan nafsu seorang lelaki. Maka dari itu, untuk menghindari itu, menggunakan jilbab merupakan media utama dalam meredam nafsu/syahwat  dan tidak mudah untuk diganggu oleh lelaki. Hal ini sejalan dengan yang termaktub dalam al-Qur’an surah al-Ahzab ayat 59:

Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak gadismu dan istri-istri orang mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.

  1. Jilbab juga berfungsi untuk menjaga harkat martabat seorang wanita.

Dengan begitu, jilbab memiliki peranan penting dalam islam dan menjadi identitas beragama. Dari pandangan kedua agama tersebut (Kristen Ortodoks & Islam) mengenai jilbab, tentu memiliki perbedaan tujuan dalam penggunaan jilbab. Maka dari itu tidak semua hal fenomena yang sama dalam setiap agama memiliki kesamaan makna dan tujuan.

Dalam pandangan Willliam Brede Kristensen, fenomenologi agama merupakan sebuah ilmu dalam membandingkan berbagai data keagamaan mengguanakan satu pandangan, agar menjadi dasar/dukungan mereka dalam menafsirkan pandangan yang baru. Lalu, dalam menggambar watak keagamaan manusia tugas fenomenologi adalah mengelompokkan secara sistematis tentang karakteristik mengenai data.

Seperti halnya fenomena jilbab yang menjadi identitas tersendiri bagi penganut Kristen Ortodox dan Islam. Dalam ajaran Kristen Ortodox, jilbab hanya dimaknai sebagai penutup kepala dan penggunaannya hanya ketika melaksanakan ritual ibadah kepada Tuhan.

Ketika Biarawati tidak mengenakan jilbab, maka akan dianggap sebagai menghina kepalanya sendiri, atau menggundul kepalanya sendiri. Sedangkan dalam ajaran Islam sendiri, jilbab selain dimaknai sebagai penutup kepala, juga memiliki fungsi sebagai meredam syahwat para lelaki dan menjadi identitas kehormatan perempuan muslim, yang termaktub dalam al-Qur’an dan Hadits. Bahkan seorang Muslimah diseru dalam ajaran Islam untuk menutup aurat mereka sesuai dengan dalil-dalil yang berlaku. []

Ali Mursyid Azisi
Mahasiswa Studi Agama-Agama - UIN Sunan Ampel, Surabaya dan Santri Pesantren Luhur Al-Husna, Surabaya

Rekomendasi

1 Comment

Tinggalkan Komentar

More in Opini