Pandemi virus Corona bukan hanya sekedar bencana kesehatan, virus yang dikenal sebagai Covid-19 ini telah menimbulkan kekacauan di sektor ekonomi. Tidak hanya industri besar, pandemi virus Corona telah membuat pelaku UKM di Indonesia mulai gelisah.
Terlebih baru-baru ini, sebuah studi menyebut jika Covid-19 akan membuat Indonesia mengalami penurunan persentase pertumbuhan ekonomi sebesar 0.1% di tahun 2020. Secara garis besar, berikut merupakan dampak nyata yang disebabkan Covid-19 terhadap sektor UKM di Indonesia.
Penurunan Aktivitas Jual-Beli
Anjuran social distancing demi menghindari penularan virus Corona yang lebih luas, sedikit banyak turut andil menurunkan aktivitas jual-beli di tengah masyarakat.
Contohnya pelaku usaha bangunan galvalum di Surabaya. Menurut salah satu pemilik usaha CV Lancar Jaya Galvalum (Muh. Hidayatullah), virus Corona telah membuat omset pengusaha galvalum, khususnya Surabaya mengalami penurunan hingga 50 persen.
Namun beruntung, menurut penelitian yang dilakukan Center for Economic and Social Studies (CESS) dan The Center for Micro and Small Enterprise Dynamic (CEMSED), UKM di Indonesia tergolong unik karena selalu punya kemampuan untuk berkembang dan bertahan selama krisis.
Bahan Baku Sulit Didapat
Kebijakan social distancing yang dipilih pemerintah Indonesia, telah membuat aktivitas produksi terganggu. Beberapa perusahaan mengambil kebijakan Work From Home, beberapa lagi memutuskan untuk merumahkan karyawannya, hingga PHK massal.
Menurut data terbaru Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi DKI Jakarta, sebanyak 30.137 pekerja dilaporkan harus kehilangan pekerjaan karena PHK massal, sedangkan 132.2799 pekerja lainnya kehilangan penghasilan karena dirumahkan tanpa upah.
Efek domino dari badai PHK dan pekerja yang dirumahkan telah membuat penurunan kapasitas produksi mengalami penurunan ekstrem. Mau tidak mau kondisi ini telah menyebabkan bahan baku produksi industri mengalami kelangkaan, atau mengalami kenaikan harga yang ekstrem.
Distribusi Terhambat
Pemerintah terus berupaya untuk memaksimalkan jalur distribusi ke seluruh Indonesia lewat pembangunan infrastruktur besar-besaran di Indonesia. Proyek tersebut bahkan sudah dimulai sejak Presiden Joko Widodo menjabat di periode pertama.
Hasilnya cukup signifikan, jalur distribusi jadi lebih cepat, kesenjangan harga bisa dipangkas, dan laju perekonomian rakyat pun semakin kencang.
Namun kini, Covid-19 telah ‘menghancurkan’ semua itu. Menurut data Asosiasi Tol Indonesia (ATI), lalu-lintas harian rata-rata (LHR) seluruh jalan tol di Indonesia mengalami penurunan antara 40-60 persen sejak awal Maret 2020.
Penurunan ekstrim terjadi di wilayah Jabodetabek. Jika pada bulan Februari jumlah kendaraan yang melintas mencapai angka 3.19 juta kendaraan, di akhir Maret kemarin jumlah tersebut hanya tersisa 1.06 juta saja. Kondisi ini diperkirakan akan terus terjadi selama masa pandemi virus Corona.
Terhentinya aktivitas distribusi tentu sangat merugikan pelaku bisnis UKM. Mereka kini kebingungan mencari cara mendistribusikan produk, terlebih bagi UKM yang sudah mulai memperluas jangkauan pasar hingga luar daerah, atau bahkan lintas pulau.
Penyedia Jasa Ikut Terpapar Dampak Covid-19
Tidak hanya UKM yang bergerak di sektor produksi rumahan, mereka yang bergerak di bidang jasa pun dilaporkan mengalami penurunan omset yang signifikan. Misalnya tukang cukur yang terpaksa harus kehilangan penghasilan akibat kebijakan social distancing.
Mereka yang bekerja sebagai buruh harian lepas, seperti pegawai bangunan, make up artis, pekerja wedding organizer, fotografer pernikahan, dan lainnya dilaporkan kesulitan mendapatkan penghasilan karena sejumlah proyek terpaksa ditunda akibat pandemi virus Corona.
Beruntung, pemerintah saat ini cukup berani mengambil kebijakan dengan tidak memberlakukan lockdown, sehingga beberapa UKM di daerah masih punya kesempatan untuk mencari cara agar tetap bisa ‘bertahan hidup’.
Selain itu, ada beberapa kebijakan lainnya yang dinilai cukup membantu para pelaku UKM, misalnya memberikan relaksasi kredit, menggratiskan dan diskon listrik hingga 50 persen, serta program kemudahan suntikan modal.
Hal ini terlihat dari langkah Otoritas Jasa Keuangan yang menerbitkan kebijakan countercyclical yang tertuang pada siaran pers No. HM.4.6/32/SET.M.EKON.2.3/03/2020 oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia.
Muh Hidayatullah adalah pelaku UKM pengelola usaha Galvalum di daerah Tambak Wedi Barat Surabaya yang omsetnya mencapai 10 hingga 12 juta rupiah perbulan, dengan dilanda krisis Pandemi Corona ini hampir menutup usahanya karena omsetnya dari hari ke hari menurun drastis.
Bilamana situasi ini terus berlanjut, bukan hal yang tidak mungkin sektor lainnya akan terus menurun dan krisis yang makin parah akan melanda dunia usaha dan sektor usaha lainnya. [HW]