Hikmah

Covid-19: Prahara Hidup, Azab atau Cobaan?

(Ilustrasi: Freepik.com)

Setiap kita, pernah mengalami situasi yang tidak menyenangkan. Situasi yang membuat kita ambyar, situasi yang membuat jiwa kita meronta-ronta, situasi yang membuat kita hampir putus asa bahkan sudah sampai putus asa. Di mana pun kita berada dan kapan pun kita hidup, selama itu masih di kolong langit pasti akan terjadi prahara. Wabah, bala, bencana, teror, virus, penyakit, dan segala sesuatu yang nurani kita menolaknya. Sebenarnya itu azab atau cobaan? Sesungguhnya itu murni musibah atau musibah yang disebabkan tangan kita?

Pernahkah kita melihat petani yang susah payah menaburi bibit lalu merawatnya dengan sungguh namun seketika itu hangus impiannya untuk berpanen ria karena serangan hama? Bagaimana perasaan seorang insinyur ketika membangun bangunan yang dianggapnya sangat kokoh namun ambruk dalam waktu sekejap karena gempa berskala-skala richter? Dan, apa jadinya jika dunia yang selalu mengampanyekan kesehatan ini dikirim penyakit menular sehingga membuat warganya panik, khawatir, dan kalang kabut?

Sejatinya semua musibah itu datang dengan izin Allah, dan begitu pula akan hilang dengan izin-Nya. Mereka yang beriman akan mengambil hikmah dan pelajaran, namun bagi mereka yang tertutup nuraninya hanya akan menyisakan amarah dan tangis belaka.

Tidak ada satu musibah pun yang yang menimpa, kecuali dengan izin Allah”

(Q.S At-Taghabun: 11)

Lalu benarkah itu semua berarti azab? Atau justru cobaan? Iya, Azab untuk mereka yang bandel menjalani kehidupan, danmenjadi sebuah cobaan bagi yang selalu mengadu dan memohon ampun kepada Tuhan. Jadi, tinggal dilihat kepada siapa musibah itu ditimpakan. Orang saleh kah? Atau orang yang kehadirannya saja sudah tidak kita harapkan? Orang berbudi pekerti kah? Atau orang yang tingkah lakunya saja selalu membuat orang lain tidak nyaman? Prahara hidup, tergantung bagaimana kita menyikapinya. Akan menjadi ladang pahala jika kita sabar. Sebaliknya, hanya akan berbentuk musibah tanpa ganjaran jika kita selalu menggerutu dan mengeluh bahkan kepada Tuhan.

Baca Juga:  Imam Ibnu Hajar Al Asqalani dan Social Distancing

Dalam skalanya yang lebih besar, sejarah mencatat bahwa dunia berkali-kali ditimpa megamusibah. Sebut saja banjir bandang terburuk pertama kali yang terjadi di zaman Nabi Nuh as. Betapa dahsyatnya dunia diporak-porandakan. Dari langit, hujan deras mengguyur bumi selama 40 hari. Dari tanah, air menyembur terus menaik dan menenggelamkan berhala serta kaumnya Nabi Nuh yang enggan menerima ajaran. Bahkan tempat di mana Ka’bah berada pun ikut terendam saking besarnya volume air. Dan sebab ini,  2 Nabi setelah zaman Nabi Nuh, yakni Nabi Hud as dan Nabi Saleh as diriwayatkan menjadi 2 Nabi yang tidak menunaikan ibadah haji karena terkena imbas tenggelamnya wilayah Ka’bah yang baru kembali normal dan didirikan ulang pada masa Nabi Ibrahim as.

Likuifaksi yang diiringi dengan hujan batu juga pernah terjadi. Menjadi catatan hitam sejarah peradaban manusia di zaman Nabi Luth as, ketika kaumnya enggan mendengarkan nasihat, justru terus menyemarak perkawinan sesama jenis (homo). Atau sebut saja gempa akbar yang terjadi di zaman Nabi Syueb as, meluluhlantakkan seluruh kota yang menjadi arena dakwahnya. Dan jangan lupakan sejarah laut terbelah di zaman Nabi Musa as. Fir’aun dan pasukannya ditelanmentah-mentah oleh lautan. Semua cerita itu terekam lengkap dalam Al-Qur’an.

Di zaman Nabi Ibrahim as pun tak kalah seramnya. Fenomena super aneh terjadi ketika ada nyamuk yang bukan hanya menyedot darah manusia, tapi juga memakan dagingnya. Musibah ini merupakan azab yang Allah kirimkan kepada raja Namrud dan pengikutnya. Apa sebab? Namrud mengaku menjadi Tuhan! Yang berarti ia sudah mendaftarkandirinya menjadi pesaing Allah sebagai raja semestaalam. Hemat cerita, dengan izin Allah, jutaan nyamuk turun memadati bumi. Sampai-sampai sinar matahari tak dapat terlihat saking banyaknya ribuan batalion nyamukyang siap mencabik-cabik kebengisan Namrud dan infanterinya. Di akhir kisah, raja Namrud yang pongah itu tewas mengenaskan oleh nyamuk yang ukurannya jauh lebih kecil dari kesombongan yang ia pertontonkan dengan mengaku menjadi Tuhan. Nyamuk itu masuk dari lubang hidung, kemudian menggerogoti otak sang raja.

Baca Juga:  Strategi Fakultas Saintek UINSA Mencegah Covid19

Nah, pada akhir tahun 2019, kemudian di awal-awal tahun 2020, dan masih berlanjut sampai tulisan ini dimuat, dunia sakit dan melemas dengan kehadiran COVID-19 (virus corona) yang diidentifikasi berawal dari kota Wuhan, Cina. Dalam perjalanannya, virus itu menyebar ke hampir seluruh penjuru bumi. Italia, Iran, Spanyol, Perancis, Korea Selatan, Malaysia, dan lain-lain, termasuk Indonesia. Wabah menular yang resmi diumumkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai pandemi global ini sangat mencemaskan.

Dalam waktu yang cukup singkat, jumlah pasien yang terinfeksi virus ini terus bertambah. Warga dunia yang meninggal dunia sebab virus ini menyentuh angka ribuan. Lihat, padahal betapa kecil virus ini yang dikatakan para ahli hanya berukuran 400-500 mikro (walaupun kemudian diralat bahwa ukurannya lebih kecil lagi dari itu), namun kehadirannya sangat mengkhawatirkan. Prahara hidup yang tercatat di abad 21.

Hiruk pikuk sebab COVID-19 terasa sekali. Sekolah-sekolah mulai jenjang RA, TK, MI, MTs, MA diliburkan. Kampus-kampus pun mengambil langkah serupa, mengalihkan pembelajaran dengan model “daring” atau via online. Dunia kerja demikian, kerja dari rumah. Semua heboh dan beberapa lainnya kelewat panik dengan hadirnya virus ini. Efek sampingnya luar biasa. Dan juga, banyak daerah, kota, bahkan negara yang melakukan lockdown. Upaya ini dilakukan supaya penanganan virus lebih efektif dan tidak menyebar ke luar daerah yang diisolasi tersebut. Bahkan, miris sekali ketika kawasan masjidil haram menjadi sepi terkena imbas kebijakan kerajaan Saudi untuk tidak menerima tamu dari luar sebab pandemi global ini. Untungnya masih ada segelintir thoif (orang tawaf) yang tetap memutari Ka’bah, karena konon katanya andai Ka’bah sudah tidak lagi ada yang memutari, maka hari kiamat akan tiba.

Baca Juga:  Sikap Menghadapi Corona

Di luar pro-kontra lockdownatau isolasi sebuah daerah, kota, bahkan negara yang jelas sekali berdampak ke sisi-sisi kehidupan. Pada era kepemimpinan Sayyidina Umar ra, pernah terjadi situasi yang sama, di mana wabah masif meneror dan penyakit dengan cepat menular. Singkat cerita, sebelum rombongan yang dipimpin Sayyidina Umar ingin memasuki negeri Syam (sekarang Syria), tersiar kabar bahwa negeri tersebut sedang terjangkit wabah penyakit menular. Satu di antara rombongan berkata; “Penyakit itu sudah bagian dari ketentuan Allah, kita tidak usah khawatir. Kena atau tidak, itu sudah takdir. Jalan terus, paduka !!”. Satu lainnya menyanggah; “Bukankah sama saja kita menyetor diri kepada penyakit tersebut ?? Lebih baik kita urungkan niat, wahai amir !!”.

Sikap apa yang diambil Presiden Umar ?? Beliau bertanya kepada para rombongan; “Adakah di antara kalian yang pernah mendengar Nabi berkata soal ini ??” Seseorang mengacungkan tangannya, “Saya !! Saya pernah mendengar Nabi berbicara tentang wabah”. Nabi bersabda; “Jika sebuah desa dijangkit penyakit menular, yang dari luar tidak boleh masuk, dan yang dari dalam tidak boleh keluar (lockdown)”. Kendati demikian, di antara rombongan tadi masih ada yang bersikeras untuk melanjutkan perjalanan dengan dalih semua dari datang dari Allah, semua sudah digariskan. Mengapa harus lari dari catatan takdir !!??”. Lantas Sayyidina Umar menutup; “Iya, kita lari dari takdir buruk menuju takdir baik !!”.

Wal hasil, segala bentuk prahara berikut variannya yang bermacam-macamadalah hal yang memang sangat mungkin terjadi dari masa ke masa. Tidak penting untuk membahas mengapa musibah dan cobaan itu menimpa kita? Tapi merasa pentinglah untuk membahas sikap apa yang harus diambil dan dibuat untuk merespon itu semua. Semoga kita selalu dijaga dari prahara hidup yang semakin beragam di akhir-akhir zaman ini, termasuk terinfeksi COVID-19. Aamiin.

Imamuddin Muchtar
Mahasiswa PBA Pascasarjana UIN Maulana Malik Ibrahim, PP Al Awwabin Depok.

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Hikmah