Banyak pesantren tidak bisa dibendung agar memperpanjang masa belajar di rumah, padahal Pesantren Gontor Jawa Timur terus bertambah santri yang positif terinveksi Covid-19, Gus Kamil wafat karena Covid, dua keluarga Pesantren Tebuireng dimakamkan dengan protokol Covid-19. Tak berlebihan jika Ketua RMI PBNU mengatakan H. Abdul Ghaffar Rozin di depan mata. Maksudnya adalah beberapa pesantren telah menjadi klaster penyebaran pandemi ini. Berikut ini wawancara Redaksi dengan Gus Rozin, demikian nama populer Pengasuh Pesantren Maslakul Huda Kajen Pati ini.
Apa benar, pesantren terbelah dalam merespon wabah covid-19?
Pesantren mempunyai tradisi yang kuat dalam hal bahsul masail, di mana perbedaan pandangan atas suatu masalah itu hal yang biasa, bahkan terhadap hal-hal yang sangat prinsip. Jadi istilahnya mungkin tidak terbelah, namun berbeda dalam memandang pandemi ini dengan berbagai dalil dan pertimbangan masing-masing.
Gambarannya seperti apa, Gus?
Pada awalnya memang perbedaan itu disebabkan oleh tidak lengkapnya informasi, sehingga itu memengaruhi pandangan beberapa pihak dalam pesantren, bahkan di awal-awal pandemi informasi dari pemerintah juga masih simpang siur, apalagi ditambahi dengan adanya berbagai informasi hoaks, sehingga sangat wajar ketika itu para pengasuh dan kalangan pesantren berbeda dalam mensikapinya. Namun semakin ke sini sudah semakin jelas mana hoaks dan mana tidak, bahkan sekarang sudah banyak korban. Maka dari itu sudah semestinya tidak perlu ada lagi perbedaan kalau pandemi ini memang nyata, berbahaya dan ada di depan kita, bahkan sekarang sudah ada klaster pesantren.
Sebagai asosiasi apa yang sudah dan akan dilakukan RMI PBNU?
RMI adalah asosiasi bukan banom atau lembaga yang mengikat, apalagi kita tau bagaimana independensi pesantren. Ini menjadi tantangan tersendiri, maka dari itu RMI selaku khadimul ma’had atau pelayan pesantren dalam hal ini para pengasuh, menyadari betul posisi tersebut maka yang kami lakukan adalah bagaimana keperluan dan kepentingan pesantren terakomodir, dengan prinsip bagaimana kita menjaga keselamatan dan eksistensi pesantren dari pandemi ini. Maka di awal-awal RMI sebelum semuanya ramai seperti sekarang sudah membikin edaran dan protokol, baik yang berisi informasi apa itu covid-19, gejalanya dan cara penyebarannya, sampai pada protokol kesehatan mulai pencegahan sampai perawatan, semua kami lakukan untuk memberikan guiden atau panduan kepada pesantren, apa-apa yang harus dilakukan, apa yang boleh dan apa yang tidak boleh, meski dari awal rekomendasi kami adalah bagaimana menjaga keselamatan para santri dan kiai pesantren dari pandemi ini, termasuk untuk memulangkan ketika awal-awal pandemi dan memperpanjang taklim di rumah jika belum siap.
Apa yang akan terjadi jika pesantren-pesantren menolak protocol covid-19?
Virus covid-19 ini penyebarannya sangat massif dan cepat, melalui kontak langsung, maka dari itu saran dari para ahli adalah pakai masker, jaga jarak dan hindari kerumunan. Sementara tradisi kehidupan di pesantren sangat komunal dan sangat sulit menerapkan protokol-protokol yang ada, maka dari itu RMI PBNU sudah membikinkan panduan dan protokol yang detail dan rigit untuk menghindarkan santri dan civitas pesantren dari covid-19 ini. Bagaimanapun protokol ini harus kita patuhi dan sebisa mungkin dilaksanakan, jika tidak tentu akan membahayakan civitas pesantren, apalagi sekarang sudah terbukti ada klaster pesantren.
Saya pikir semua pihak khususnya para pengasuh harus betul-betul memperhatikan protokol yang ada, kalau memang mau memulai pembelajaran luring atau tatap muka, kami sudah membuatnya, mulai dari sejak pemberangkatan sampai dengan bagaimana ketika mereka sampai pondok dan berada di pondok. Resikonya terlalu besar kalau kita abai dan tidak mengindahkan protokol yang ada.
Di luar sudah santer berita beberapa kiai meninggal karena covid-19, namun tidak ada publikasi, bahkan cenderung ditutup tutupi. Apa benar?
Dari informasi beberapa media yang saya baca begitu, ini memang butuh perhatian dan kesadaran semua pihak, baik kalangan pesantren maupun pemerintah, perlu ada penyadaran dan sosialisasi yang massif dan efektif, bahwa Covid-19 bukanlah aib yang harus kita tutup-tutupi, keterbukaan semua pihak sangatlah penting, karena dengan demikian akan ketahuan lebih awal untuk perawatan dan pencegahan penularan kepada pihak lain. Mempublikasikan berita yang positif covid-19 di pesantren atau bahkan korban yang meninggal adalah keterbukaan yang penting untuk berbagai upaya yang perlu dilakukan, biar penyebaran virus ini bisa terkontrol, dibatasi sehingga bisa menyelamatkan banyak pihak.
Bagaimana sebaiknya masyarakat pesantren mensikapi perkembangan pandemi ini, karena masalahnya sangat kompleks, khususnya dilema antara dimulai tarbiyah tatap muka atau daring? Dan sejauh mana pesantren siap?
Pesantren itu berada dan menyatu dengan masyarakat, sehingga banyak faktor yang melingkupinya ketika dihadapkan pada pilihan memulai tarbiyah tatap muka atau menunda dulu, mulai dari faktor, pendidikan santri yang sudah terlalu lama dirumah, faktor ekonomi kalangan civitas pesantren, sampai pada faktor kesehatan dan keselamatannya. Ini pilihan yang sangat sulit, karena selama ini, mungkin sejak pesantren berdiri baru kali ini aktivitas kehidupan pesantren dan santri libur begitu lama. Banyak sekali tuntutan orangtua santri untuk segera memulai tarbiyah, karena anak-anak mereka sudah terlalu lama di rumah.
Sementara di sisi lain, pesantren dengan kehidupannya yang komunal tentu sangat sulit menerapkan berbagai tuntutan protokol, maka dari itu RMI PBNU membikin panduan. Siap tidak siap pesantren harus siap, mengingat pandemi ini tidak tahu kapan akan berakhir, sementara pendidikan dan tarbiyah kepada santri tidak boleh terhenti, apapun caranya.
Apa rekomendasi RMI untuk pesantren-pesantren NU?
Sekali lagi RMI dalam kapasitas selaku pelayan pesantren dan para pengasuh, tentu kami ingin memberikan pelayanan terbaik, supaya pesantren tetap eksis dan selamat dari fitnah pandemi ini. Sejauh ini, RMI masih merekomendasikan untuk memperpanjang taklim dirumah, namun bagi yang sudah tidak kuat dan akan memulai tarbiyah tatap muka, untuk sebisa mungkin mentaati protokol yang ada. Mari kita jaga santri sebagai amanah yang diberikan kepada kita, termasuk kita jaga para kiai dan pengasuh pesantren, karena pandemi ini nyata dan benar2 sudah ada didepan kita semua, wajib bagi kita berikhtiar dan menjauhkan diri dari kecelakaan dan kebinasaan.
Salah satu wujud paling nyata dalam ibadah kita pada Allah adalah menjaga jiwa sesama manusia. Mari rendahkan hati kita untuk berikhtiar menjaga diri dan orang lain dari pandemi covid-19 ini.
Artikel ini pernah dimuat di Alif.ID
[…] indikatornya antara lain tidak optimalnya kordinasi antar dinas atau kementerian terkait penanganan Covid-19 di pesantren, terbatasnya informasi dan edukasi tentang Covid-19 bagi pesantren, komunikasi publik yang tidak […]