Mengenang Pengabdian Abadi Nyai Hj. Ratna Dairaturrahmah

Mendung di siang itu 5 Maret 2021, tepat setelah adzan shalat Jum’at dikumandangkan, beberapa group whatsApp alumni PP Al-Iman dipenuhi dengan berita duka. Salah satu putri terbaik KH. Mahfud Hakim, pendiri Pondok Pesantren al-Iman Ponorogo pergi ke haribaan Illahi. Meninggalkan suami dan empat anak untuk selamanya. Beliau adalah Nyai Hj. Ratna Dairaturrahmah, sosok pendidik yang sangat penyabar, penyayang, dan dicintai oleh santriwati-santriwatinya.

Beliau lahir di Gandu Mlarak Ponorogo pada tanggal 24 Januari 1972. Menyelesaikan pendidikan jenjang S-1 di IKIP Malang di tahun 1996, dan melanjutkan pendidikan Magister di Insuri Ponorogo di tahun 2007. Bukan tanpa alasan, kegigihan beliau dalam menempuh pendidikan formal tak lain adalah karena dukungan dari KH. Mahfud Hakiem sang ayahanda, yang terus mendukung putrinya agar menempuh jenjang pendidikan setinggi mungkin.

Sifatnya yang lemah lembut namun tegas saat mendidik selalu membekas pada murid dan santriwati-santriwatinya. Perjuangannya untuk membesarkan pondok pesantren al-Iman terlihat saat beliau menjadi pimpinan Madrasah Aliyah. Menjelang Ujian Nasional Aliyah, beliau selalu menasehati santriwati-santriwatinya bahwa selain wajib mendalami ilmu agama yang berbasis KMI (Kulliyatul Muallimat al-Islamiyah), dan kitab kuning, santriwati juga harus menguasai ilmu umum dan sains. Tidak ada dikotomi keduanya, baik ilmu agama dan ilmu umum harus seimbang dipelajari.

Sehingga kelak ketika para santriwati sudah lulus, maupun memutuskan untuk melanjutkan ke jenjang perkuliahan, tetap bisa bersaing dengan siswa yang berasal dari latar belakang umum. Nasihat ini sangat relevan untuk disampaikan dalam konteks saat itu, karena di tahun 2000-an santriwati pondok pesantren masih mendapatkan stereotype negatif. Dianggap hanya belajar agama saja namun minim infomasi akan ilmu umum dan sains, kudet (kurang up date), dan kuno. Tentunya sangat berbeda dengan kondisi saat ini, dimana pondok pesantren sudah banyak melakukan transformasi dengan memperbaiki kurikulum pendidikannya sehingga mampu menguasai ilmu agama dan umum secara seimbang.

Baca Juga:  Persoalan Double Burden dan Kesalingan Sebagai Solusinya
Pengabdian Abadi Nyai Hj. Ratna Dairaturrahmah di bidang pendidikan

Semangat pengabdian, dan pendidikan beliau sebenarnya berbanding terbalik dengan kondisi kesehatannya. Berbagai penyakit dari yang ringan hingga yang berat hampir membersamainya sepanjang hayat. Namun sama sekali tak menyurutkan semangat untuk mengajar. Pernah suatu saat, ketika beliau harus bed rest dan tak mampu untuk berdiri, beliau mengalihkan jam belajarnya di kamar beliau. Kami para santriwatiwati melingkari tempat tidur, mendengarkan beliau menjelaskan materi grammar yang duduk bersandar bantal.

Ketika kesehatan beliau membaik, sudah bisa keluar dari kamar, beliau juga kembali aktif mengajar dikelas. Jika kebetulan mendapat kelas dilantai atas, beliau akan meminta santriwatinya untuk turun. Belajar di teras masjid, di teras rumah beliau, dan ditempat lainnya asal beliau mampu menjangkaunya secara fisik. Semangat beliau dalam mengamalkan ilmu hingga akhir hayatnya mengajarkan kepada kita semua bahwa keterbatasan fisik dan cobaan sakit sekalipun tak boleh menyurutkan semangat perjuangan.

Beliau berprinsip bahwa selama nafas masih berhembus, beliau akan terus dan tetap mengajar dan mendidik. Bahkan sehari sebelum akhirnya beliau meninggalkan dunia untuk selamanya, beliau masih memikirkan nasib santriwati kelas 6 KMI yang saat itu akan merayakan kelulusan. Beliau tidak ingin santriwati-santriwatinya kecewa, maka beliau bersikeras untuk tetap ikut sesi perfotoan, memikirkan kostum yang akan dijadikan seragam, dan memikirkan jam pelajaran yang sempat beliau tinggalkan. Namun sepertinya Allah berkehendak lain, belum sempat rencana tersebut terealisasi, Allah lebih menyayangi beliau.

Jiwa kesederhanaan sesuai dengan panca jiwa pondok pesantren benar-benar beliau terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan mengendarai motor tua, beliau beraktifitas di luar pondok untuk mengajar di salah satu Madrasah Aliyah Negeri di Ponorogo. Barulah ketika anak-anak beliau bertambah banyak dan juga bertambah besar, beliau membeli mobil yang sekiranya cukup untuk dikendarai sekeluarga. Bukan karena beliau tidak mampu, namun beliau mengajarkan kepada kami para santriwatinya untuk berpenampilan sesuai dengan apa yang dibutuhkan. Bukan karena ingin dipandang mampu, apalagi bertujuan untuk riya kepada orang lain.

Baca Juga:  Peran Istri dalam Regulasi Kompilasi Hukum Islam

Profesi beliau sebagai PNS (Pegawai Negeri Sipil) menuntut beliau untuk juga melakukan pengabdian pada negara. Dan diwaktu yang sama, secara totalitas juga mengabdi untuk pondok tercinta. Hingga pada akhirnya, karena keadaan fisik beliau semakin menurun, beliau memutuskan untuk fokus mengajar di pesantren al-Iman saja.

Apapun profesimu kelak, jangan tinggalkan mengajar. Adalah sebuah nasehat yang masih terngiang hingga sekarang. Tak hanya nasehat, namun beliau juga mempraktekkan dan mencontohkan kepada semua santriwatinya. Mengajar tak harus di lembaga yang besar, mengajar anak-anak mengaji di surau dan mushalla, mengajar di bimbel untuk anak-anak, mendirikan perpustakaan untuk meningkatkan minat baca anak, adalah bagian dari pendidikan. Pun ketika bekerja di wilayah publik adalah pilihan di masa depan, tetap harus meluangkan waktunya untuk mengajar. Karena dengan mengajar, ada jariyah yang terus mengalir, dan ada kebermanfaatan yang terus kita semaikan.

Ragamu memang sudah menyatu dengan bumi, namun naehat dan ilmumu akan terus abadi di sanubari para santriwati. Jiwa pengabdianmu akan terus menginspirasi kami untuk memberikan pengabdian terbaik semampu yang kami lakukan untuk mewujudkan kemaslahatan sebagai perempuan. Selamat jalan bu Nyai. Hj. Ratna Dairaturrahmah, semoga kami bisa meneladani semua akhlak muliamu, dan sampai jumpa di ruang keabadian. []

Lutfiana Mayasari
Anggota Puan Menulis sekaligus alumni Magister Kajian Timur Tengah UI. Santri yang tertarik pada kajian gender, perdamaian, hukum, dan politik Timur Tengah.

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Perempuan