Salah satu cara yang paling ampuh untuk menaklukan pujaan hati adalah dengan bermain pelet, santet atau sejenisnya. Tentu saja tradisi seperti ini masih begitu dibutuhkan oleh orang-orang yang punya latar belakang sakit hati karena ditolak cintanya oleh seorang perempuan, atau bahkan karena bisnisnya terancam. Hanya saja, praktik seperti itu berada di bawah penglihatan orang pada umumnya. Artinya jarang diketahui oleh orang umum, karena tujuannya yang memang jika diketahui orangnya (target) bisa menjadi masalah tersendiri.
Santet, tenung, pelet dan sejenisnya merupakan praktik yang berkonotasi negatif, setidaknya itulah pengertian pada hari ini, kendati pada zaman dulu (ketika Patih Gajah Mada masih hidup) punya makna berbeda, karena fungsinya. Selain karena praktiknya yang ditutup-tutupi, ia juga sering menggunakan syarat yang nyeleneh membuat praktik semacam ini dicurigai sedemikian rupa sebagai praktik non islami dan syirik. Akibatnya, banyak kalangan menentang praktik-praktik seperti ini.
Tetapi, pertanyaannya; apakah memang benar demikian bahwa santet, tenung, pelet dan sejenisnya adalah hal yang ditutup-tutupi dan dilarang?. Pernyataan seperti itu sedikit banyak mengandung kesalahan; sebab kenyataannya berbanding terbalik dengan pernyataan.
Hal yang paling utama untuk mengatakan pernyataan itu salah adalah sebab masih banyak orang yang menggunakan praktik seperti ini. Baik untuk urusan pribadi, seperti asmara, kekebalan diri (susuk) maupun urusan yang bersifat sosial seperti bisnis maupun menjadi pemimpin suatu komunitas sosial. Jadi, menolak praktik seperti ini dengan mengatakan bahwa praktik ini merupakan perbuatan syirik dirasa kurang efektif.
Kedua, mendengar kasus yang beberapa waktu lalu mencuat di media setelah ditemukannya bantalan (pocongan) berisi pernak-pernik santet, saya segera menelusuri macam-macam santet, pelet atau sejenisnya di YouTube. Apa yang saya hasilnya? Di YouTube, video-video yang menerangkan bagaimana caranya menyantet, pelet dan sejenisnya tidak kalah penontonnya dibandingkan Anime Conan atau Naruto. Tentu saja saya bukan hendak merekomendasikan Anda untuk meniru apa yang ada di YouTube tersebut, sesekali cari di YouTube dengan kata kunci; “cara pelet ampuh” atau “cara santet santet ampuh”, untuk diambil hikmahnya.
Kembali ke laptop; jadi, bagaimana mungkin menutup-nutupi dengan mengatakan kalau santet, pelet dan sejenisnya adalah praktik yang terselubung (underground) tetapi di YouTube banyak dipampang dengan jelasnya?
Jika memang benar praktik jenis ini tidak diperbolehkan Islam, kenapa tak pernah bertindak tegas?
Pertanyaan itu cukup menyesakkan memang. Islam sendiri sudah berkali-kali mengutarakan kepada umatnya supaya jangan menggantungkan diri pada selain Allah SWT seperti dalam QS. Al-Ikhlas yang secara tegas menolak dudukannya Allah SWT, apalagi sampai kita meminta bantuan pada makhluk, jelas perbuatan itu sangat melukai perasaan Allah SWT sebagai pencipta makhluk. Sementara itu, dalam doktrin Islam kita juga dihadapkan pada sebuah jurang besar jika kita menyekutukan Allah: “Termasuk dosa besar yang tidak diampuni oleh Allah adalah menduakan atau menyekutukan-Nya.”
Dalam riwayat-riwayat para Saleh, juga banyak sekali diwarnai oleh pertarungan antara: apakah ia akan meminta bantuan pada selain Allah atau tidak. Salah satu yang bisa kita contoh adalah Sulthonul Auliya Syaikh Abdul Qadir Al Jailani yang berhasil menaklukkan jin, sewaktu menyamar menjadi Allah. Waktu itu, Abdul Qodir Al Jaelani ditawari untuk membebaskan diri dari halal dan haram, sehingga pada akhirnya ia membentak jin tersebut dan terbukalah kedoknya. Jin di kasus ini, punya tujuan untuk menyelewengkan dan menyesatkan Sulthonul Auliya Syaikh Abdul Qadir Al Jailani, namun gagal.
Dalam kasus di dunia modern, khususnya di Indonesia: santet, tenung, pelet dan sejenisnya adalah salah satu contoh kegagalan dimensi internalisasi doktrin Islam dalam diri manusia. Jika berkaca pada kasus yang mencuat akhir-akhir ini, bisa diasumsikan orang yang berbuat itu dilatarbelakangi oleh rasa sakit hati. Sementara itu, dalam kasus lain yang pernah diceritakan oleh akun Twitter SimpleMan juga dilatarbelakangi oleh rasa sakit hati karena ditolak cintanya.
Selain kasus di atas, saya juga diberitahu oleh seseorang yang punya ilmu (sebut saja orang pintar) bahwa salah satu faktor kenapa orang tega menyantet, tenung, pelet atau sejenisnya, memang karena sakit hati, selain karena memang uji coba (iseng) untuk mengetahui seberapa ilmu yang dipunyai oleh seseorang. Di titik ini, gagalnya internalisasi Islam sebagai proteksi atas perilaku menyimpang diketemukan.
Dalam Islam, sakit hati merupakan salah satu penyakit yang sulit disembuhkan, sebab menurut Anwar Zahid, penceramah kondang asal Jawa Timur, merupakan penyakit yang tidak bisa dirasakan sendiri. Artinya, banyak orang yang sebenarnya terkena penyakit batin semacam ini namun dirinya tidak merasa kalau sudah terjangkit penyakit. Untuk penyembuhannya, hampir sama dengan penyakit zahir, ia juga harus dibawa pada dokter, tetapi dokternya dokter, Allah SWT.
Muhasabah diri adalah salah satu cara untuk meredam penyakit hati ini. Di dalam muhasabah ini, kita akan menemukan kesadaran bahwa selama ini telah salah berbuat dan berucap. Bahwa selama ini kita telah menyia-nyiakan waktu karena menganggap apa yang kita yakini benar, padahal menurut Allah SWT tidaklah benar.
Jadi, jangan ada lagi semboyan: “Cinta ditolak dukun bertindak!” Gantilah dengan: “Cinta ditolak, hati bertobat!”. [HW]