Kemajuan teknologi dan informasi saat ini sangat pesat dan cepat. Beriring dengan ditemukannya alat-alat canggih, jauhnya jarak dan lamanya waktu sudah bukan masalah lagi dizaman yang serba cepat ini. Semua penemuan-penemuan tersebut ditujukan untuk membantu aktivitas manusia supaya lebih efesien dan produktif. Berarti pada dasarnya makhluk bernama “digital” ialah alat bantu yang dikendalikan oleh manusia, namun pada perkembangannya dari yang hanya sebatas alat bantu berubah menjadi belenggu yang mengendalikan manusia. Yang asalnya makhluk “digital” menunggu perintah manusia yang mengendalikannya, berubah menjadi alat yang mengendalikan manusia.
Dikendalikan Bukan Mengendalikan
Dikendalikan atau mengendalikan, itu terserah kita sebagai driver bagi diri sendiri. Ada dua pilihan, mengendalikan atau dikendalikan. Mereka yang dikendalikan, maka aktifitasnya akan ditentukan dan diatur oleh yang mengendalikan. Sebagai orang Islam, hanya Allah-lah yang berhak mengendalikan kita. Rasulullah SAW bersabda:
أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Artinya, “Ketahuilah! Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya atas yang dipimpin”
Dalam skala kecil, setiap orang adalah pemimpin bagi dirinya sendiri, sehingga layaknya seorang pemimpin, harus mampu mengendalikan dirinya sendiri dari apapun yang dapat membahayakannya dan menyia-nyiakan waktunya. Seseorang harus bisa memimpin waktunya supaya bisa digunakan pada hal-hal yang bermanfaat. Seseorang harus mampu memimpin nafsunya agar jauh dari maksiat. Termasuk juga, seseorang harus bisa memimpin dan mengendalikan aktivitasnya di media sosial supaya tidak buang-buang waktu dengan sia-sia, tidak ada manfaatnya. Setiap orang adalah pemimpin yang harus mengendalikan, bukan dikendalikan.
Namun, pada kenyataannya jamak ditemukan para generasi milenial yang tipenya dikendalikan, bukan mengendalikan. Gadget yang pada awalnya dibuat untuk mempermudah pekerjaan manusia, malah menjadi kendali pada aktivitas manusia. Akibatnya, sabda Nabi diatas yang menegaskan bahwa manusia harus menjadi pemimpin dan mengendalikan dirinya sendiri, kalah dengan “alat bantu-gadget” yang diciptakannya sendiri.
Ibnu ‘Athoillah As-Sakandari dalam aforisma sufistiknya menulis:
أَنْتَ حُرٌ مِمَّا أَنْتَ عَنْهُ آيِسٌ وَعَبْدٌ لِما أَنْتَ لَهُ طَامِعٌ
“Engkau selalu merdeka dan terbebas dari (belenggu) apapun yang tidak engkau inginkan, dan akan menjadi hamba dari apapun yang engkau inginkan“.
Jadilah Tunas Yang Kokoh
Habib Husein Ja’far Al-Hadar pernah menulis dalam salah satu postingan Instagram-nya, “Kadang, sesuatu di luar kita, seperti uang, media sosial, kawan, dan lainnya, bukan mengubah kita, melainkan mempertegas siapa kita. Maka, sebelum itu semua datang ‘bertamu’, jadilah Tunas Kebaikan yang kokoh”.
Bekali diri dengan ilmu yang kokoh, hiasi dengan akhlak yang terpuji, dan sibukkan aktivitas dengan hal-hal baik. Jika diri kita sudah menjadi tunas yang kokoh, tamu apapun yang datang tidak akan mampu mengendalikan diri kita, akan tetapi kitalah yang merdeka dan menjadi raja bagi diri sendiri. Hal itu selaras aforismanya Syekh Ibnu ‘Athoillah As-Sakandari berikut:
اِدْفِنْ وُجُوْدَكَ فِي اَرْضِ اْلخُمُوْلِ فَمَا نَبَتَ مِمَّا لَمْ يُدْفَنْ لاَيَتِمُّ نِتَاَجُهُ
“Pendamlah dirimu di tanah sunyi, biji yang tumbuh karena tidak ditanam (dipendam), tidak akan sempurna tumbuhnya”
Jika kita menanam diri kita dengan ilmu yang kokoh dan akhlak yang terpuji, maka kita menjadi buah yang sempurna dan tidak akan bisa dicemari oleh virus dan hama apapun. []