Banjir kembali melanda sejumlah wilayah di Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi) pada awal Ramadan tahun ini. Musibah ini terjadi di saat umat Muslim sedang menjalankan ibadah puasa, menambah beratnya ujian yang harus dihadapi. Rumah-rumah warga terendam, aktivitas sehari-hari terganggu, dan kondisi kesehatan masyarakat, terutama para lansia, menjadi perhatian serius. Di Jakarta Selatan dan Jakarta Timur, sebanyak 47 RT terdampak banjir sejak Senin pagi. Sementara di Bogor, tepatnya di Kampung Pensiunan, Desa Tugu Selatan, Cisarua, sebanyak 423 jiwa terkena dampak luapan sungai Ciliwung. Wilayah Depok, Bekasi, dan Tangerang juga tak luput dari bencana ini.
Semua ini terjadi atas kehendak Allah Swt. Sebagai umat beriman, kita meyakini bahwa setiap musibah adalah ujian kesabaran dan keimanan. Cobaan ini mengingatkan kita untuk senantiasa bersabar, bersyukur, dan tetap berusaha menghadapinya dengan ikhtiar dan doa. Namun, di balik ujian ini, kita juga diingatkan untuk bergotong royong, saling membantu, dan memperkuat solidaritas sosial.
Tanggap Darurat dan Solidaritas Masyarakat
Dalam situasi seperti ini, peran pemerintah daerah dan instansi terkait sangat dibutuhkan. Saya berharap aksi tanggap darurat dapat dilakukan dengan cepat dan tepat. Tim Basarnas yang telah diturunkan diharapkan dapat memberikan bantuan terbaik kepada masyarakat yang terdampak. Selain itu, layanan kesehatan harus diprioritaskan, terutama bagi warga yang sakit dan para lansia yang rentan terhadap kondisi lingkungan yang tidak stabil.
Semangat gotong royong juga perlu kita kuatkan. Di tengah musibah, kita melihat betapa pentingnya kebersamaan dan saling membantu. Bantuan dari masyarakat, baik berupa material maupun tenaga, dapat meringankan beban saudara-saudara kita yang sedang kesulitan. Ini adalah momen untuk mengimplementasikan nilai-nilai Ramadan, seperti kepedulian, empati, dan keikhlasan dalam berbagi.
Saya turut mendoakan agar musibah ini segera diatasi, banjir cepat surut, dan warga yang sakit diberikan kesembuhan. Semoga kita semua dapat kembali menjalankan ibadah Ramadan dengan khusyuk dan penuh berkah.
Memahami Beban Musibah dan Beban Aturan
Di tengah musibah ini, ada pelajaran penting yang dapat kita renungkan, yaitu tentang perbedaan antara beban musibah dan beban aturan. Banyak orang sering salah paham dengan ungkapan, “Allah tidak akan memberi beban di luar kemampuan hamba-Nya”. Padahal ada dua jenis beban yang perlu dipahami dengan benar yaitu;
Pertama , beban musibah (Tahmil). Beban musibah bisa berupa ujian ringan atau berat. Ada musibah yang masih dalam batas kemampuan manusia, tetapi ada juga musibah yang sangat berat, bahkan bisa menyebabkan stres, depresi, atau kondisi yang lebih parah. Allah Swt. memberikan berbagai jenis musibah kepada manusia, dan tidak semua musibah itu berada dalam batas kemampuan kita. Hal ini tercermin dalam doa yang diajarkan dalam QS. al-Baqarah (2): 286 yang berbunyi: “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebani kami dengan beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami memikulnya”. Doa ini menunjukkan bahwa musibah yang di luar batas kemampuan manusia memang bisa terjadi, dan kita memohon perlindungan dari-Nya.
Kedua, beban aturan syariat (Taklif). Berbeda dengan beban musibah, beban aturan syariat selalu berada dalam batas kemampuan manusia. Misalnya, perintah shalat lima waktu, puasa Ramadan, zakat, dan sedekah. Semua aturan ini dirancang sesuai dengan kemampuan manusia. Tidak ada aturan syariat yang mustahil dilakukan, seperti memutar kepala 180 derajat atau shalat sambil melayang. Hal ini juga dijelaskan dalam Surat Al-Baqarah (2): 286 yang berbunyi “Allah tidak memberikan beban aturan pada seseorang kecuali sebatas kemampuan orang tersebut".
Dua jenis beban ini seringkali disalahpahami. Banyak orang mengira bahwa semua beban, termasuk musibah, tidak akan melebihi kemampuan manusia. Padahal, musibah bisa saja sangat berat dan di luar batas kemampuan kita. Namun, sebagai hamba Allah, kita diajarkan untuk tetap bersabar, berikhtiar, dan berdoa.
Hikmah di Balik Musibah
Musibah banjir yang melanda Jabodetabek ini mengajarkan kita banyak hal. Pertama, kita diingatkan tentang kekuatan dan kebesaran Allah Swt. dengan alam dan segala isinya tunduk pada kehendak-Nya. Kedua, musibah ini menguji kesabaran dan keimanan kita. Seberat apa pun ujian yang datang, kita harus tetap yakin bahwa Allah Swt. selalu bersama hamba-Nya yang sabar.
Ketiga, musibah ini juga mengajarkan kita tentang pentingnya solidaritas dan gotong royong. Di saat sulit, kita harus saling membantu dan meringankan beban sesama. Inilah esensi dari kehidupan bermasyarakat dan beragama. Terakhir, musibah ini menjadi pengingat bagi kita untuk lebih peduli terhadap lingkungan. Banjir yang kerap terjadi di Jabodetabek tidak lepas dari masalah lingkungan, seperti penyempitan sungai, sampah yang menumpuk, dan alih fungsi lahan.
Semoga musibah ini segera berlalu dan kita semua dapat mengambil hikmah dari setiap kejadian. Mari kita terus berdoa, bersabar, dan berusaha untuk menghadapi ujian ini dengan penuh keimanan. Selamat menjalankan ibadah Ramadan, semoga kita semua diberikan kekuatan dan keberkahan.