Memaknai Ramadan, Menyelami Kehidupan Santri di Yaman

JAKARTA, Pesantren.ID — Ramadan merupakan momentum yang disediakan Allah sebagai kesempatan berharga bagi manusia untuk memperbaiki diri. Juga, waktu yang paling tepat untuk menempa dan mengasah kecerdasan, demikian disampaikan Plt. Ketua Umum PP Mahasiswa Ahlit Thariqah al-Mu’tabarah an-Nahdliyyah (MATAN), Dr. M. Hasan Chabibie, dalam dialog Diaspora Santri edisi Ramadan, bersama PCINU Yaman pada Sabtu (24/04/2021).

Menurut Hasan, puasa menjadi ruang untuk mengasah kecerdasan. “Dalam puasa itu, ada tiga elemen di antaranya. Ada kecerdasan yang intelektual, ada kecerdasan emosional, ada kecerdasan spiritual. Nah, ibadah puasa mencakup tiga kecerdasan itu,” ungkap Hasan, yang juga pengasuh Pesantren Baitul Hikmah, Depok, Jawa Barat.

Lebih lanjut, Hasan Chabibie menyampaikan bahwa Ramadan ini kesempatan yang luar biasa. “Di samping ibadah dengan pahala yang dijanjikan oleh Allah, siapapun yang beribadah di bulan Ramadan ini, akan dilipatgandakan ganjarannya. Tentu, momentum ini kita syukuri bersama-sama. Bahwa, ada satu masa, satu periode, di mana Allah persiapkan kepada kita semua, untuk melatih tiga kecerdasan itu, secara bersama-sama. Jika kita secara konsisten selama 30 hari melakukan hal-hal yang mungkin semampu kita, tiga kecerdasan itu akan terasah,” terangnya.

Hasan Chabibie menambahkan, bahwa Ramadan juga momentum untuk mempersiapkan diri mengarungi kehidupan. “Setelah Ramadan kita akan berhadapan dengan 11 bulan lagi pada Syawal ke bulan-bulan berikutnya, maka harus kita persiapkan. Maka, istiqomah yang kemudian menjadi kata kunci yang dibiasakan dalam waktu 30 hari, diharapkan mampu menjadi modal, mewarnai fase kehidupan kita selama 11 bulan berikutnya, bakda Ramadan,” jelas Hasan, yang juga mengabdi sebagai Plt. Kepala Pusdatin, Kemendikbud.

“Mari kita maksimalkan anugerah yang sudah diberikan oleh Allah, dengan mengisinya dengan aktivitas-aktivitas terbaik, tentu dengan mengisi dengan shalawat, tadarus, qiyamul lail, shodaqoh dan sebagainya. Semua amal-amal lain, akan mampu mengasah kecerdasan kita secara emosional, intelektual dan spiritual,” ajak Hasan.

Baca Juga:  Santri dan Mahasiswa dalam Neraca Dikotomi

Sementara, terkait dengan tradisi Ramadan di Yaman, Hasan Chabibie menyatakan betapa kita semua perlu belajar dari kehidupan muslim di negeri itu.

“Yaman memang menjadi sumber pengetahuan, para ulama kita di Indonesia juga tersambung sanadnya dengan ulama-ulama Yaman. Kebetulan saya pernah berkunjung ke Tarim, ada saudaranya yang juga pernah belajar di sana, jadi Yaman memang luar biasa,” terang Hasan.

Katib Syuriah PCINU Yaman, M. Abdurrouf, mengungkapkan bahwa banyak kesempatan belajar di Yaman. “Memang ada banyak peluang untuk belajar di Yaman, harus pandai-pandai mengatur waktu dan memanfaatkan kesempatan yang ada. Pernah suatu kali, di bulan Ramadan, kesempatan terbuka untuk mengaji di sebuah ribath di Yaman yang berusia lebih tujuh abad, itu luar biasa,” ungkapnya.

Di sisi lain, Mustayar PCINU Yaman, H. M. Abdul Muhith, menyatakan bahwa tradisi Ramadan di Yaman sangat istimewa, semua orang beribadah dengan khusyu’.

“Di Yaman, selama Ramadan, itu semua toko pada tutup. Kalau di Yaman, setelah Ramadan, setelah hari Raya Idul Fitri, pada hari kedua itu rata-rata orang sudah puasa lagi. Jadi, pada Syawal hari kedua sampai tanggal tujuh, itu Sebagian besar pada puasa. Nah, saat itu, saya di Yaman seakan-akan kegiatan seperti Ramadan, warung-warung pada tutup. Mau minum dan makan, kita merasa malu, karena Sebagian besar orang berpuasa,” jelas Muhith.

Dialog Diaspora Santri selama Ramadan ini merupakan kerjasama PCINU Lintas negara, TVNU, Pusat Studi Pesantren, juga didukung oleh LTN PBNU, NUOnline, PP MATAN dan AISNUsantara. []

Redaksi
Redaksi PesantrenID

Rekomendasi

Tinggalkan Komentar

More in Berita