19 April 1953, Masyarakat Berdiri Sepanjang Jalan Surabaya-Jombang Menyambut Jenazah Pak Wahid

Ketika Pak Wahid pergi dan mengusap kepalanya, lalu berpesan “Pokoknya ikuti saja apa kata ibumu ya!” tak terbesit sedikit pun kalau itu adalah pesan terakhir ayahnya. Bahkan Umar Wahid yang ketika itu berusia 8 tahun tetap biasa saja ketika terdengar kabar kalau ayahnya baru saja kecelakaan di Cimahi. Ia masih bisa bermain di rumah sewa di Matraman. Pukul 11-12 siang, keluarga mendengar “sari berita penting” dari radio, dan diwartakan kalau mantan menteri agama meninggal dalam peristiwa kecelakaan.

Jenazah Pak Wahid diterbangkan dengan pesawat ke Surabaya didampingi keluarga. “Baru pertama itu kami naik pesawat. Tapi tidak ada kebahagiaan sama sekali,” kata Pak Umar.

Ada hal yang menyita perhatiannya ketika itu, orang-orang berjajar sepanjang jalan dari Surabaya ke Jombang, sehingga perjalanan menjadi lambat. Orang-orang minta rombongan berhenti dan ingin menshalatkan jenazah di masjid-masjid setempat, tapi tentu keinginan itu tidak bisa dituruti, jenazah Kiai Wahid sudah lama menunggu dan harus segera dimakamkan. Akhirnya masyarakat hanya bisa berdiri sambil menatap sedih, berdoa dan melambaikan tangan.

Kata Gus Dur ke Pak Umar di kemudian hari, “Masyarakat seperti itu ke Bapak bukan karena beliau pernah jadi menteri. Masyarakat (ketika itu) tidak tahu apa itu menteri. Juga bukan karena Bapak adalah putra Hadratus Syekh. Masyarakat memberikan sambutan seperti itu karena Bapak sangat memahami urusan masyarakat, tahu kebutuhan masyarakat, dan mau memperjuangkan kepentingan masyarakat.”

Pak Wahid dinyatakan meninggal dunia pada tanggal 19 April 1953 dalam usia 39 tahun. Ibu Sholihah yang baru berusia 31 tahun lulusan Tsanawiyah ketika itu merawat 5 anak dan 1 anak masih dalam kandungan. Anak tertua, Gus Dur, baru berusia 13 tahun. Banyak yang menawarkan bantuan kepada keluarga ketika itu, tapi istri Pak Wahid hanya menjawab, “Iya nanti saja kalau kami membutuhkan.”

Baca Juga:  Konflik Sosial Keagamaan Islam Non-Mainstream dalam Masyarakat Majemuk di Indonesia

Al-Faatihah
~
Demikian disarikan dari paparan Pak Umar Wahid, 19 April 2021. Ada juga yang menarik disampaikan para senior dalam forum ini: Salah satu yang membuat NU keluar dari Masyumi setahun sebelum Pak Wahid wafat adalah karena ketika itu peran NU dibatasi hanya pada urusan agama dengan pengertian yang sangat terbatas. Mungkin mirip seperti sekarang.

A Khoirul Anam
Dosen UNUSIA Jakarta dan Redaktur NU Online.

Rekomendasi

Tinggalkan Komentar

More in Ulama