Ketika menulis buku Tasawuf Sosial KH. MA. Sahal Mahfudh, penulis berkesempatan wawancara dengan KH. Nashir Fattah Tambakberas Jombang, santri KH. MA. Sahal Mahfudh dan KH. Maimoen Zubair. Beliau merupakan adik Ibu Nyai Hj. Nafisah Sahal. Setelah menyelesaikan studi di PIM, beliau ngaji kepada Mbah Maimoen di Sarang.

Dalam wawancara yang dilakukan di ndalem lantai 2 KH. MA. Sahal Mahfudh ini penulis mendapatkan kisah menarik dan menakjubkan.

Kiai Nashir berkisah:

Saat jadi pengantin muda, beliau mulai berbisnis dengan dagang kitab. Membeli kitab dan menjualnya kepada para santri. Untuk kebutuhan dagang ini, Kiai Nashir pinjam uang Kiai Sahal. Setelah punya uang, Kiai Nashir langsung ke Kajen untuk membayar hutang. Secara tidak sengaja, uang yang dibawa Kiai Nashir kurang 500 (lima ratus rupiah).

Setelah Kiai Sahal menerima pengembalian Kiai Nashir yang tidak lain adalah santri dan adik iparnya, Kiai Sahal menghitung dan ternyata kurang 500, maka Kiai Sahal berkata kepada Kiai Nashir “hutangmu kurang 500”.

Kiai Nashir kaget dengan dawuh Kiai Sahal ini, karena uang pengembaliannya kurang. Akhirnya beliau hutang 500 kepada kakaknya, Ibu Nyai Hj. Nafisah Sahal karena jika kembali ke Jombang jaraknya jauh.

Setelah mendapat uang 500, Kiai Nashir langsung memberikan kepada Kiai Sahal. “Kiai, ini kekurangan 500“. Kiai Sahal kemudian menghitung dan ternyata lunas.

Setelah ini, ada kejadian yang luar biasa, yaitu, Kiai Sahal dawuh kepada Kiai Nashir “Duit iki kanggo nambah modal ya“.

Subhanallah, Kiai Nashir kaget dan tertegun dengan cara Kiai Sahal mendidik. Cara inilah yang diterapkan Kiai Nashir dalam mengelola keuangan secara disiplin dan tidak boleh terpengaruh ikatan kekeluargaan.

Baca Juga:  Peran KH Mahfudh Salam dan KH Zubair Dahlan dalam Mendidik Keturunannya Jadi Ulama Besar

Kiai Sahal dalam kisah di atas mendidik mental disiplin, amanah, dan jujur dalam keuangan. Jika hutang 3000, harus kembali 3000. Tidak boleh kurang karena hutang harus dikembalikan utuh. Tidak boleh ikatan kekeluargaan atau apapun menjadikan seseorang tidak disiplin dalam keuangan.

Jika kedisiplinan dalam manajemen keuangan bisa diterapkan, maka potensi korupsi, kolusi, dan nepotisme bisa dihindari sedini mungkin.

Selain itu, kisah ini menunjukkan perhatian dan kedermawanan Kiai Sahal dalam memompa semangat santri untuk mandiri dengan berwirausaha. Kiai Sahal selalu mendorong santri untuk mandiri.

Demikianlah teladan disiplin keuangan ala Kiai Sahal Mahfudh sebagai ‘ibrah bagi santri, kiai, dan pengurus organisasi, khususnya dalam masalah keuangan agar disiplin sehingga tidak ada celah bagi bocornya uang yang tidak bisa dipertanggungjawabkan dan menjadi sumber hancurnya kepercayaan masyarakat.

KH. MA. Sahal dalam banyak kesempatan selalu menyampaikan bahwa kader ideal adalah ‘al-qawiyyul amiin’, orang yang punya potensi dan bisa dipercaya. Jika hanya berkualitas tapi tidak amanah, maka tunggulah kehancurannya. Jika amanah tapi tidak berkualitas, maka terjadi stagnasi.

Al-qawiyyu dan al-Amin harus bersatu dalam satu pribadi sehingga organisasi bisa berkembang pesat demi realisasi cita-cita agung yaitu memberdayakan masyarakat dalam semua aspek kehidupan.

Jangan sampai seorang Muslim masuk dalam jurang dua kali. Artinya, jika ada kasus keuangan, maka sistem dan manajemen keuangan harus segera ditata secara transparan dan akuntabel dengan disiplin tinggi sehingga tidak terjadi kasus yang kedua kali.

Setiap lembaga yang dipimpin Kiai Sahal selalu terbuka dan akuntabel laporan keuangannya, sehingga kemajuan demi kemajuan lembaga terwujud yang pada akhirnya melahirkan kepercayaan tinggi dari publik secara luas.

Semoga santri ketika diberi amanah mengelola keuangan bisa jujur dan amanah, sehingga mendapatkan kepercayaan masyarakat.

Baca Juga:  Agungnya Ahlak KH MA Sahal Mahfudh

الى روح شيخنا العالم العلامة الفقيه الاصولي الحاج محمد احمد سهل محفوظ عبد السلام الحاجيني الفاتحة ….
امين يا رب العالمين

Dr. H. Jamal Makmur AS., M.A.
Penulis, Wakil Ketua PCNU Kabupaten Pati, dan Peneliti di IPMAFA Pati

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Kisah