Opini

Gus Ulil: Turunnya Islam di Makkah karena Pertimbangan Geopolitik

Gus Ulil: Turunnya Islam di Makkah karena Pertimbangan Geopolitik

Islam merupakan agama yang sadar akan konteks global, mengingat misi Rasulullah SAW -sebagai penyebar agama Islam- diutus kepada sekalian alam atau lil ‘alamin sebagaimana yang termaktub dalam al-Qur’an surat al-Anbiya ayat 107 “Kami tidak mengutusmu (Muhammad) melainkan untuk memberikan rahmat bagi seluruh alam”. Jika ditarik lebih jauh, konteks global tersebut akan mengarah ke salah satu sektor yang tidak kalah berpengaruh dalam penyebaran agama Islam itu sendiri yaitu sektor geopolitik.

Gagasan ini disampaikan oleh seorang praktisi Islam di Indonesia, Ulil Abshar Abdalla dalam seminarnya di salah satu universitas ternama di Sumatera Utara. Beliau berkesempatan menjadi salah satu pembicara yang mewakili organisasi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Gus Ulil -sapaan akrab beliau-, mengatakan bahwa materi yang dibawa merupakan pengantar atau keynote speech pada acara Konferensi Humanitarian Islam yang berlangsung di Jakarta pada awal November lalu.

Pada acara itu, Gus Ulil menyampaikan beberapa pembahasan di antaranya adalah gagasan Nahdlatul Ulama tentang Humanitarian Islam serta kaitannya dengan tantangan Islam dan penjabaran tentang situasi transisi global saat ini. Gus Ulil membuka materinya dengan menyebut prestasi ulama dan kiai di Indonesia, yang menurut beliau telah berhasil dalam menyebarkan nilai keislaman berlandaskan rahmat di seluruh penjuru tanah air. Prestasi ini begitu membanggakan dan mampu mencuri perhatian secara internasional.

Istilah Humanitarian Islam berasal dari Bahasa Indonesia “Islam untuk Kemanusiaan” atau “al-Islam li al-Insaniyyah”. Jika dialihbahasakan ke Inggris, frasa tersebut menjadi “Islam for Humanity”. Akan tetapi, frasa itu mengandung arti “mau mengislamkan umat manusia”. Tentu, hal ini menimbulkan kesan buruk di mata Barat. Karena bagaimanapun juga, dakwah Islam tidak boleh mengandung citra buruk. Sebagai gantinya, dipilihlah redaksi “Humanitarian Islam” yang berinti pada penyebaran ajaran Islam, yaitu rahmat kepada seluruh umat.

Baca Juga:  Pemikiran dan Peradaban Islam Masa Dinasti Abbasiyah dan Kebijakan Khalifah Al-Makmun dan Harun Al-Rasyid (1)
Geopolitik dalam Penyebaran Agama Islam

Pada poin berikutnya, Gus Ulil membahas tentang sektor geopolitik dalam Islam. Beliau menyebutkan surat ar-Rum sebagai contoh. Surat ke-30 dalam urutan mushaf itu berarti negara Romawi. Romawi sendiri adalah satu di antara dua imperium besar ketika itu. Pusat pemerintahan Romawi ada di kota Konstatinopel, Byzantium – setelah jatuh ke tangan penguasa Islam, nama Konstatinopel diubah menjadi Istanbul. Adapun sekarang, Byzantium adalah Turki.

Friedrich Ratzel (1904) ahli geografi dan etnolog dari Jerman mengungkapkan, geopolitik ialah salah satu cabang ilmu politik yang mengkaji bagaimana suatu negara atau kelompok dipengaruhi oleh kondisi geografis, seperti lokasi, sumber daya, dan topografi. Dengan narasi yang mirip, Karl Haushofer (1946) ahli geopolitik dari Jerman berpendapat bahwa geopolitik mampu menjadi pedoman bagi negara untuk memanfaatkan sumber daya alam dan lokasi strategis demi mempertahankan dan memperluas kekuasaan.

Negara Persia adalah satu imperium lainnya pada zaman itu sekaligus rival negara Romawi. Keduanya telah ratusan kali melakukan peperangan. Berbagai keadaan kerap kali berubah pada akhir peperangan karena memang baik Persia atau Romawi sama-sama negara yang besar dan kuat. Dalam hal ini, Islam atau Nabi Muhammad SAW yang membawa ajaran tauhid warisan Nabi Ibrahim AS, cenderung bersimpati kepada Romawi yang mengikuti agama Kristen alias sesama ahlul kitab.

Kristen yang dimaksud di sini adalah ajaran tauhid yang dibawa oleh Nabi Isa AS lantas diselewengkan oleh para pengikut beliau. Kristen diturunkan di tengah-tengah peradaban Romawi, lebih tepatnya di Palestina yang terpaut sekitar 1.000 km. Ajaran baru Nabi Isa AS itu dianggap sebagai sebuah pemberontakan. Sehingga beliau dibenci, diburu, hingga dibunuh dengan cara menyalib (pada keyakinan Islam sendiri, Nabi Isa AS belum wafat karena diselamatkan saat pemburuan) Dakwah beliau pun tidak berlangsung lebih dari tiga tahun.

Baca Juga:  Islam Yes, Nasionalisme Oke!

Sementara Islam diturunkan di kawasan yang agak jauh dari kedua imperium di atas, sekitar 2.400 km arah selatan, yaitu kota Makkah. Lokasinya di pinggiran sekaligus berada di kawasan tandus dan dikelilingi pegunungan membuat para penguasa Persia atau Romawi tidak mengetahui adanya Nabi Muhammad SAW yang pelan-pelan sedang membangun suatu peradaban baru, yaitu peradaban Islam. Hingga kemudian hari, pasukan Muslim mampu mengalahkan pasukan Romawi dalam peristiwa Perang Tabuk.

Dari sini terlihat betapa kontrasnya penyebaran ajaran tauhid yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW dan Nabi Isa AS. Bisa dibayangkan, jika yang diutus ke Palestina untuk menyebarkan ketauhidan adalah Nabi Muhammad SAW. Kemungkinan besar, nasib perjuangan dakwah beliau tidak jauh berbeda dengan yang dialami oleh Nabi Isa AS. Menurut pandangan Gus Ulil, pemilihan lokasi dakwah ini bukanlah sebuah ketidaksengajaan, malah mengandung hikmah yang begitu mendalam. Beliau melanjutkan, di antara pesan tersirat yang terkandung yaitu keberadaan agama Islam yang amat mempertimbangkan peta geopolitik global. [hw]

Muhammad Zulfan Masandi
Santri Ponpes Qur'anan Arobiyya Kota Kediri dan Mahasiswa Pendidikan Bahasa Arab IAIN Kediri.

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini