Opini

Surat Raden Aboe Bakar Djajadiningrat untuk Snouck Hurgornje Saat Pertama kali Tiba di Makkah

Manuskrip Surat dari Aboe Bakar Djajadiningrat untuk Snouck Hurgornje

Ini adalah manuskrip sepucuk surat yang ditulis oleh Raden Aboe Bakar Djajadiningrat (w. 1914), seorang menak (aristokrat lokal) Sunda dari keluarga bupati Pandeglang yang bekerja sebagai “dragoman” di kantor Konsulat Belanda di Jeddah sepanjang tahun 1884-1912.

Surat tersebut diperuntukkan kepada Christian Snouck Hurgronje (w. 1936), seorang orientalis Belanda yang pada tahun 1884-1885 berada di Jeddah dan Makkah untuk meneliti perayaan ibadah haji, sekaligus meneliti seluk-beluk masyarakat Nusantara di Makkah serta pengaruh, jaringan dan hubungan mereka dengan tanah airnya di Hindia Belanda.

Snouck Hurgronje tiba di Jeddah pada 1884. Ia lalu belajar bahasa Melayu kepada Raden Aboe Bakar Djajadiningrat untuk tujuan penelitiannya. Ketika datang ke Jeddah, Snouck sudah memiliki bekal pengetahuan bahasa Arab yang mumpuni, hasil tempaan selama masa belajarnya di Universitas Leiden Belanda. Ia pun tinggal melancarkan saja kemampuan bahasa Arabnya utamanya dalam dialek “hijâzî”.

Di Jeddah, Djajadiningrat juga berperan dalam proses “masuk Islam”-nya Snouck, yaitu ketika Snouck mengucapkan dua kalimat syahadat, bersunat, dan mengganti namanya dengan Abdul Ghaffar. Djajadiningrat pula yang berjasa mengenalkan Snouck dengan Sayyid ‘Abdullâh al-Zawâwî (w. 1924), yang kelak menjadi salah satu sahabat dekat Snouck dan menjadi mufti madzhab Syafi’i di Makkah.

Dari Jeddah, Snouck kemudian bertolak ke Makkah dan berada di kota suci itu selama kurang lebih enam bulan lamanya (Februari hingga Agustus 1885). Snouck kemudian menulis penelitiannya tentang potret sosio-kultural Makkah dan dibukukan pada tahun 1888 dengan judul “Mekka” (dalam bahasa Jerman). Karya ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris beberapa tahun kemudian dengan judul “Mekka in the Latter Part of the 19th Century: Daily Life, Customs and Learning. The Moslims of the East-Indian Archipelago”.

Bab ke-IV dari buku tersebut khusus membahas tentang potret masyarakat “Jawi” (Nusantara) di Makkah, termasuk nama-nama ulama Nusantara yang mengajar di Makkah, aktivitas, jaringan dan pengaruh mereka, serta karya-karya intelektual mereka yang dipublikasikan di Makkah, Kairo (Mesir), Istanbul (Turki) dan Bombay (India).

Baca Juga:  Kitab “Badzl al-Nashîhah” dan Cerita Pertaubatan Tujuh Orang Wahabi Minangkabau

Djajadiningrat memiliki saham yang sangat besar sebagai pemasok data dalam upaya riset Snouck ini, khususnya untuk bab terakhir dari buku tersebut. Michael Laffan dalam beberapa artikelnya telah mengulas dengan baik terkait relasi antara Djajadiningrat dan Snouck ini, salah satunya adalah yang berjudul “Raden Aboe Bakar: an Introductory Note Concering Snouck Hurgronje’s Informant in Jeddah (1884-1912)” dalam Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde 155 (1999), no: 4, Leiden, 517-542.

* * * * *
Nah, sepucuk maktub ini adalah surat yang dikirim pertamakalinya oleh Djajadiningrat kepada Snouck setelah Snouck tiba di Makkah. Surat tersebut bertanggal 05 Februari 1885 (19 Rabi’ul Akhir 1302 Hijri).

Tampaknya surat ini dikirim melalui seorang perantara khusus, bukan melalui kantor pos, karena tentulah surat-surat yang dikirim melalui kantor pos resmi pemerintahan Turki Utsmani (Ottoman, saat itu wilayah Arabia dan Timur Tengah lainnya berada di bawah administrasi pemerintahan imperium Ottoman) harus melalui sensor terlebih dahulu.

Surat tersebut ditulis dalam bahasa Arab dengan jenis aksara campuran Naskhi-Ta’liq-Riq’ah. Bagian isi utama teks surat terdiri dari 12 (dua belas) baris. Di sana, Djajadiningrat menyampaikan kepada Snouck, yang dipanggilnya dengan sebutan “akhî” (saudaraku), tentang beberapa hal, di antaranya: (1) Djajadiningrat merasa rindu mendengar kabar dari Snouck setelah ia tiba di Makkah, (2) Djajadiningrat dirundung rasa cemas dan khawatir karena belum mendapatkan kabar apapun dari Snouck, (3) Djajadiningrat mendoakan keselamatan Snouck di Tanah Suci, (4) Djajadiningrat mengabarkan jika di Makkah terdapat tiga buah institusi pendidikan (madrasah) yang utama, selain delapan buah madrasah lainnya dalam skala yang lebih kecil, (5) Djajadiningrat sudah mendapatkan jawaban (fatwa) dari sebuah masalah fikih yang ditanyakan oleh Snouck. Jawaban tersebut didapatkan dari Syaikh Shâlih Kamâl, seorang qadhi di Jeddah, (6) Djajadiningrat mengabarkan jika ia sedang terkena sakit panas, (7) Selain jawaban dari Syaikh Shâlih Kamâl, Djajadiningrat juga mendapatkan jawaban fatwa dari pertanyaan masalah fikih yang diajukan Snouck dari Sayyid ‘Abdullâh al-Zawawî yang kemungkinan besar lebih melegakan dan cocok, (8) memohon Snouck untuk menemui kerabat Djajadiningrat di kawasan Bâb al-Salâm di Makkah, yaitu Muhammad Idris al-Bantanî.

Baca Juga:  Manuskrip Milik Syaikh Ahmad Khatib Sambas yang Tersimpan di Kampung Syaikh Abdul Karim Banten (Lempuyang) Bertahun 1238 H/1823 M

Bagian awal surat tertulis sebagaimana berikut ini:

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله وحده
انشاء عليك سلاما كثيرا ودعاء لك بخير لتكون سالما من كل الآفات

بعد الذي نعرفكم به يا أخي بأن خاطري مشغول ولم يشرح حيث أني لم أسمع خبرا من أحوالك سوى ذلك الوقت فنرجو الله أن تكون صحتك تامة و(لا) أسأل الله الكريم (ألا) عافيتك وسلامتك التي هي غاية المنى وبلوغ المراد فعسى الأمر كذلك فبشرني بما ذكر.

Bismillâhirrahmânirrahîm. Segala puji bagi Allah semata saja. Surat untukmu. Salam yang banyak dan do’a kebaikan untukmu, agar kamu senantiasa selamat dari segala marabahaya.

Aku memberitahukan kepadamu, wahai saudaraku, bahwa hatiku gundah gulama dan tidak merasa tentram, karena aku tidak mendengar kabar dari keadaanmu kecuali waktu itu. Aku berharap kepada Allah agar engkau selalu berada dalam kesehatan yang sempurna, dan aku meminta kepada Allah Yang Maha Mulia agar senantiasa menjaga keselamatan dan kesehatanmu, karena itu adalah harapan paling puncak dan hal yang diinginkan. Semoga keadaan perkaranya sebagaimana disebutkan tadi. Berilah aku kabar gembira dengan hal tersebut).

Di bagian akhir surat terdapat keterangan pengirim, atas nama Raden Aboe Bakar Djajadiningrat, sekaligus penanggalan surat dalam Hijri, yaitu 19 Rabi’ul Akhir tahun (1)302. Tertulis di sana:

الداعي لكم بخير/ بكر الرادن// حرر ذلك في 19 ربيع الأخير 302

(Yang mendoakanmu dengan kebaikan/ Raden Aboe Bakar/ Ditulis surat ini pada 19 Rabi’ul Akhir [1]302)

* * * * *
Setelah Snouck Hurgronje keluar dari Arabia dan menetap di Leiden, juga ketika ia menjabat sebagai penasihat pemerintahan kolonial Hindia-Belanda untuk urusan agama Islam sepanjang tahun 1889-1906 dan menetap di Batavia, Raden Aboe Bakar Djajadiningrat masih terhitung rajin mengirim surat untuk Snouck. Arsip-arsip surat yang dikirim oleh Djajadiningrat kepada Snouck itu pun kini tersimpan dengan sangat baik di Perpustakaan Universtas Leiden, pada koleksi C. Snouck Hurgronje, dengan nomor kode (?).

Baca Juga:  Hunain Ibn Ishaq, Penerjemah Islam tapi Nasrani

Sumber-sumber berbahasa Arab tidak banyak yang mengulas tentang sosok Djajadiningrat dan perannya yang sangat besar sebagai sahabat dan pemasok informasi-pengetahuan untuk Snouk. Di antara sumber berbahasa Arab itu adalah ulasan berjudul “Râdin Abû Bakr: Dalîl am Jâsûs? Min Wâqi’ Watsâ’iq Lîdan (Raden Aboe Bakar: Pembimbing atau Mata-Mata? Dari Fakta Arsip-Arsip Leiden)” yang ditulis oleh Sulthan al-Thas dan dimuat dalam surat kabar “Makkah Newspaper” (edisi 20 Juli 2016).

Dalam ulasan tersebut, al-Thas menulis terkait sosok Djajadiningrat:

لهم سهمة كبرى في نتاج سنوك العلمي، وبخاصة دراسته للمجتمع المكي بسكانه أشرافا وأتراكا، حاضرة وبادية، علماء ومجاورين. أعني هنا مصدر سنوك الأهم، المجاور الجاوي المثقف، رادن أبوبكر

(Tokoh yang memiliki kontribusi besar dalam karya-karya intelektual Snouck, khususnya kajian Snouck terkait sosiologi masyarakat Makkah, detail lapisan penduduknya baik dari kalangan para Syarif atau pun pejabat-pejabat Turki-nya, baik orang-orang kota atau pun beduin-nya, termasuk ulama-ulama Makkah dan para pelajarnya. Saya jelaskan di sini tentang sumber terpenting bagi Snouck itu, yaitu seorang asal Jawi [Nusantara] yang intelek; Raden Aboe Bakar [Djajadiningrat])

Ahmad Ginanjar Sya'ban
Alumnus Mahasiswa Al Azhar, Dosen UNUSIA Jakarta, dan Peneliti Ulama Islam Nusantara.

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini