LONDON, Pesantren.id – Regenerasi kepemimpinan politik di Indonesia ada di tangan para pemudanya. Tetapi generasi muda ini perlu dipastikan bahwa mereka punya kapabilitas dan perspektif yang tepat, serta mendapat mentor yang sesuai.
Hal ini disampaikan Ketua Perkumpulan Kader Bangsa Dimas Oky Nugroho, PhD yang membetot perhatian berbagai mahasiswa Indonesia di Inggris Raya yang hadir di acara diskusi di London, Sabtu (29/4) menjelang buka puasa waktu setempat.
“Sebagian pemuda kita harus bisa menjadi political leader (pemimpin politik). Namun mereka harus punya geopolitical perspective yang kuat dan mendapat mentor yang tepat untuk menjadi pemimpin,” papar Dimas Oky pada acara yang diselenggarakan kolaborasi Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINUUK), Equator Initiative for Policy Research (EIPR), dan Perkumpulan Kader Bangsa, di Nansen Village, London Utara.
Menurutnya, mempersiapkan pemimpin khususnya di bidang politik memang kompleks. Selain perihal kapabilitas dan mentorship di atas, Dimas Oky menuturkan bahwa pemuda perlu menyadari bahwa mereka perlu untuk mau berkolaborasi, mau berendah hati, dan berpikir filosofis.
“Saat ini eranya rame-rame (dalam bergerak mempersiapkan diri menjadi pemimpin). Eranya kolaborasi dan bekerjasama. Tetapi, perlu diperhatikan bahwa (konsekuensinya) mereka juga perlu merunduk. Tidak merasa benar sendiri dan mau berpikir filosofis,” terangnya di hadapan sekitar 25 mahasiswa Indonesia yang sedang menempuh studi di UK. Sebagian sedang menempuh studi doktoral, sebagian lain studi magister di berbagai universitas di London.
Karenanya, ia mengajak para pemuda untuk menyadari perlunya untuk memahami perjuangan jalan sunyi. Artinya, pemuda perlu mulai menempuh jalan-jalan kecil yang mungkin tidak mendapat sorotan publik. Jalan kecil ini mengilustrasikan berbagai upaya nyata di berbagai bidang dan daerah. Sebab, boleh jadi ‘jalan besar’ yang sering mendapat sorotan publik terlalu jenuh dan malah tak menghasilkan dampak nyata di masyarakat.
“Saya mendorong para pemuda untuk menjadi pemimpin politik kedepannya dengan mengambil jalan kecil atau jalan tikus. Ini yang saya sebut sebagai vernacular politics. Perjuangan pemuda dimulai dari jalan-jalan yang mungkin tidak mendapat sorotan tapi dampaknya nyata,” ujar Dimas Oky yang tampil dengan gaya kasual dalam diskusi tersebut.
Hadir juga menjadi pembicara adalah Profesor Khairul Munadi, Atase Pendidikan dan Kebudayaan RI di London. Khoirul Munadi menekankan pentingnya eksposur bagi para pemuda terhadap kompleksitas permasalahan nyata di tengah publik. Eksposur yang ia maksud salah satunya adalah diversitas atau keberagaman yang nyata di masyarakat.
“Pemuda kita perlu mendapat lebih banyak keterpaparan terhadap perbedaan ini. Kita perlu memahami pentingnya thoughtful disagreement (ketidaksetujuan yang bijak). Tanpa bisa menerima perbedaan, pemuda tidak mungkin mau bekerjasama dan mendorong kemajuan di masyarakat,” tegas Khoirul Munadi di acara yang bertajuk “Kepemipinan dan Kolaborasi Pemuda Diaspora untuk Kemajuan Diplomasi dan Pembangunan Indonesia” tersebut.
Dengan thoughtful disagreement itu, pemuda sebagai generasi penerus kepemmpinan politik nantinya akan makin optimis untuk berbuat nyata. Sebab mereka akan melihat permasalahan di tengah-tengah masyarakat secara lebih utuh. Selain itu, mereka juga muda untuk berkonsolidasi sebab tidak mereasa risih dengan perbedaan pendapat.
Prof Khoirul Munadi juga menekankan pentingnya terus menggemakan dan menguatkan gerakan menginspirasi satu sama lain. Dengan insprasi, makin besar optmisme muncul di kalangan anak-anak muda. Namun, sembari menjaga inspirasi itu, ia tegaskan bahwa pemuda jangan alergi dengan politik. Sebab politik menjadi jalan utama, jika tidak satu-satunya, untuk benar-benar membawa kemajuan di Indonesia.
“Saya ingin sampaikan pemuda jangan alergi politik. Semua keputusan penting di Indonesia terjadi lewat politik,” ungkap Atdikbud KBRI London.
Sebagian peserta yang hadir dalam acara ini adalah perwakilan kelompok atau organisasi mahasiswa Indonesia di Inggris Raya seperti Perhimpunan Pelajar Indonesia di UK (PPIUK) dan Doctrine UK. Sebagian lain adalah penerima beasiswa baik dari pemerintah Indonesia maupun pemerintah UK.
Acara ini dikemas serius tapi sederhana dan kekeluargaan dimana sebagian besar pesertanya telah berkeluarga. Diskusi ditutup dengan buka puasa dengan sajian nasi kuning komplit khas Indonesia yang dimasak oleh salah satu anggota keluarga mahasiswa Indonesia di Inggris.(*)