pentingnya-arafah-dalam-ibadah-haji

Al-Hajju Arafah artinya “puncak ibadah haji itu ya arafah” – HR. Ibnu Hibban

Arafah memiliki banyak arti bagi umat Islam. Arafah bisa dikaitkan dengan kesejarahan manusia di atas Bumi. Bisa dikaitkan dengan keabsahan rangkaian ibadah haji. Bisa dikaitkan dengan tempat terbaik untuk berkontemplasi. Bisa dikaitkan dengan tempat turunnya wahyu terakhir untuk Rasulullah saw. Betapa pentingnya Arafah bagi kehidupan umat Islam.

Arafah adalah bahasa Arab yang berarti “mengetahui”. Arafah merupakan nama daerah dan gunung yang tidak jauh dari Makkah. Disebut Arafah, karena tempat di mana Adam dan Hawa bertemu setelah diturunkan di Bumi. Demikian juga gunung Arafah ini merupakan tempat berkumpulnya para manusia yang ingin saling mengetahui satu sama lain (ta’aruf). Begitu pentingnya Arafah, hingga kini wilayah ini hanya ditanami pepohonan untuk peneduh, juga tidak boleh didirikan bangunan permanen, kecuali suatu bangunan masjid, yang dinamai Masjid Namirah.

Hari Arafah adalah hari ke-9 dalam bulan Dzulhijjah dan merupakan hari ke-2 dalam ritual ibadah haji. Setelah melalui hari pertamanya, yaitu Hari Tarwiyah. Hari Arafah merupakan hari yang istimewa karena pada hari itu Allah saw membanggakan hamba-Nya yang berkumpul di Arafah kepada para malaikat. Arafah merupakan nama sebuah gunung, tempat di mana Muhammad saw menyeru di depan kaumnya untuk yang terakhir kali.

Begitu pentingnya hari Arafah, ada sejumlah keistimewaan yang perlu dimaklumi:
1. Hari Arafah adalah hari yang disempurnakan untuk agama dan nikmat. Dalam Bukhari dan Muslim, “Umar bin Al Khottob ra berkata bahwa ada seorang Yahudi berkata kepada ‘Umar:

آيَةٌ فِى كِتَابِكُمْ تَقْرَءُونَهَا لَوْ عَلَيْنَا مَعْشَرَ الْيَهُودِ نَزَلَتْ لاَتَّخَذْنَا ذَلِكَ الْيَوْمَ عِيدًا . قَالَ أَىُّ آيَةٍ قَالَ ( الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِى وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِينًا ) . قَالَ عُمَرُ قَدْ عَرَفْنَا ذَلِكَ الْيَوْمَ وَالْمَكَانَ الَّذِى نَزَلَتْ فِيهِ عَلَى النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – وَهُوَ قَائِمٌ بِعَرَفَةَ يَوْمَ جُمُعَةٍ

Artinya : “Ada ayat dalam kitab kalian yang kalian membacanya dan seandainya ayat tersebut turun di tengah-tengah orang Yahudi, tentu kami akan menjadikannya sebagai hari perayaan (hari ied).” “Ayat apakah itu?” tanya Umar. Ia berkata, “(Ayat yang artinya): Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” Umar berkata, “Kami telah mengetahui hal itu yaitu hari dan tempat di mana ayat tersebut diturunkan pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau berdiri di Arofah pada hari Jumat.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Di Arafahlah tempat diturunkan nya wahyu terakhir yang menggambarkan tentang kesempurnaan agama dan nikmat yang dibawa oleh Rasulullah saw, di saat haji wada’-nya.

2. Hari Arafah disebut juga hari perayaan bagi kaum muslimin yang sedang menunaikan ibadah haji. Karena hari tersebut jemaah haji sedang wukuf di Arafah. Sedangkan umat muslim lain melakukan puasa sunnah sehari sebelum Idul Adha. Ibnu ‘Abbas berkata, “Surat Al-Maidah ayat 3 tadi turun pada dua hari ied: hari Jumat dan hari Arafah.” Umar juga berkata, “Keduanya (hari Jumat dan hari Arafah) Alhamdulillah adalah hari raya bagi kami.” Akan tetapi hari Arafah adalah hari ied bagi orang yang sedang wukuf di Arafah saja. Sedangkan bagi yang tidak wukuf dianjurkan untuk berpuasa menurut jumhur (mayoritas) ulama.

3. Berpuasa di hari Arafah dapat mengampuni dua tahun. Dari Abu Qotadah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

Baca Juga:  Kisah Karomah Gus Dur Saat Haji di Arafah

صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ

Artinya : “Puasa Arafah (9 Dzulhijjah) dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. Puasa Asyuro (10 Muharram) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu” (HR. Muslim no. 1162).

4. Pada 9 Dzulhijjah adalah hari pengampunan dan dosa dari siksa neraka. Dari ‘Aisyah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا مِنْ يَوْمٍ أَكْثَرَ مِنْ أَنْ يُعْتِقَ اللَّهُ فِيهِ عَبْدًا مِنَ النَّارِ مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ وَإِنَّهُ لَيَدْنُو ثُمَّ يُبَاهِى بِهِمُ الْمَلاَئِكَةَ فَيَقُولُ مَا أَرَادَ هَؤُلاَءِ

Artinya : “Di antara hari yang Allah banyak membebaskan seseorang dari neraka adalah hari Arofah. Dia akan mendekati mereka lalu akan menampakkan keutamaan mereka pada para malaikat. Kemudian Allah berfirman: Apa yang diinginkan oleh mereka?” (HR. Muslim no. 1348).

5. Hari dimana Rasul bangga pada umatnya. Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يُبَاهِى مَلاَئِكَتَهُ عَشِيَّةَ عَرَفَةَ بِأَهْلِ عَرَفَةَ فَيَقُولُ انْظُرُوا إِلَى عِبَادِى أَتَوْنِى شُعْثاً غُبْراً

Sesungguhnya Allah berbangga kepada para malaikat-Nya pada sore Arafah dengan orang-orang di Arafah, dan berkata: “Lihatlah keadaan hambaku, mereka mendatangiku dalam keadaan kusut dan berdebu” (HR. Ahmad 2: 224)

6. Hari dikabulkan doa. Rasulullah saw bersabda:

خَيْرُ الدُّعَاءِ دُعَاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ وَخَيْرُ مَا قُلْتُ أَنَا وَالنَّبِيُّونَ مِنْ قَبْلِى لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ

Sebaik-baik doa adalah doa di hari Arafah, dan sebaik-baik dzikir yang aku ucapkan dan juga diucapkan para nabi sebelumku adalah,

لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ

Laa ilaaha illallah, wahdahu laa syariika lahu, lahul mulku wa lahul hamdu, wa huwa ‘alaa kulli syaiin Qadiir” (Tidak ada yang berhak disembah selain Allah yang satu saja, tidak ada sekutu bagi-Nya, milik-Nya kekuasaan dan milik-Nya segala pujian, dan Dia Maha Mampu atas segala sesuatu).” (HR. At-Tirmidzi )

7. Hari pembebasan. Rasulullah saw bersabda,

مَا مِنْ يَوْمٍ أَكْثَرَ مِنْ أَنْ يُعْتِقَ اللَّهُ فِيهِ عَبْدًا مِنَ النَّارِ مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ

Hari yang paling banyak Allah membebaskan seseorang dari neraka adalah hari Arafah.”(HR. Muslim)

8. Wukuf di Arafah merupakan rukun haji yang paling pokok. Nabi Muhammad saw ditanya oleh sekelompok orang dari Nejed tentang haji, maka beliau saw menjawab : الْحَجُّ عَرَفَةُ Haji itu adalah Arafah. (HR. at-Tirmidzi no. 889, an-Nasâ’i no. 3016 dan Ibnu Mâjah no. 3015 , dihukumi shahih oleh al-Albâni). Maksud hadis ini adalah bahwa wukuf di Arafah merupakan tiang haji dan rukunnya yang terpenting. Barang siapa meninggalkannya, maka hajinya batal, dan barangsiapa melakukannya, maka telah aman hajinya

Ibadah yang disyariatkan selama di Arafah. Bahwa setiap tahun ada orang-orang yang terpilih untuk menunaikan ibadah haji. Suatu kenikmatan yang sungguh agung. Sebagai wujud syukur kepada Allâh al-Mannan, sudah sepantasnya para jamaah haji mengisi hari mulia ini dengan sebaik mungkin sesuai dengan tuntunan Nabi saw. Berikut ini adalah penjelasan tentang amalan selama di Arafah:

Baca Juga:  Penerapan Kaidah Fiqh dan Usul Fiqh seputar Kebijakan Pembatalan Haji

1. Setelah menjalankan sunnah bermalam di Mina pada hari tarwiyah (tanggal 8 Dzulhijjah) dan melakukan shalat lima waktu di sana, para jamaah haji disunnahkan untuk menuju Arafah begitu matahari terbit pada tanggal 9 Dzulhijjah.

2. Saat menuju Arafah disunnahkan memperbanyak talbiyah dan takbir. Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma meriwayatkan :

غَدَوْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- مِنْ مِنًى إِلَى عَرَفَاتٍ مِنَّا الْمُلَبِّى وَمِنَّا الْمُكَبِّرُ.

Kami berangkat di waktu pagi bersama Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Mina ke Arafah, di antara kami ada yang
bertalbiyah dan ada yang bertakbir.” (HR. Muslim no. 1284)

3. Setibanya di Arafah, para jamaah haji bisa langsung menempati tempat mereka. Harus dipastikan bahwa tempat yang akan dipakai wukuf merupakan bagian dari Arafah, karena jika wukuf di luar Arafah, wukuf kita tidak sah.

4. Waktu wukuf dimulai saat tiba waktu Zuhur dan selesai dengan terbitnya fajar tanggal 10 Dzulhijjah. Jadi, orang yang tidak dimudahkan untuk wukuf di siang hari, masih bisa melakukannya di malam hari, dan wukufnya sah. Bagi jamaah haji yang terpaksa harus masuk Arafah sejak tanggal 8 Dzulhijjah, seperti sebagian besar jamah haji Indonesia, mereka bisa langsung bersiap wukuf sebelum waktu Zuhur di tenda masing-masing.

5. Begitu waktu Zuhur tiba, disunnahkan untuk melakukan salat Zuhur dan Asar dengan cara jama’ dan qashar, masing-masing dua rekaat di awal waktu salat Zuhur, dengan satu adzan dan dua iqamah sebagaimana disebutkan dalam hadis Jabir Radhiyallahu anhu berikut:

ثُمَّ أَذَّنَ ثُمَّ أَقَامَ فَصَلَّى الظُّهْرَ ثُمَّ أَقَامَ فَصَلَّى الْعَصْرَ وَلَمْ يُصَلِّ بَيْنَهُمَا شَيْئًا

Kemudian (Bilal) mengumandangkan adzan lalu iqamah, maka (Rasûlullâh) salat Zuhur. Kemudian (Bilal) mengumandangkan iqâmah , maka Rasûlullâh salat Asar dan tidak melakukan salat apapun di antara keduanya.” (HR. Muslim no. 1284). Hikmahnya adalah agar setelah itu kita bisa memiliki waktu yang luas untuk berdoa dan berzikir, karena saat itu adalah waktu terbaik untuk berdoa.

6. Sebelum salat zuhur, disunnahkan bagi imam untuk menyampaikan khutbah tentang agama secara umum dan penjelasan tentang amalan-amalan haji yang masih tersisa, sebagaimana dicontohkan Nabi saw dalam hadis Jâbir ra ini :

حَتَّى إِذَا زَاغَتِ الشَّمْسُ أَمَرَ بِالْقَصْوَاءِ فَرُحِلَتْ لَهُ فَأَتَى بَطْنَ الْوَادِى فَخَطَبَ النَّاسَ

“Sehingga saat matahari tergelincir, Nabi saw memerintahkan agar unta al-Qashwa’ disiapkan, maka ia pun dipasangi pelana, lalu beliau saw mendatangi tengah lembah (Wadi ‘Uranah) dan berkhutbah.” (HR. Muslim no. 1284)

7. Saat di Arafah, sebaiknya para jamaah haji tidak berpuasa, sebagaimana dicontohkan Nabi saw dalam hadis Ummul Fadhl berikut :

عَنْ أُمِّ الْفَضْلِ بِنْتِ الْحَارِثِ أَنَّ نَاسًا تَمَارَوْا عِنْدَهَا يَوْمَ عَرَفَةَ فِي صَوْمِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ بَعْضُهُمْ هُوَ صَائِمٌ وَقَالَ بَعْضُهُمْ لَيْسَ بِصَائِمٍ فَأَرْسَلَتْ إِلَيْهِ بِقَدَحِ لَبَنٍ وَهُوَ وَاقِفٌ عَلَى بَعِيرِهِ فَشَرِبَهُ

“Dari Ummul Fadhl binti al-Hârits ra bahwa orang-orang berselisih di dekatnya tentang puasa Nabi saw, Sebagian mereka berkata bahwa beliau saw, puasa, dan sebagian lagi mengatakan tidak. Maka Ummul Fadhl ra mengirimkan secangkir susu di atas unta, dan beliau saw meminumnya.” (HR. al-Bukhâri no. 1887 dan Muslim no. 1123).

Tidak berpuasa selama di Arafah karena itu lebih mendukung ibadah dan amalan selama di sana. Wukuf di arafah merupakan pertemuan akbar umat Islam dalam ibadah mereka. Hal ini mengingatkan kita akan hari dikumpulkannya seluruh makhluk lintas zaman dan generasi di Padang Mahsyar. Mengingat hal ini, hendaknya setiap Muslim menyiapkan dirinya untuk menyambut kedatangan hari itu dengan amal saleh.

Baca Juga:  Seruan Kaya di Balik Ibadah Haji

8. Hendaknya para jamaah haji memanfaatkan waktu sangat berharga di Arafah ini, yang hanya beberapa jam dengan banyak bertalbiyah, berzikir dan sungguh-sungguh berdoa untuk kebaikan dunia dan akhirat.

9. Hendaknya para jamaah haji tidak keluar dari Arafah kecuali setelah terbenam matahari, seperti petunjuk hadits Jâbir tentang sifat wukuf Nabi saw:

فَلَمْ يَزَلْ وَاقِفًا حَتَّى غَرَبَتِ الشَّمْسُ وَذَهَبَتِ الصُّفْرَةُ قَلِيلاً حَتَّى غَابَ الْقُرْصُ

Beliau masih terus wukuf sampai matahari tenggelam, warna kuning sedikit pergi dan bola matahari tidak kelihatan lagi.” (HR. Muslim no. 1284)

10. Setelah matahari benar-benar terbenam, jamaah haji boleh meninggalkan Arafah untuk bemalam di Muzdalifah dan menyelesaikan amalan-amalan haji selanjutnya. Demikianlah rangkaian amalan yang disyariatkan untuk dilakukan oleh jamaah haji selama di Arafah. Jika kita melakukannya dengan ikhlas dan mengikuti petunjuk Nabi kita Muhammad saw di sini dan di rangkaian amalan haji yang lain, insya Allâh kita akan meraih haji yang mabrur, dosa-dosa kita diampuni dan doa-doa kita dikabulkan. Kita akan menjadi orang yang mendapatkan barakah hari Arafah dengan terbebaskan dari api neraka.

Pada Hari Arafah ini semua jamaah haji wajib wuquf (tinggal sehebat) di Arafah yang merupakan salah satu rukun haji yang harus dipenuhi. Mengapa demikian, Al Hajju ‘Arafah, haji adalah Arafah, jadi setiap jamaah haji wajib tinggal di Arafah. Begitu pentingnya, maka siapapun yang meng-claim dirinya sebagai jamaah haji, maka harus tinggal sejenak di Arafah untuk melakukan wuquf dengan berkontemplasi. Bahkan yang sakit pun wajib dibawa ke wilayah Arafah melalui agenda SAFARI WUKUF. Jika tidak bisa dipenuhi untuk wukuf, batal lah hajinya. Pada tahun 1990-an pernah terjadi, peserta dari salah satu KBIH terkenal yang relatif elit, tidak bisa memasuki Arafah pada waktu yang ditentukan, karena tidak mau tinggal di tenda dan takut berdesakan. Karena tidak bisa masuk, maka batal lah hajinya dan mengurangi tahun berikutnya. Jadi Safari Wukuf merupakan kebutuhan bagi yang sakit.

Demikianlah pentingnya Arafah, banyak hal yang bisa dipetik untuk penyempurnaan hidup kita. Dengan melakukan refleksi di Hari Arafah ini, terutama saat wukuf, kita dapat menyadari eksistensi diri kita dari mana kita berasal, siapa diri kita saat ini, dan kemana kita menuju. Dengan sempurnanya ajaran Islam yang telah diturunkan kepada kita dan Isi Kitab suci-Nya, Al Quran, yang dilengkapi dengan hadis Rasulullah saw, kita sudah sepatutnya menjadikan keduanya sebagai pedoman hidup untuk meraih kehidupan bahagia di dunia dan akhirat.

Akhirnya kita sekarang menjadi saksi hidup, bagaimana kondisi Dzulhijah 1441 H? Arafah, Mina dan Masjidil Haram tidak lagi sedahsyat masa-masa sebelumnya. Jutaan calon jamaah haji yang mestinya memadati Makkatul Mukarramah, utamanya Arafah saat ini, tidak jadi datang akibat “ancaman Covid-19”. Kita berdoa, semoga tahun depan dan seterusnya bisa pulih kembali dan agenda ibadah haji berjalan normal kembali. Demikian juga semoga jamaah haji yang tertunda diberi sehat dan sebanyak mungkin bisa menunaikan ibadahnya tahun depan. Aamiin. [HW]

Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd., M.A.
Beliau adalah Guru Besar dalam Bidang Ilmu Pendidikan Anak Berbakat pada Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta. Ia menjabat Rektor Universitas Negeri Yogyakarta untuk periode 2009-2017, Ketua III Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) masa bakti 2014-2019, Ketua Umum Asosiasi Profesi Pendidikan Khusus Indonesia (APPKhI) periode 2011-2016, dan Ketua Tanfidliyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama DIY masa bakti 2011-2016

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini