Pacaran Dinilai sebagai Jalan Mendekati Zina, Bolehkan Berpacaran dalam Islam?

Dikalangan para remaja, Pacaran sudah menjadi hal yang umum dan sering kita temui di zaman sekarang. Banyak remaja yang sudah merasakan namanya pacaran. Proses mengenal lawan jenis diibaratkan sebagai rasa cinta kasih yang diwujudkan dalam suatu hubungan. Namun, dalam Islam tidak pernah mengajarkan tentang pacaran, karena dalam kenyataannya dua insan yang saling berlainan jenis tidak bisa terhindar dari berdua-duaan, akan terjadi pandang memandang bahkan sampai terjadi sentuh menyentuh. Perbuatan ini sudah jelas haram hukumnya menurut syari’at Islam.

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jangan sekali-kali seorang laki-laki bersendirian dengan seorang wanita, kecuali si wanita itu bersama mahramnya.”

“Pacaran dalam Islam tidak boleh kecuali yang dimaksud itu setelah akad nikah. Dalam Islam yang diajarkan untuk memiliki hubungan atau ke tahap nikah itu melalui ta’aruf,” kata Ketua Komisi Dakwah MUI Ustadz Moh Zaitun Rasmin.

Seseorang yang memilih untuk pacaran kebanyakan beranggapan bahwa dengan pacaran mereka akan lebih mengenal sifat baik dan buruknya pasangan mereka. Selain itu, apabila sudah sampai berkenalan dengan orangtua masing-masing pasangan.

Berbeda hukumnya jika yang dimaksud dengan pacaran adalah upaya saling mengenal untuk menjalani lebih lanjut ke jenjang pernikahan. Karena sesungguhnya hal itu sama seperti mendukung ajaran Rasulullah saw terhadap generasi muda muslim untuk menikah, sebagai solusi menghindarkan diri dari zina.

Rasulullah mengajarkan perlunya perkenalan dan menganjurkan walau dalam waktu yang singkat sebagaimana pengalaman Al-Mughirah bin Syu’bah ketika meminang seorang perempuan, maka Rasulullah berkomentar kepadanya “Lihatlah dia (wanita itu), sesungguhnya melihat itu lebih pantas (dilakukan) untuk dijadikank lauknya cinta untuk kalian berdua.” Oleh karena itu, segala macam bentuk pacaran tidak dapat dibenarkan kecuali jika pacaran yang bermakna khitbah yang membolehkan seorang lelaki hanya memandang muka dan telapak tangan perempuan, tidak lebih. []

Nur Kholifatul Afidah
Mahasiswa Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Sunan Ampel Surabaya

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini