Kisah Nabi Muhammad Mengkader Para Sahabatnya

“Kita seringkali bercerita dan mengajar generasi muda kita tentang ‘sejarah peperangan’ dalam sejarah Islam. Mengapa tidak kita terangkan tentang 40 orang perwakilan yang Rasulullah kirim ke daerah lain untuk berdakwah dan mengajar manusia kebaikan, tanpa peperangan yang membinasakan?” tutur Syekh Abdullah bin Bayyah, ulama Mauritania, suatu ketika.

Rasulullah adalah tipe pendidik yang memahami karakteristik para sahabat pemuda:

Untuk sahabat yang memiliki kecerdasan linguistik dan matematis, Nabi Muhammad mengkader Zaid bin Tsabit sebagai penghafal Al-Qur’an, sekretaris beliau, ahli faraid, serta penerjemah bahasa asing. Zaid seorang poliglot: menguasai bahasa Persia, Romawi, Koptik, Suryani, dan Habasyah. Rasulullah melihat kecerdasan Zaid ketika anak kecil ini sudah hafal 16 surat al-Qur’an manakala beliau tiba di Madinah.

Beliau juga mengkader para sahabat remaja yang memiliki kecerdasan intrapersonal : Abdullah bin Umar bin Khattab, Abdullah bin Amr bin Ash, dan Mu’adz Bin Jabal dikader sebagai seorang ahli fiqh, serta mempersiapkan Abdullah bin Abbas sebagai ahli tafsir.

Beliau menempa mental, intelektual dan spiritual beberapa sahabat muda yang memiliki kecerdasan interpersonal agar menjadi delegasi perdamaian sekaligus dai tangguh: Ali bin Abi Thalib, Mush’ab bin Umair ke Madinah, dan Mu’adz bin Jabal ke Yaman. Sebuah pengenalan karakter anak didik yang ekselen.

Adapun sahabat lain, yang memiliki kecerdasan spasial, Anas bin Malik, yang juga abdi ndalem Rasulullah, dipersiapkan sejak kecil hingga tumbuh menjadi pemuda, menjadi salah satu perawi hadits. Anas dan Ummul Mukminin Aisyah memiliki ingatan fotografis yang cemerlang. Hadits-hadits yang diriwayatkan beliau berdua sangat detail menggambarkan perilaku Rasulullah.

Ammar bin Yasir, Usamah bin Zaid, Abdullah bin Zubair sejak belia ditempa Rasulullah menjadi pemimpin, memiliki kecerdasan spasial dan kinestetik.

Baca Juga:  Jikalau Nabi Muhammad Hadir Kembali

Di sisi lain….

Ketika melihat pemuda tempramental yang grusa-grusu, bahkan meminta izin berzina, beliau tidak langsung marah. Melainkan mengajaknya diskusi dengan pendekatan analogis (qiyas). Rasulullah memahamkan pemuda tersebut lebih dulu secara logis, mendekatinya dengan pola dialogis, menyentuh hatinya dengan tenik psikologis, lantas mendoakannya. Berhasil.

Suatu ketika, pemuda Muhajirin berkelahi dengan pemuda Anshar. Keduanya sama-sama menyeru kaumnya agar membela dirinya. Yalal Muhajirin, belalah diriku. Sebaliknya, kubu Anshar memanggil bolo-bolonya agar membela dirinya. Rasulullah mendengar seruan fanatisme kelompok ini, lantas beliau memberi nasehat kepada para pemuda yang sedang tersulut emosinya: bukankah ini seruan Jahiliyyah? Lantas, beliau mendamaikan:

Hendaklah seseorang menolong saudaranya sesama muslim yang berbuat zalim atau yang sedang dizalimi. Apabila ia berbuat zalim/aniaya, maka cegahlah ia untuk tidak berbuat kezaliman dan itu berarti menolongnya. Dan apabila ia dizalimi/dianiaya, maka tolonglah ia!”

****

Guru yang baik mampu mengenali potensi anak didik. Kalau ia tidak menguasai matematika, misalnya, tidak masalah, mungkin bakatnya di bidang musik. Kalaupun dia lelet dalam penguasaan bahasa asing, no problem, mungkin dia berbakat di bidang lain. Demikian seterusnya. Harus diperkuat karakternya dan diperkokoh bakatnya. Sebagaimana Rasulullah sang Pendidik, guru selalu melihat anak didik dengan pandangan kasih sayang dan optimisme.

Murid-murid Rasulullah yang usianya masih anak-anak hingga menjadi pemuda, belajar akhlak atau etika terlebih dulu. Dengan cara ini mereka belajar merendah, merunduk, dan menunduk agar ilmu mengalir kepadanya. Sebab, sebagaimana karakter air, ilmu tidak akan pernah mengalir ke tempat yang lebih tinggi.

Di antara keteladanan beliau dalam mendidik para kader muda di sekitarnya:

  1. Mengenali dan mengembangkan potensinya
  2. Mendelegasikan tugas-tugas dakwah di wilayah geografis yang strategis agar bisa mengambil keputusan dengan cepat dan mandiri.
  3. Memikat hati para pemuda dengan apresiasi di depan sahabat lain.
  4. Mendamaikan apabila para sahabat yang masih muda berselisih.
  5. Mengajak bicara/ngobrol sesuai dengan daya tangkap dan psikologis para kaum muda.
  6. Dst.
Baca Juga:  Liburan, Healing dan Fenomena Kemacetan Lalu Lintas: Refleksi Peringatan Isra’ & Mi’raj Nabi Muhammad SAW.

Wallahu A’lam Bisshawab. []

Rijal Mumazziq Zionis
Pecinta Buku, Rektor INAIFAS Kencong Jember, Ketua LTN NU Kota Surabaya

    Rekomendasi

    Istri Shalihah (2)
    Khotbah

    Istri Shalihah (2)

    Al-Quran menyebutkan sebuah ayat tentang perempuan-perempuan shalihah sebagai berikut : فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ ...

    Tinggalkan Komentar

    More in Kisah