Sering kita mendengar beberapa cemoohan atau pandangan miring terhadap orang yang beramal dan mengerjakan ibadah demi mengharap pahala maupun karena takut mendapat siksa neraka. Sebab orang yang demikian terkesan tidak mematrikan ikhlas ke dalam hatinya. Perbuatan amal baik seharusnya dilakukan semata-mata demi mematuhi perintah Allah SWT atau mengharap rida-Nya. Sebagai orang Islam, bolehkah kita beramal baik karena mengharap pahala atau takut siksa neraka?

Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad- seorang sufi yang dikenal sebagai wali qutub- pernah ditanya tentang hukum orang yang beramal baik semata-mata demi mengharap pahala. Habib Zain bin Ibrahim Smith mengutip jawaban beliau di dalam kitab al-Manhaj as-Sawy:

أَنَّ ذَلِكَ رَجَاءٌ مَحْمُوْدٌ وَسَعْيٌ مُبَارَكٌ مَشْكُوْرٌ، وَعَلَيْهِ يَعْمَلُ السَّلَفُ وَالخَلَفُ مِنْ صَالِحِيْ الـمُؤْمِنِيْنَ، فَإِنَّ العَبْدَ خُلِقَ ضَعِيْفًا لَا غِنَى لَهُ مِنْ فَضْلِ رَبِّهِ الغَنِيِّ الكَبِيْرِ.

“Mengharap pahala termasuk harapan yang terpuji serta usaha yang penuh berkah dan patut disyukuri. Mengharap pahala juga dilakukan oleh orang-orang beriman yang shaleh dari generasi salaf maupun generasi khalaf. Sebab manusia sebagai hamba Tuhan memang tercipta lemah sehingga butuh akan karunia Tuhannya Yang Maha Kaya dan Maha Besar” (kitab al-Manhaj as-Sawy, hal. 597)

Habib Zain bin Ibrahim Smith menyebut ada tiga tipe seorang hamba dalam menjalani ibadah kepada Allah:

  1. Golongan khâif, yaitu orang yang beramal karena takut akan siksa neraka.
  2. Golongan râjy, yaitu orang yang beramal karena mengharap pahala dan surga.
  3. Golongan ‘arîf, yaitu orang yang beramal karena mematuhi perintah Allah SWT.

Ketiga golongan tersebut semuanya baik, dan setiap hamba tentu memiliki kemampuan dan tingkatan ibadah yang berbeda. Habib Zain menegaskan:

العَمَلُ عَلَى امْتِثَالِ الأَمْرِ وَابْتِغَاءِ الرِّضَا وَالقُرْبِ حَسَنٌ جَمِيْلٌ، وَالعَمَلُ عَلَى رَجَاءِ الثَّوَابِ وَالرُّهْبَةِ مِنَ العِقَابِ حَسَنٌ جَمِيْلٌ. والجَامِعُ مِنْ أَهْلِ اللهِ هُوَ: الَّذِيْ يَعْمَلُ عَلَى الـمَقَامَاتِ الثَّلَاثِ بِالتَّمَامِ وَالْكَمَالِ، وَلَكِنَّهُ عَزِيْزٌ.

Baca Juga:  Ilmu dan Amal dalam Satu Bingkai

“Beramal karena mematuhi perintah serta mengharap rida & kedekatan kepada Allah adalah baik dan bagus. Beramal karena mengharap pahala atau takut akan siksaan juga baik dan bagus. Sedangkan ahlullah (orang yang memiliki kedudukan istimewa di sisi Allah) bisa menggabungkan ketiga tingkatan tersebut dengan lengkap dan sempurna. Tapi hal ini tentu sulit” (kitab al-Manhaj as-Sawy, hal. 598)

Habib Zain lanjut menjelaskan bahwa beberapa ucapan dari para sufi yang terkesan menyudutkan golongan khâif & golongan râjy sebenarnya hanyalah sebuah penekanan dan peringatan bahwa orang yang beramal semata-mata mematuhi perintah-Nya lebih baik daripada kedua golongan tersebut. Atau bisa juga kita menginterpretasikan bahwa celaan sufi tersebut ditujukan kepada orang yang seandainya tidak dimotivasi dengan adanya pahala atau tidak diancam dengan hukuman siksa, niscaya ia tidak akan mengerjakan amal baik sama sekali.

Pada hakikatnya memang betul bahwa bahwa orang yang beramal semata-mata mematuhi perintahNya lebih baik daripada orang yang hanya mengarap pahala atau orang yang takut akan siksa. Namun perlu juga diingat bahwa kita tidak bisa menghakimi secara pasti bahwa seseorang masuk dalam golongan khâif, râjy,  maupun ‘arîf. Sebab, sesungguhnya Allah SWT yang lebih tahu akan keadaan kita sebenarnya serta golongan mana kita berada.

Oleh karena itu, Habib Zain bin Ibrahim Smith berpesan agar kita terus berlomba-lomba dalam kebaikan dan meningkatkan kualitas amal ibadah. Maka janganlah seperti pekerja yang buruk; seandainya tidak diberi upah, niscaya ia tidak bekerja. Atau seperti hamba sahaya yang hanya mau bekerja dengan baik jika diancam dengan pukulan. Lakukanlah amal perbuatan semata karena Allah SWT. Tak lupa kita iringi dengan harapan pahala sebab karunia dan anugerah-Nya. Pun juga diiringi dengan rasa takut akan hukuman-Nya semata karena suul adab yang sering kita lakukan atau karena kelalaian kita dalam beribadah kepada-Nya.

Baca Juga:  Sudahkah Kita Ikhlas dalam Beramal?

Wallahu a’lam.

Afif Thohir Furqoni
Santri alumni Pondok Pesantren Annuqayah Guluk-Guluk Sumenep dan Mahasiswa Pascasarjana IAIN Madura

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini