Socrates Filsuf Athena yang Mati Karena Diracun

Dalam sejarah filsafat tidak ada filsuf begitu di perbincangkan atau begitu ramai dipersoalkan seperti Socrates. Socrates dianggap telah di kemukakan ajarannya dan kepribadiannya. Anggapan yang paling mencuat saat itu, adalah pertama ia dianggap seorang filsuf besar yang pernah ada, kedua ia dianggap bukan seorang filsuf. Socrates sendiri tak pernah menuliskan apa-apa. Tak heran jika buah pena pemikirannya sulit diketahui. Karena itu, untuk menemukan kepribadian dan ajarannya, terlebih dahulu mencari sumber dan data yang kuat- sumber yang memberi kesaksian..

Dengan demikian, banyak pertanyaan-pertanyaan mencuat ke publik, di mana kita dapat bertemu dengan Socrates yang histori (sejarah Socrates)? Sumber-sumber mana yang dapat dipercaya tentang Socrates. Belakangan, beberapa sejarawan sarjana berpendapat bahwa semua pertanyaan-pertanyaan ini tidak dapat di jawab dengan tepat, alih-alih sulitnya menemukan sumber yang benar. Biarpun melalui muridnya Plato, Socrates ternyata memang merupakan hantu problem bagi para ahli sejarah filsafat. Tetapi ada sejarawan lain yang bersikap lebih optimis tentang kemungkinan besar untuk memecahkan persoalan historis ini dengan memuaskan.

Kalau kita pandang sepintas, Socrates tidak banyak perbedaan dengan orang-orang sofis, alih-alih sama dengan orang sofis.  Socrates memulai filsafatnya  dengan bertolak dari pengalaman sahari-harinya. Akan tetapi, ada perbedaan yang amat penting antara Socrates dengan para kaum sofis. Socrates tidak setuju  dengan relativisme kaum sofis. Menurutnya  ada kebenaran objektif yang tidak bergantung kepada saya atau pada kita. Ini memang pusat  permasalahan yang di hadapi Socrates.

Untuk membuktikan adanya kebenaran yang objektif, Socrates menggunakan metode tertentu. Metode itu bersifat praktis melalui bercakap-cakap (Dialektika). Memang kebiasaan Socrates berjalan-jalan ke pasar, ia berdialektika langsung dengan orang-orang yang di jumpainya untuk menemukan pengetahuan yang baru Melalui percakapan-percakapan itu. Socrates menganalisis pendapat kebanyakan orang. Misalnya, ia bertanya kepada para aparat negara (negarawan), hakim, pedagang, dan lain sebagainya.

Dari hasil percakapan itu, Socrates selalu menganggap jawaban pertama sebagai hipotesis, dengan jawaban-jawaban yang lain ia menarik konsekuensi-konsekuensi yang dapat di simpulkan dari jawaban jawaban tersebut. Menariknya, jika ternyata hipotesis pertama tidak dapat dipertahankan- karena menghasilkan konsekuensi yang mustahil- maka hipotesis itu di ganti dengan hipotesis lain. Dengan hipotesis kedua, ia menyelidiki dengan jawaban-jawaban yang lain, dan begitulah seterusnya. Bahkan, sering terjadi percakapan itu berakhir dengan aporia (kebingungan), akan tetapi tidak jarang dialog itu menghasilkan suatu definisi yang dianggap berguna.

Baca Juga:  Hunain Ibn Ishaq, Penerjemah Islam tapi Nasrani
Sekilas tentang Socrates

Socrates adalah filsuf pertama yang lahir di Athena. Ia lahir sekitar tahun 470 SM dan meninggal sekitar tahun 399 SM. Ayahnya Sophroniskon, bekerja sebagai pemahat, sementara ibunya, Phainarete berprofesi sebagai bidan. Profesi ibunya tentu sangat berpengaruh terhadap cara berpikir filsafat yang di bangunnya. Socrates selama menjalani kehidupannya suka bergaul dengan siapa saja, baik tua ataupun muda, kaya maupun miskin. Disela keasyikan bermain, ia tak lupa berdiskusi (berdialektika) langsung.

Tak hanya itu,  Socrates  juga pernah berprofesi sebagai tukang bangunan, pemahat batu untuk di jadikan patung, untuk keperluan hidupnya sehari-hari. Secara fisik, Socrates memang seseorang yang memiliki postur tubuh yang pendek, wajah yang kurang elok dipandang, dan kepala botak.  Bahkan ia digambarkan dengan seseorang yang buruk penampilannya dan aneh – jauh dari kata sempurna.

Alih-alih dengan penampilan yang buruk dan aneh, Socrates terkenal sebagai orang yang memiliki tubuh kuat. Saat musim panas dan musin dingin, dia tetap memakai mantel yang sama dan selalu berjalan dengan kaki telanjang. Tapi dibalik itu semua, ia terkenal sebagai orang yang memiliki jiwa luhur. Hal lain juga yang menonjol dibalik ketidaksempurnaannya adalah,  karakter dan kecerdasannya yang mampu membuat para Aristokrat Athena saat itu kagum. Hingga akhirnya para Aristokrat di Athena berinisiatif untuk membentuk kelompok-kelompok belajar kepada Socrates.

Perihal kematian Socrates

Pada tahun 399 anytos, seorang yang empat tahun lebih dahulu ikut andil dalam memulihkan demokrasi di Athena, mengemukakan tuduhan terhadap Socrates yang menyebabkan di panggil ke pengadilan. Saat itu usia Socrates sekitar 70 an. Ia dipanggil penguasa negeri yang dicintainya untuk diadili dan dituntut dengan hukuman. Socrates dituduh dengan dua tuduhan. Tuduhan yang pertama ia di tuduh merusak moral anak-anak muda dengan filsafatnya, kedua ia di tuduh  tidak menyakini para dewa yang di anut negaranya, alih-alih meniadakan dewa yang di anut negaranya,  ia mengemukakan dewa baru.

Baca Juga:  Filsafat, Tanah tanpa Tuan

Namun Socrates melakukan pembelaan dengan tegas sikapnya. Ia Melihat susunan mahkamah rakyat itu sudah terang bahwa ia akan di salahkan dan dihukum. Saat di adili ia masih melakukan pembelaan.  Ingin rasanya ia mengambil hati para hakim supaya hukuman yang di terima diringankan. Dengan jelas ia mengatakan, bahwa ia tidak bersalah melainkan dia berjasa pada para pemuda dan masyarakat Athena. Namun pembelaannya hanya sia-sia saja. Bagaimana tidak, di antara hakim terdiri dari 500 orang itu, hanya 220 yang memihak pada dirinya. Sementara hakim yang mengusulkan hukuman padanya terdiri dari 280. Socrates kalah 60 suara dan ia tetap mendapa hukuman oleh negaranya atas tuduhan kaum sofis.

Alangkah terperanjat kawan-kawannya yang berada di pengadilan yang mendengarkan ucapan Socrates. Para hakim tercengang, perasaan mereka tersinggung dengan suara terbanyak hakim pada saat ia di adili- putusan hukuman Socrates. ia di putuskan di hukum mati dengan meminum racun. Namun, orang seperti Socrates tidak sedikitpun getar apalagi merasa takut, ia bahkan berkata dengan suara tenang bahwa ia siap bersedia menjalani hukuman yang ia dapati. Kebiasaan hukum athena, terdakwah diizinkan mengusulkan hukuman lain. Andaikan saat itu Socrates mengusulkan di buang atau diasingkan (alienasi) keluar kota, tentu saja usulan itu akan di terima, tetapi Socrates tidak mengusulkan itu karena ia tidak mau meninggalkan negerinya.

Hal lain yang ada dibenak Socrates, adalah ingin mengusulkan satu mina (mata uang athena) sebagai denda tetapi atas dorongan kawan-kawannya. Tapi ia mempertinggi jumlah uang yang mau di tawarkan sampai 30 mina. Tapi apa boleh baut, sidang sudah di putuskan bahwa Socrates  harus dihukum mati  karena denda yang di tawarkan terlalu rendah, lebih-lebih Socrates dalam pembelaannya di rasa sangat menghina hakim-hakimnya, hingga tawaran uang oleh Socrates dan teman-temannya tidak di terima.

Baca Juga:  Perjalanan Ulama Besar; Imam Al-Ghazali Berasal dari Kurasan

Biasanya hukuman mati di jalankan selama 24 jam.tetapi waktu Socrates di jatuhkan hukuman mati, suatu perahu layar athena yang di anggapnya keramat sedang melakukan perjalanan tahunan ke kuil di pulau delos dan menurut keyakinan hukum athena hukuman mati boleh di laksanakan bila perahu sudah kembali dari pulau Delos ke Athena. Karena itu, Socrates tinggal lagi dalam penjara selama satu bulan, ketika di dalam penjara sambil menunggu dihukum mati, ia bercakap-cakap dengan teman-temanya. Salah satu temannya bernama kriton, dan para teman-temanya membujuk Socrates untuk melarikan diri dari  penjara tersebut.

Namun Socrates menolak untuk melarikan diri dari penjara. Bukan Socrates namanya kalo melarikan diri dari penjara, hanya gara-gara takut mati akibat kalah mempertahankan kebenaran yang telah diyakininya. Socrates terkenal dengan komitmennya yang kuat. Bahkan, Ia sangat menghargai keputusan negara yang di cintainya walaupun bertentangan dengan kebenaran yang diyakininya. Dengan hati yang tetap pula ia menolak segala bujukan kawan-kawannya untuk lari dari penjara dan menyingkir ke kota lain. Socrates selalu patuh kepada undang-undang yang ada di negaranya. Ia juga tidak mau durhaka pada saat ia mati, cara matinya dia memberikan Contoh kepada para filsuf-filsuf yang lain, betapa setianya seorang filsuf terhadap ajarannya.

Akhirnya saat hari kematianya, Sipir yang mengantarkan satu gelas racun yang harus di minum oleh Socrates.  Ketika matahari hampir terbenam, Socrates meminum racun yang telah di antarkan Sipir, setelah meminum racun Socrates mondar mandir sampai kakinya tidak bisa bergerak, ia memutuskan berbaring ditempat tidurnya. Efek racun sudah mulai berjalan dari kakinya sampai ke jantungnya. Akhirnya, pemuda yang mencintai negaranya itu, sampai pada ajalnya dan kembali ke alam baka. []

Salman Akif Faylasuf
Santri/Mahasiswa Fakultas Hukum Islam, Universitas Nurul Jadid Paiton Probolinggo

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Kisah