Sukayna

Mungkin di antara kita tidak banyak yang tahu sosok Lady Sukayna. Perempuan cerdas yang memiliki kecantikan di atas rata-rata, seorang kritikus sastra pada zamannya, dan ahli debat yang mematikan. Namun siapa sangka, perempuan yang baru saja digambarkan itu adalah cicit Rasulullah Muhammad Saw Sayyidah Sukayna (Sakinah). Cucu Fatimah, putri Sayyida Husayn dan Rabab bint al-Amr al-Kays dari klan Kalb.

Barangkali ketika anda mendengar dan membayangkan kran keturunan Rasulullah Saw dari Arab akan selalu berspekulasi bahwa Lady Sukayna akan tergambar sosok wanita muslim seperti yang digambarkan ustad-ustad dengan sosok yang menutup aurat nya rapat-rapat, berkerudung panjang hingga pakaian longgar yang tidak membentuk lekuk lekung tubuhnya.

Ternyata tidak! Lady Sukayna tidak mengenakan burqa, cadar, kerudung, dan sejenisnya. Ia dijuluki “barza” sebutan kehormatan untuk perempuan dan laki-laki dengan kecerdasan yang mematikan lawan bicaranya.

Ia juga menggebrak masyarakat dengan dekritnya untuk mengajukan perjanjian pra-nikah dengan suaminya Zayd bin Umar, Cucu Ustman bin Affan. Di antaranya tetap memiliki kebebasan berekspresi dan memegang teguh asas monogami dalam kehidupan rumah tangganya.

Tenggelamnya sosok Lady Sukayna untuk menjadi role model wanita muslim masa kini ternyata sudah diprediksi oleh Fatimah Mernissi. Hal itu menurutnya adalah keberhasilan bangsa Arab dalam mengkebiri eksistensi perempuan Arab. Seolah virus Sukaynah tidak dibiarkan menyebar dan tumbuh di otak dan kepala wanita muslim.

Dogma jilbab, aurat sumber dosa, dibubuhi malu adalah sebagian iman, tunduk dan ditundukkan, tertutup menjadi simbol sebaik-baiknya wanita muslim. Hal ini tentu banyak menjadi perbincangan yang hangat hingga kini.

Lantas bagaimana dengan sekarang yang sedang hits milenial berhijrah, yuk hijrah, pemuda berhijrah, gerakan Indonesia tanpa feminis, gerakan Islam menolak feminisme, dan layanan biro jodoh halal? Gerakan seperti ini tentu lebih banyak wanita yang menjadi objeknya.

Baca Juga:  Batas Aurat Perempuan (2)

Wanita dikondisikan untuk tunduk dengan norma atau dogma agama yang mengancamnya dengan siksa dan neraka, pahala dan syurga. Barangkali saat ini umumnya anggapan bahwa wanita yang pakai rok mini akan masuk neraka? Anggapan wanita yang pakai cadar masuk neraka? Memangnya kita yang punya neraka? Sehingga tau kriterianya? Juragan neraka, ya!

Tentu jilbab (juga cadar) tidak bisa dijadikan ukuran atau bukan satu-satunya ukuran apakah wanita yang memakai cadar adalah muslim paling sejati dan wanita yang tidak berkerudung atau pakai rok adalah wanita ahli neraka. Hijrah bukan hanya soal pakaian ketat ke pakaian longgar, terbuka ke tertutup tapi bagaimana pribadi seseorang berubah menjadi manusia yang lebih empati, dan manusiawi, mau memperjuangkan suara yang dipinggirkan.

Barangkali masih ada jiwa Lady Sukayna, yang tidak memakai standar dogmatis dalam berekspresi dan memanusia. Tidak perlu mencari legitimasi kebaikan dari aturan yang diatur-atur kan? Atau akan terjerumus pada penghambaan berebut paling muslim semata.

Sedikit kita mengingat terselenggaranya Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) pada tahun 2017 yang menghasilkan 3 isu besar, yakni kekerasan seksual, pernikahan anak, dan kerusakan alam. Tentu isu besar ini tidak boleh hangus terbakar jargon-jargon hijrah yang dikemas dengan sentuhan milenial.

Kita tahu betul, di dalam tubuh NU juga masih lurus menggodok kaderisasi perempuan melalui Muslimat, Fatayat, dan IPPNU. Tentu arah kaderisasi tersebut tidak lain adalah untuk membentuk wanita muslim yang berbudi luhur. Tidak mudah judge orang lain salah apalagi kafir.

Di luar itupun, seperti geliat #muslimahforchange yang digalakkan “Wahid Foundation” merupakan langkah yang sangat tepat untuk merangkul generasi milenial yang sedang aktif mencari separuh diri yang pergi.

Baca Juga:  Posisi Perempuan Muslimah dalam Arus Modernisasi

Jangan sampai sebagai milenial hanya karena patah hati sekali #eaaaa atau berkali-kali, kemudian berlari ke pelukan “embel-embel agama” sebagai solusinya, dan orang lain sebagai segala sumber permasalahan. Ini sangat penting perempuan belajar untuk menghargai dirinya sendiri, mencintai dirinya sendiri, tegas berekspresi. Barangkali berlabuh di tempat yang benar sejak dini dengan mencari sumber pemahaman tidak jumud akan bisa memunculkan sosok Lady Sukayna terlihat kembali.

Rifatuz Zuhro
Pegiat Konten Keislaman dan Keindonesiaan, serta Redaktur Pesantren.ID

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Berita