Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pesantren setelah mendengar persetujuan dari seluruh fraksi DPR.
“Setuju!” Kata 288 anggota DPR dari seluruh fraksi di Gedung Nusantara II, Kompleks Kantor DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (24/9).
Suara persetujuan itu sebagai jawaban atas pertanyaan yang disampaikan oleh Fahri Hamzah, Pemimpin Rapat Paripurna Ke-10 DPR RI.
Sebelumnya, Fahri menerima banyak interupsi yang bersifat penguatan dari berbagai fraksi. Semua pandangan fraksi pada prinsipnya mendukung.
Sementara itu, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menyampaikan pandangan terakhir Presiden Joko Widodo.
Dalam sambutannya, ia menyampaikan bahwa RUU Pesantren dibuat karena adanya kebutuhan mendesak atas independensi pesantren berdasarkan fungsinya, yakni dakwah dan pemberdayaan masyarakat.
Di samping itu, RUU tentang Pesantren ini juga merupakan bentuk afirmasi dan fasilitasi bagi pesantren.
Pengesahan RUU Pesantren ini disambut dengan shalawat badar dan lantunan Ya Lal Wathan oleh hadirin.
Ketua Komisi VIII Ali Taher mengungkapkan bahwa pembahasan pertama RUU ini dimulai pada 25 Maret 2019. Dalam perjalanannya, pada 10 Juli 2019, tim Panitia Kerja (Panja) menyepakati hal strategis memutuskan unyik mengubah menjadi RUU tentang Pesantren yang mulanya RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan.
Lebih lanjut, Ali juga menyampaikan bahwa RUU Pesantren ini merupakan penghargaan sebuah negara yang telah berkontribusi aktif dalam perjuangan kemerdekaan. Menurutnya, RUU Pesantren ini merupakan tonggak sejarah baru pengakuan negara terhadap pesantren yang memiliki peran dalam pendidikan dan dakwah
Peraturan yang belum tercakup dalam RUU ini katanya, akan diatur kemudian hari dengan peraturan-peraturan lainnya.
Rapat Paripurna Ke-10 ini dihadiri oleh 288 anggota DPR. Pembahasan RUU tentang Pesantren ini juga dihadiri oleh Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin. Pembahasan ini juga dihadiri oleh para kiai dari berbagai daerah di Nusantara.