hikmah hijrah di era pandemi

Hijrah merupakan suatu peristiwa penting dalam perjalanan hidup Rasulullah saw. Hijrah merupakan perpindahan suatu tempat ke tempat lain. Perpindahan dari suatu situasi dan keadaan ke situasi dan keadaan yang lain. Hijrah memiliki banyak hikmah, sehingga bisa dipetik hikmah sesuatu dengan kepentingan hidup kita sekarang. Hijrah tidak hanya memberikan manfaat bagi yang melakukan hijrah, melainkan bagi yang lainnya.

Kini kita memasuki Tahun Baru Hijriah. 1 Muharam 1442, yang bertepatan tahun ini dengan tanggal 22 Agustus 2020. Tahun Hijriah disebut juga dengan Tahun Qamariyah, karena hitungannya berdasarkan pada perputaran bulan, sebaliknya Tahun Miladiyah disebut juga dengan Tahun Syamsiyah, karena didasarkan pada perputaran matahari. Permulaan Tahun Hijriah pada hakekatnya dimulai dengan peristiwa Hijrah Nabi Muhammad saw dari Makkah ke Madinah.

Bahwa setiap pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang itu pasti ada motivasi atau niat. Demikian pula berhijrah yang dilakukan oleh Rasulullah saw. Rasulullah saw bersabda “Setiap pekerjaan harus atau pasti disertai dengan niat. Maka barang siapa hijrahnya didorong oleh niat karena Allah. Hijrahnya akan dinilai demikian. Dan barang siapa berhijrah dorong oleh keinginan mendapat keuntungan duniawi atau karena ingin mengawini seorang wanita, maka hijrahnya dinilai sesuai dengan tujuan tersebut”. (HR Bukhari dan Muslim). Berdasarkan itu bahwa Rasulullah dan sahabat-sahabatnya dalam berhijrah dari Makkah ke Madinah motivasi utamanya adalah guna memperoleh ridha dari Allah swt.

Hijrah secara sepintas dimaknai secara fisik, yaitu suatu perpindahan seseorang atau banyak orang dari suatu tempat ke tempat lain. Perjalanan Rasulullah saw beserta para sahabatnya dari Makkah ke Madinah yang merupakan hijrah ketiga. Pada saat itu salah satu sahabat yang setia mendampingi Rasulullah adalah Sayidina Abu Bakar. Keduanya sempat dalam kejaran orang kafir Quraisy dengan jarak beberapa ratus meter. Ketika Rasulullah dan Abu Bakar hampir saja ketangkap, dengan pertolongan Allah swt, tiba-tiba keduanya bersembunyi di Gua Tsur, yang terletak di puncak Jabal Tsur. Yang dalam waktu sangat cepat laba-laba membuat sarangnya di mulut gua. Kondisi ini memberikan kesan bahwa tidak mungkin ada orang yang memasuki gua. Walhasil, keduanya terselamatkan dari kejaran musuh. Setelah orang-orang Kafir Quraisy meninggalkan kabar Tsur, Rasulullah dan Abu Bakar melanjutkan perjalanan hijrah ke Madinah.

Baca Juga:  Berdakwah dengan Hikmah dan Ahsan

Hijrah ini merupakan solusi terbaik Rasulullah saw dalam mengatasi kesulitannya di Makkah dalam berdakwah dan menunaikan syiar Islam di tengah-tengah kaum kafir Quraisy yang tidak berhenti dalam mengganggu dakwah Rasulullah. Di samping itu yang relatif sangat penting untuk mendapat perhatian adalah kondisi Rasulullah saw pada tahun ketigabelas kenabian yang hidup dalam kesedihan, karena ditinggal wafat pamannya Abu Tholib yang terus menemani dan melindungi dalam berjuang dan istrinya Siti Khadijah yang selalu menemani Rasulullah saw baik dalam suka maupun duka dalam menjalani perjuangannya.

Di balik peristiwa Hijrah Rasulullah saw dan sahabat-sahabatnya, ada sejumlah perlawanan yang dapat dipetik, di antaranya pertama, pengorbanan. Rasulullah saw mengatakan bahwa untuk mencapai suatu tujuan yang besar sangat dibutuhkan pengorbanan dari setiap orang. Rasulullah saw untuk melakukan hijrah membeli sendiri unta untuk kendaraan, kendatipun Abu Bakar mau memberinya tanpa membayar sedikitpun.

Kedua, makna hidup. Ketika Rasulullah saw mau berhijrah, memesan Sayidina Ali untuk tidur di tempat pembaringannya dengan selimut Rasulullah untuk mengelabuhi kaum Quraisy yang sedang mengepung di luar rumah. Sayyidina Ali mempertaruhkan jiwa dan raga demi membela Agama Allah. Makna hidup dalam Agama adalah kesinambungan dunia dan akhirat dalam keadaan bahagia, kesinambungan yang melampaui usia di dunia ini. Seorang yang beriman wajib mempercayai bahwa di samping hidup saat ini, ada hidup yang lebih baik dan kekal serta jauh lebih indah daripada hidup di saya ini, di dunia.

Ketiga, tawakkal dan usaha. Bahwa perintah Hijrah kepada Rasulullah sangatlah mendadak. Walaupun demikian Rasulullah merasa yakin bahwa pilihan berhijrah adalah yang terbaik untuk kebaikan dan keselamatan sahabat dan pengikutnya dalam menjaga Agama Allah swt. Ketika dalam kejaran kaum kafir Quraisy, Sayidina Abu Bakar yang mendampingi Rasulullah merasa takut dan cemas, karena hampir saja ketangkap. Tapi karena itulah Rasulullah menguatkan jiwa Abu Bakar dengan ungkapan “Jangan khawatir dan jangan sedih, sesungguhnya Allah bersama kita”. Dengan penuh keyakinan, Rasulullah menenangkan hati Abu Bakar untuk terus berusaha menghadapi ketakutan yang selanjutnya semuanya dipasrahkan kepada-Nya. Ingat, bahwa Allah swt akan terus membersamai hamba-Nya yang memperjuangkan Agama-Nya.

Baca Juga:  Intisari Ihya' 'Úlumuddin (Part 2)

Demikianlah beberapa nilai yang bisa dipetik untuk menghadapi era pandemi. Bahwa pandemi tidak boleh menurunkan derajat iman dan semangat beribadah. Kita harus tetap berkorban melawan ganasnya penyakit dengan mengikuti Protokol Kesehatan dalam berbagai aktivitas kehidupan. Bersikap proaktif dan reaktif secara cepat terhadap merebaknya virus yang menyebar secara masif. Selanjutnya kita harus kerahkan hidup kita untuk perbanyak amal kebaikan untuk songsong masa depan kita di dunia dan akhirat. Demikian iuga kita harus terus membangun gaya hidup baru yang difokuskan untuk membangun kekebalan sehingga tidak mudah diserang oleh virus yang ganas.

Akhirnya bahwa kita tidak boleh pesimis, tetapi terus tumbuhkan sikap optimisme dengan berusaha optimal menjaga hidup sehat dan kebiasaan hidup sehat, yang akhirnya kita pasrah kepada Pencipta untuk terus memberikan perlindungan dari berbagai malapetaka. Semoga dengan pandemi ini mampu menyadarkan banyak orang untuk berhijrah dengan meninggalkan semua yang dilarang oleh Allah swt, sehingga perilaku dan amal perbuatannya menjadi lebih baik dan sesuai dengan perintah-Nya. Jika kita perhatikan banyak yang menjadi korban pandemi ini tidak bisa dihindari, tidak berarti bahwa kematian itu mampu membunuh kehidupan yang sebenarnya, melainkan di balik kematian itu masih terus bisa mengalirkan pahala dan kebaikan ilaa yaumil qiyaamah. [HW]

Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd., M.A.
Beliau adalah Guru Besar dalam Bidang Ilmu Pendidikan Anak Berbakat pada Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta. Ia menjabat Rektor Universitas Negeri Yogyakarta untuk periode 2009-2017, Ketua III Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) masa bakti 2014-2019, Ketua Umum Asosiasi Profesi Pendidikan Khusus Indonesia (APPKhI) periode 2011-2016, dan Ketua Tanfidliyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama DIY masa bakti 2011-2016

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Hikmah