Kampus Merdeka merupakan salah satu kebijakan pokok Perguruan Tinggi Kabinet Indonesia Maju. Kebijakan yang seakan-akan menghentak institusi akademik perguruan tinggi seluruh Indonesia.
Hampir semua PT langsung bereaksi, terutama PT unggulan melakukan kajian serius tanpa menunggu petunjuk teknis, dengan melakukan tafsir sendiri dengan menyesuaikan core business-nya.
Kebijakan Kampus Merdeka berdampak kepada seluruh subsistem perguruan tinggi. Menyangkut seluruh unsur tridharma perguruan tinggi. Untuk bisa berarti kebijakan ini, maka kebijakan ini perlu dikaji, dipahami, dan dirumuskan detil kebijakan dan programnya, sehingga kebijakan Kampus Merdeka benar-benar bisa implementatif.
Kebijakan kampus merdeka sebenarnya bukanlah sesuatu yang baru. Walau slogan dan fokus kebijakan “terasa” baru. Hakekatnya perguruan tinggi itu merdeka yang mandiri dan mandiri yang merdeka.
Ingat bahwa sesuatu yang merdeka belum tentu mandiri, demikian juga sesuatu yang mandiri belum tentu merdeka. Karena itu kampus merdeka seharusnya dibaca kampus merdeka yang mandiri, dalam waktu yang sama kampus mandiri yang merdeka.
Kampus berkatagori PTNBH seharusnya mandiri secara akademik dan finansial, tetapi juga merdeka bersikap dan bertindak. Mandiri artinya segala urusan dan kebutuhan tidak bergantung pada pemerintah. Buktinya bahwa alokasi BOPTN dan hibah penelitian dan pengabdian kepada masyarakat mendapatkan provaledge.
Merdeka artinya bukan hanya pendirian program studi saja, melainkan merdeka mengembangkan program stuktur kurikulumnya sesuai dengan kebutuhan untuk berkembang.
Demikian juga perguruan tinggi PK-BLU yang mandiri secara akademik dan setengah mandiri secara finansial, juga seharusnya merdeka.
Kenyataannya bahwa PTN PK-BLU berkaitan dengan akademik sudah bisa kembangkan kurikulum sendiri, tetapi belum bisa membuka program studi baru. Ini artinya bahwa kemandirian yang dimiliki belum sepenuhnya. Pengelolaan finansial dan pengadaan sumberdaya masih belum mandiri dan masih disubsidi. Walaupun kondisi PTN PK-BLU masih memiliki keterbatasan dalam kemandirian, diharapkan sekali kemerdekaan bidang akademik dan non-akademik terus didorong untuk lebih merdeka secara bertanggung jawab.
Adapun PTN Satker yang memiliki kemandirian akademik dan ketergantungan bidang finansial dan sumberdaya, diharapkan sekali untuk secara berangsur-angsur meningkatkan kemandirian. Dalam waktu yang sama kemerdekaan bidang akademik, terutama pembelajaran dengan menyesuaikan kondisi yang ada. Walau ketergantungan akan sumber dana dan sumberdaya, kemerdekaan menggunakan dana bisa diupayakan sepanjang untuk pengembangan diri dan bisa dipertanggungjawabkan.
Selanjutnya Perguruan Tinggi Swasta (PTS), sebagai institusi pendidikan tinggi yang non-profit, sebenarnya memiliki kemandirian finansial dan sumberdaya, namun memiliki setengah kemandirian akademik, walau ada sejumlah PTS yang memiliki kemandirian cukup tinggu karena kredibilitas institusi dan sumberdayanya yang sangat memadai. Diharapkan sekali kemandirian PTS dapat menjadi modal utama untuk berekspresi dan meningkatkan kualitas dengan merdeka.
Kampus Merdeka yang sementara difokuskan kepada (1) Pembukaan Program Studi baru, 2) Sistem Akreditasi Perguruan Tinggi, 3) mempermudah PTN PK-BLU untuk menjadi PTN BH, (4) Sistem Kredit Semester (SKS) untuk belajar di luar prodi dan di luar institusi. Kemerdekaan yang difokuskan kepada 4 hal ini terkait sekali dengan manajemen kelembagaan, jaminan mutu pendidikan, pengelolaan keuangan dan aset, dan rekonstruksi kurikulum untuk tingkat kan relevansi pendidikan.
lmplementasi kebijakan ini bisa mudah dan bisa tidak mudah. Mudah karena ada unsur deregulasi dan debirokrasi. Bisa tidak mudah, karena menuntut kedewasaan dan kesiapan serta dukungan mitra baik perguruan tinggi maupun dunia usaha dan dunia industri.
Kampus merdeka dengan empat fokus mengindikasikan bahwa kebijakan pendidikan bersifat parsial. Hanya fokus pada pembelajaran. Padahal Perguruan Tinggi harus concern kepada Tridharma Perguruan Tinggi. Dengan begitu unsur penelitian dan pengabdian pada masyarakat terabaikan.
Walaupun tidak menutup kemungkinan dalam mengimplementasikan Kampus Merdeka ada sedikit irisan dengan penelitian dan pengabdian pada masyarakat. Karena itulah bagus sekali, jika kebijakan pendidikan tinggi itu selalu menjaga keseimbangan dan koherensi unsur-unsur tridharma Perguruan Tinggi, sehingga marwah, visi dan misi Perguruan Tinggi tetap terjaga. Amin.
Akhirnya bahwa Kebijakan Kampus Merdeka akan menjadi bermakna jika diorientasikan untuk menjawab tantangan RI 4.0 dan Era Disrupsi serta memperhatikan misi Perguruan Tinggi. Di samping tidak bisa dilepaskan dari kesadaran core business perguruan tinggi masing-masing. Yang akhirnya bahwa implementasi Kebijakan Kampus Merdeka akan bisa diimplementasikan dengan baik, jika semua stakeholders berkolaborasi dan saling sharing secara proporsional dalam menfasilitasi semua aktivitas proses pendidikan. Semoga!