Wiridan Kitab

Beberapa hari yang lalu saya tidak sengaja membaca postingan salah satu teman yang menerangkan tentang tips menjaga hafalan Al-Quran dari salah satu ulama besar. Yaitu dengan menghatamkan Al-Quran setiap bulan. Dan bila ingin lebih tahqiq lagi, atau ingin lebih bagus lagi hafalannya, maka dianjurkan untuk menghatamkan Al-Quran setiap minggu, atau dalam satu minggu hatam Al-Quran satu kali.

Tips ini sudah saya ketahui sejak masih mondok di Kajen dahulu, namun baru saya tahu sumber keterangan amalan ini belakangan. Bahkan, ada beberapa pondok yang santrinya sudah biasa memodifikasi mushaf Al-Quran sesuai jatah yang dibaca setiap harinya. Dimulai pada jilid satu yaitu hari jumat dengan isi surat fatihah hingga surat an-nisa’, dan berlanjut pada jilid-jilid lain hingga hatam dihari kamisnya.

Tak hanya untuk melancarkan hafalan, saya tahu banyak sekali ulama yang memang sengaja mewiridkan hatam Al-Quran untuk tabarrukan. Atau ngalap berkah.

Ngalap berkah ini tak hanya kepada Al-Quran kitabullah. Namun juga kitabnya para ulama.

Sebagaimana umum diketahui oleh kaum santri, banyak sekali kiai-kiai di pondok pesantren ataupun ulama-ulama diseluruh dunia yang punya amalan wiridan berupa ngaji secara terus menerus satu kitab tertentu. Setiap hari kitab tersebut dikaji dan dibuat ngaji, terus menerus hingga hatam. Dan setelah hatam, kemudian dimulai lagi dari awal ngaji kitab tersebut.

Terus menerus begitu sampai beliau tidak mampu ngaji lagi.

Saya sendiri mulai faham bahwa abah punya wiridan ngaji kitab ihya’ setelah saya kembali dari pondok. Dulu saya belum faham tentang konsep wiridan kitab ini. Saya hanya tahu kalau bapak ngaji kitab ihya’, sudah.

Dan setelah saya tahu tentang beberapa kiai yang mewiridkan satu kitab tertentu, saya baru faham bahwa ihya’ menjadi wiridan kitab bapak.

Baca Juga:  Pesantren Darul Falah, Modern dengan Akhlak Salaf

Beberapa kiai yang saya tahu punya wiridan kitab yaitu antara lain: Romo yai Anwar lirboyo mewiridkan kitab ta’limul muta’alim. Sedangkan Romo yai kafabihi lirboyo mewiridkan kitab arba’in nawawi dan kitab jawahirul bukhori disetiap Ramadan.

Sedangkan di Ploso ada Allahu yarham Romo yai Fu’ad dulu semasa sugengnya punya wiridan kitab fathul qarib. Romo yai huda djazuli ploso hingga sekarang juga mewiridkan kitab ta’limul muta’alim. Disamping, beliau Romo yai huda juga mewiridkan beberapa kitab lain, seperti tafsir jalalain, shahih bukhari, juga kitab bidayah.

Banyak sekali kiai lain yang saya yakin punya wiridan kitab, namun keterbatasan saya untuk menuliskan semuanya. Namun dari semua amalan wiridan kitab ini saya memahami, bahwa beliau semua mewiridkan kitab ini untuk tujuan yang baik. Bagi diri sendiri, juga untuk para santri.

Ada yang mewiridkan satu kitab untuk mengharapkan barokah sang muallif atau pengarang kitab tersebut, ada juga yang mewiridkan satu kitab bertujuan untuk mengingatkan santri tentang keutamaan tema atau ajaran yang ada dalam kitab tersebut. Yang jelas, antara mengharap kebarokahan sang muallif, mengharapkan tabahhur atau memahami secara utuh suatu kitab, juga sebagai tarbiyah diri dan upgrade diri adalah beberapa tujuan baik dari mewiridkan kitab ini.

Saya sendiri belum pernah bertanya secara langsung kenapa bapak mewiridkan kitab ihya’ di Kwagean. Namun yang saya tahu, bapak menjadikan ngaji sebagai proses memperbaiki diri. Bapak pernah bercerita, bahwa tidak semua kandungan kitab ihya’ beliau fahami, meskipun sudah menghatamkannya sebanyak 18 kali (menurut ingatan bapak. Dan inipun hanya dipondok kwagean, belum ketika beliau masih jadi santri dulu). Namun, bapak saya merasa, bahwa disetiap pengulangan membaca, pasti ada penambahan pemahaman baru.

Baca Juga:  Nilai-Nilai Pancasila yang Luhur Tumbuh Subur dalam Bingkai Kebhinekaan Generasi Santri Masa Kini

Jadi memang penambahan kebaikan diri ini akan selalu ada disetiap harinya, asalkan kita mau istiqomah ngaji. Disamping karena memang kandungan baik yang ada dalam kitab, juga terutama karena kebarokahan mushonnif ataupun pengarang kitab tersebut. Sebagaimana membaca kitab manaqib atau cerita hidup syekh abdul qodir jaelani, kita akan mendapatkan kebarokahan dari kitab tersebut meskipun mungkin kita membaca tanpa faham tentang kandungan atau isi dalam kitab manaqib.

Apabila membaca kitab karangan para ulama yang mana makhluk-Nya Allah saja mengandung banyak kebaikan dan kebarokahan, apalagi kalau kita mau mewiridkan kitab allah, pasti akan mendatangkan kebarokahan lebih.

Bila anda ingin mendalami Al-Quran hingga mampu menghafal dengan lancar, maka metode dalam awal tulisan ini bisa dilakukan. Yaitu menghatamkannya setiap satu bulan sekali, atau kalau bisa menghatamkannya seminggu sekali. Namun bila tidak, cukup dengan membaca Al-Quran setiap hari tanpa ada batas minimum.

Kebiasaan baik untuk membaca Al-Quran setiap hari ini sudah menjadi salah satu kurikulum wajib di Kwagean. Bapak selalu mengingatkan para santri untuk tidak lupa membaca Al-Quran setiap hari. Meskipun hanya beberapa ayat, atau minimal menyisihkan waktu beberapa menit untuk membaca Al-Quran. Dan himbauan ini tidak sekedar kata, namun bapak selalu menemani teman-teman santri yang jamaah maghrib dimasjid untuk membaca Al-Quran setelah maghrib, disetiap harinya.

Semoga kita mampu menemu jalan untuk memperbaiki disetiap harinya, dan tak lelah mengusahakannya sepanjang hidup. Dan salah satu cara memperbaiki diri adalah dengan melakukan hal baik setiap hari. Pun untuk memuliakan diri. Kita harus melakukan hal mulia setiap hari, sepanjang hidup. Agar kemuliaan itu pada akhirnya menjadi bagian dari diri kita. []

Baca Juga:  Dorong Santri Kuasai Media, DINUN Adakan Pelatihan Konten dan Videografis

#salamKWAGEAN

Muhammad Muslim Hanan
Santri Alumnus PIM Kajen dan PP Kwagean Kediri

    Rekomendasi

    salat lima waktu
    Hikmah

    Salat Lima Waktu

    Dalam tafsir al-Bahr al-madid, Syaikh Ibn ‘Ajibah menceritakan perihal riwayat para nabi terdahulu yang ...

    Tinggalkan Komentar

    More in Hikmah