Ushul fiqh merupakan sebuah metodologi untuk menggali hukum dari Al-Quran dan sunnah. Al-Quran merupakan sumber hukum islam yang bersifat paten dimana isi dari Al-Quran tidak dapat dirubah dengan cara menambah maupun mengurangi. Sementara persoalan umat akan selalu ada dan selalu muncul setiap hari terutama di era kontemporer seperti saat ini. Untuk memecahkan problem-problem tersebut agar mendapat jalan keluar yang sesuai dengan syariat islam dibutuhkan sarana atau alat atau metodologi, dan metodologi itulah yang disebut sebagai ushul fiqh.
Pengembangan metodologi ilmu ekonomi Syariah dilakukan dengan cara yang berbeda dengan pengembangan metodologi ilmu ekonomi konvensional. Pengembangan yang digunakan metodologi ekonomi konvensional berdasarkan pada fenomena ekonomi yang muncul dan bagaimana pengamatan yang telah dilakukan oleh para pakar ekonomi. Sedangkan dalam islam, metodologi dibesarkan dari ajaran-ajaran islam yang bersumber dari Al-Quran, sunnah, dan ijtihad.
Ushul fiqh sebagai salah satu disiplin ilmu Syariah yang mencakup kajian tentang sumber-sumber hukum dan metodologi pengembangannya. Akan tetapi, diluar paradigma spesifiknya ini, dapat dikatakan bahwa ushul fiqh memberikan pedoman dalam pengkajian dan pemahaman yang benar pada hampir seluruh kajian islam, termasuk pada disiplin ilmu ekonomi.
Para ushul fiqh sepakat bahwa fikih memiliki cabang ilmu yang beragam. Misalnya, fikih ibadah, fikih munakahat (perkawinan), fikih muamalat, fikih siyasah (politik), fikih iqtishadiyat (hukum ekonomi), fikih daulah (hukum tata negara), dan lain sebagainya. Seluruhnya itu dilahirkan melalui penalaran ushul fiqh. Meskipun fikih berhubungan dengan hukum-hukum islam yang bersifat praktis, tetapi teori-teorinya dapat diterapkan dan dikembangkan dalam masalah ekonomi sebagai bagian dari kajian fikih muamalat. Lebih dari itu, sejatinya dalam Al-Qur’an dan hadis Nabi sudah memberikan norma-norma dalam pengembangan hukum islam yang dibutuhkan umat termasuk dalam masalah ekonomi.
Para ekonom muslim memberikan penyataan bahwa nilai-nilai islam sudah mulai mewarnai penerapan ilmu ekonomi di era kontemporer. Akan tetapi, hal ini diperlukan adanya elaborasi metodologi ekonomi yang tepat . Kemudian metodologi ini dikembangkan dalam ilmu ushul fiqh dan mengaitkannya dengan ilmu ekonomi konvensional seperti halnya pada beberapa disiplin ilmu yang lain.
Ushul fiqh di implementasikan dalam metodologi ekonomi islam dapat menggunakan beberapa metode, seperti qiyas (analogi), istishan, dan maslahah mursalah. Walaupun ushuliyyun memiliki beragam pemikiran dalam menyikapinya. Misalnya Mazhab Syafi’iyah menjadikan qiyas sebgai sumber hukum islam yang keempat. Mazhab Hambaliyah mempunyai pendapat lain, mereka mengatakan bahwa menetapkan hukum berdasarkan Hadis mursal itu lebih baik daripada menggunkaan qiyas. Adapun kelompok yang menjadikan qiyas sebagai dasar penetapan hukum islam adalah bahwa salah satu karaktersitik ajaran islam adalah menghilangkan kesukaran (daf’u al-harj). Jika qiyas tidak dianggap sebagai salah satu landasan penetapan hukum, maka berlakunya hukum islam dalam wilayah sangat terbatas dan menyebabkan kesulitan bagi pemeluknya.
Qiyas dalam literatur ushul fiqh dibagi menjadi dua macam, yaitu qiyas jail dan qiyas khafi. Jika qiyas jail tidak mampu menyelesaikan permasalahan yang ada, maka penyelesaian dapat menggunkaan qiyas khafi. Tujuannya adalah untuk memberi kemudahan kepada umat islam dalam menegakkan kemaslahatan dan keadilan. Sungguhpun demikian, jika semua metode-metode hukum diatas belum dapat menyelesaikan permasalahan ekonomi dan keuangan, maka dapat menggunakan metode masalahah mursalah atau istishlah yang populerkan penggunaan oleh Imam al-Syatibi dari Mazhab Malikiyah. Metode ini juga digunakan oleh Sebagian ulama Mazhab Syafi’iyah seperti Imam al-Taufail, al-Ghazali, dan al-Amidi. Penerapan metode maslahah mursalah dalam ekonomi islam seperti penerapan teori kepuasan masyarakat dalam ekonomi konvensional.
Para pemikir muslim seperti Ibnu Sina, Ibnu Khaldun, Imam Ghazali, Imam Abu Hanifah beserta kedua muridnya yaitu Imam Abu Yusuf dan Imam Syaibani, Imam Malik, Ibn Taymiyyah dan nama-nama lain yang jumlahnya tidak terhitung telah memformulasikan berbagai perangkat dalam mekanisme ekonomi yang banyak dipakai ilmu ekonomi konvensional saat ini.
Dari beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa urgensi ushul fiqh dalam ekonomi Syariah telah menawarkan seperangkat epistemology dalam memberikan inovasi dalam berijtihad, khususnya dalam menawarkan produk-produk akad yang berbasis Syariah. Ushul fiqh sebagai pijakan epistemology ijtihad hukum ekonomi Syariah menempati posisi yang sangat signifikan dalam merespons tantangan globalisasi dan pengembangan keilmuan yang berbasis Syariah. Munculnya gejala-gejala baru terkait ekonomi menyebabkan ushul fiqh berperan penting dalam penyelesaian problem baru tersebut agar mendapat jalan keluar yang sesuai dengan syariat. []