Adanya Rancangan Undang Undang Pesantren (RUU Pesantren) merupakan pengakuan negara terhadap peran pesantren dalam merebut kemerdekaan Indonesia dan menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), RUU Pesantren akan disahkan oleh DPR RI besok 24 September 2019, RUU ini secara yuridis sesuai dengan pembukaan UUD 1945 :

“…Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya, Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

Dan RUU Pesantren ini juga sesuai dengan UUD 1945 Pasal 28 E Ayat (1) yang berbunyi “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya” RUU Pesantren ini disusun atas dasar filosofis peran kongkrit ribuan pesantren dalam merebut kemerdekaan Indonesia, pesantren sudah ada ratusan tahun sebelum Indonesia merdeka, peran pesantren dapat ditunjukkan tiga kekhususan pesantren yaitu dakwah pesantren untuk bela negara, kemandirian pesantren di bidang ekonomi dan pengajaran pesantren yang meningkatkan eksistensi sila ke satu Pancasila (Ketuhanan Yang Maha Esa).

RUU Pesantren lahir atas dasar sosiologis eksistensi pesantren di setiap daerah yang memungkinkan engagement antara negara dan pesantren dalam menjaga kemerdekaan Indonesia melalui ‘dakwah pesantren’ termasuk menangkal rongrongan terhadap sistem pemerintahan Indonesia, engagement pesantren dan negara juga akan memudahkan negara menyelenggarakan kemandirian perekonomian karena pesantren mampu menjalankan peran pemberdayaan ekonomi pesantren. Pengajaran pesantren menggunakan kitab kuning, dan ketiga dasar sosiologis di atas sudah eksis sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia eksis.

Baca Juga:  Tirakat; Nilai Moral-Spiritual Pesantren yang Harus Dipertahankan

Ada beberapa pertanyaan muncul tentang lahirnya RUU Pesantren yaitu apakah pengakuan (rekognisi) negara terhadap konstribusi pesantren bertentangan dengan Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas)? Jawabannya Tidak, karena UU Sisdiknas mengatur pendidikan formal, sedangkan RUU Pesantren mengatur Pengajaran Pesantren yang khusus.

Pertanyaan selanjutnya apakah rekognisi negara terhadap konstribusi pesantren bertentangan dengan UU Pemerintahan Daerah? Jawabannya Tidak. Justru sebaliknya RUU Pesantren menguatkan peran negara untuk mengatur kewenangan religi dalam bentuk pengakuan atas eksistensi dakwah.

Pertanyaan selanjutnya apakah rekognisi negara terhadap kontribusi pesantren akan menciptakan eklusivitas pesantren? Jawabannya Tidak dengan mengakui pesantren, maka negara memiliki patner yang setia untuk menciptakan inklusifitas di kalangan masyarakat melalui fakta tumbuh bersamanya pesantren dengan masyarakat.

Konten UU Pesantren

Ada beberapa poin penting dalam RUU Pesantren, di antaranya: 1) RUU ini merupakan tindakan rekognisi, afirmasi dan fasilitasi negara terhadap pesantren. 2) UU harus menjamin kekhasan pesantren terjaga. Demikian pula independensi dan otonomi pesantren, tidak boleh ada intervensi dari negara terhadap pesantren. 3) Pesantren memiliki tiga (3) fungsi: pertama pengajaran, kedua dakwah dan ketiga pemberdayaan masyarakat. 4) Untuk pendidikan, semua jenis pendidikan yang diselenggarakan pesantren diakui oleh negara. 5) Untuk menjaga mutu sekaligus kekhasan pendidikan pesantren, maka ada Dewan Masyayikh (DM) di tingkat pesantren dan Majelis Masyayikh (MM) di tingkat nasional. DM yang melaksanakan ujian dan memberi syahadah (ijazah). MM merumuskan kurikulum, referensi kitab, dan kompetensi seorang ustadz. DM dipersilakan untuk mengambil keseluruhan atau sebagiannya di masing-masing pesantren. 6) Fungsi Dakwah menempatkan pesantren sebagai subjek aktif yang mendorong Indonesia sebagai rujukan Islam moderat dunia. 7) Fungsi pemberdayaan menempatkan pesantren sebagai akselerator pemberdayaan dan penguatan ekonomi pesantren dan masyarakat. 8) Pemerintah di tingkat pusat dan daerah harus memfasilitasi pendanaan bagi pesantren agar dapat menjalankan tiga (3) fungsi tersebut secara optimal. 9) Ada dana abadi pesantren yang secara khusus diambilkan dari dana abadi pendidikan. 

Baca Juga:  Pendidikan yang Membebaskan

Semoga adanya RUU Pesantren ini sesuai dengan cita-cita negara mengakui (rekognisi) pesantren dalam memperjuangkan kemerdekaan dan menjaga Indonesia sudah sesuai dengan kebutuhan pesantren serta menghormati keberagamaan pesantren, jangan sampai UU Pesantren mengintervensi fungsi pesantren dalam pengajaran, dakwah dan pemberdayaan masyarakat. wallahu a’lam bishawab.

Abdulloh Hamid
Co-Founder Pesantren.id, founder Dunia Santri Community, dosen UIN Sunan Ampel Surabaya, aktif di pengurus pusat asosiasi pesantren NU (RMI PBNU)

Rekomendasi

Tinggalkan Komentar

More in Pesantren