Islam mengangkat tinggi derajat wanita hingga melebihi batas khayal dan angannya. Islam mempersembahkan ayat-ayat Alquran padanya. Cahaya Alquran memburatkan pandangan matanya, arah tujuan Alquran menguasai jiwanya, serta kefasihan dan keindahan bahasa Alquran menuntun hatinya.

Alquran membuatnya diam mendengarkan rahmat, kemuliaan, surga, dan neraka Allah. Juga membuatnya diam mendengarkan pahala besar dan kedudukan yang berkilau yang Allah sediakan untuk wanita-wanita yang sabar dan berbuat baik. Ini membangkitkan perasaan dan menerangi pandangan mata hatinya sehingga layak mengenai inti kalbunya, mengalir di dalam darahnya, dan membaur dengan seluruh tulang rusuknya.

Sosok sahabat wanita mulia ini yang menyatukan seluruh pikiran pada akhirat sehingga tidak sibuk memikirkan segala hiasan dunia nan fana. Dia tahu pasti bahwa satu kali tasbih dalam lembaran amal seorang mukmin, lebih baik daripada dunia dan seisinya. Oleh karena itu, dia menjadikan rumahnya sebagai masjid. Dia pun menjadi ikon dalam ibadah, menghayati kitab Allah hingga setiap ayatnya seakan mengalir di dalam urat-urat tubuhnya sehingga kalbunya mendapat asupan kesegaran iman dan ketaatan. Dia bernama Ummu Waraqah binti Abdullah bin Harits al-Anshariyah.

Golongan Pertama Masuk Islam

Ketika Allah SWT mengutus Rasulullah SAW dengan membawa petunjuk dan agama kebenaran, hati-hati yang suci di luar sana sudah menantikan agama agung ini. Mereka merindukan hidup dalam lingkup kesucian dan merasakan kenikmatan di bawah naungan iman. Hati-hati yang suci itu langsung menerima seruan kebenaran sejak pertama kali dan tidak mengulur waktu. Mereka yang memiliki fitrah lurus, suci, dan bersih tentu tidak mengulur waktu untuk menerima kebaikan ini.

Ketika gangguan kaum musyrikin terhadap para sahabat Rasulullah SAW kian meningkat, beliau mengizinkan mereka berhijrah ke Madinah. Setelah itu, Rasulullah SAW menyusul berhijrah ke Madinah yang membuat kota ini menjadi terang benderang dengan kedatangan beliau.

Ummu Waraqah adalah satu di antara kaum wanita Anshar yang menorehkan lembaran-lembaran menawan dalam sejarah Islam. Dia masuk Islam bersama wanita-wanita yang lebih dahulu masuk Islam, berbaiat kepada Rasulullah, dan meriwayatkan hadis dari beliau.

Dengan begitu, dia termasuk di antara mereka yang Allah singgung dalam firman-Nya, “Dan orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah rida kepada mereka dan mereka pun rida kepada Allah. Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang agung.” (QS at-Taubah [9]: 100)

Bahagia atas Kedatangan Nabi

Urwah bin Zubair menuturkan, ketika kaum muslimin Madinah mendengar berita Rasulullah telah pergi meninggalkan Makkah, setiap pagi mereka selalu keluar menuju tanah lapang untuk menantikan kedatangan beliau. Namun, mereka pun pulang setelah lama sekali menanti.

Suatu ketika, semuanya sudah berada di rumah, dan seorang Yahudi naik ke salah satu benteng milik mereka untuk melihat-lihat, ternyata dia melihat sosok Rasulullah dan para sahabatnya dari jauh mendatangi kota Madinah. Mereka mengenakan pakaian serba putih, tetapi kurang jelas karena jarak pandangnya terhalang oleh fatamorgana.

Orang Yahudi itu pun langsung menyeru dengan suara yang melengking kepada semua orang, “Wahai kaum Arab, nasib yang kalian nanti-nantikan telah datang.” Kaum muslimin pun segera mengambil senjata dan menyambut kedatangan Rasulullah.

Ibnul Qayyim menuturkan, terdengar suara hiruk pikuk dan seruan takbir karena bahagia atas kedatangan Nabi Muhammad SAW.

Mereka segera keluar untuk menyambut kedatangan beliau. Mereka menemui dan mengucapkan salam penghormatan kepada Nabi Muhammad. Mereka menatap tajam dan mengelilingi beliau, sehingga rasa tenang pun menyelimuti hati mereka.

Madinah kala itu penuh sesak, semua penduduk berkumpul untuk menyambut kedatangan Nabi Muhammad SAW. Sepanjang sejarah, Madinah tidak pernah mengalami kejadian seperti itu.

Baca Juga:  Mbah Moen, Dari Jauh Sekali

Setelah salat Jumat, Nabi Muhammad SAW melanjutkan perjalanan hingga memasuki Madinah. Sejak hari itu nama Yastrib resmi diganti Madinah Rasulullah dan disingkat menjadi Madinah. Hari itu sangat bersejarah, karena seluruh rumah dan jalan ramai dengan suara pujian dan tasbih. Para gadis kaum Anshar amat sangat senang dan gembira melantunkan bait-bait syair:

Purnama telah muncul di atas kami

Dari arah Tsaniyatul Wada’

Puji syukur wajib kita ucapkan

Selama Allah masih tetap disebut dalam doa

Wahai engkau yang diutus kepada kami

Kau datang membawa perintah yang ditaati

Saat itulah Ummu Waraqah merasa kebahagiaan memenuhi hati, terbang di atas awan dan bersemayam di seluruh raganya. Sebab, Nabi yang selama ini dia dengar dan imani risalahnya, akhirnya datang juga. Dialah Rasulullah SAW yang dengannya Allah SWT menyelamatkan seluruh umat manusia dari kelamnya kesyirikan dan kekafiran menuju cahaya tauhid dan keimanan.

Wanita Ahli Ibadah

Setelah keimanan menyentuh hatinya dan berbaiat kepada Rasulullah SAW, dia mengisi hari-harinya dengan ayat Allah. Dia selalu membaca Alquran setiap saat sehingga menjadi seorang qari yang mempunyai bacaan indah nan merdu, serta selalu tekun dalam membaca dan memahaminya.

Bahkan, dia menulis seluruh ayat-ayat Alquran di tulang-tulang, kulit ataupun benda-benda lainnya sehingga seluruh ayat Alquran berada di rumahnya. Karena itulah, ketika Abu Bakar hendak ,mengumpulkan Alquran setelah Rasulullah SAW wafat, Ummu Waraqah menjadi rujukan utama bagi Zaid bin Tsabit yang mendapat kepercayaan khalifah Abu Bakar untuk mengumpulkan Alquran. Ummu Waraqah adalah sosok yang selalu berpuasa, salat malam, serta beribadah kepada Allah SWT dan berkorban untuk agama.

Kedudukannya di Hati Rasulullah

Rasulullah SAW memuliakan Ummu Waraqah dan mengenal kedudukannya. Beliau menghargai ketakwaan, ibadah, sifat warak, dan perhatiannya kepada kitab Allah yang luar biasa. Itulah kenapa beliau selalu menyempatkan diri berkunjung ke tempatnya demi memuliakannya.

Diriwayatkan dari Abdurrahman bin Khallad, dari Ummu Waraqah ra, dia berkata, “Rasulullah SAW berkunjung ke rumahnya. Dia kemudian menempatkan seorang muazin yang mengumandangkan azan untuknya, dan menyuruhnya untuk mengimami keluarganya.” Abdurrahman-perawi hadis-berkata, “Aku melihat muazin Ummu Waraqah, seorang lelaki tua renta.

Ummu waraqah merasakan kebahagiaan tanpa batas atas kunjungan Rasulullah SAW. Pantas saja Ummu Waraqah merasa bahagia karena kita saja sangat berharap untuk melihat Nabi SAW meskipun hanya lewat mimpi. Lantas, bagaimana kiranya dengan orang yang melihat Nabi SAW di dalam rumahnya secara langsung?

Seperti itulah Ummu Waraqah menjadikan salah satu bagian dari rumahnya menjadi masjid untuk menjalankan salat di sana atas petunjuk dari Nabi SAW. Beliau melihat kebersihan jiwa dan batinnya sehingga menjadikannya imam bagi kaum wanita. Mereka meneladaninya dalam ibadah, ilmu, dan kezuhudan.

Allah Akan Memberimu Mati Syahid

Nabi Muhammad SAW pernah bersabda “Barang siapa memohon mati syahid dengan tulus (jujur), niscaya Allah akan menyampaikannya ke tingkatan-tingkatan syuhada, meski dia meninggal di atas kasurnya.” (HR Muslim)

Ummu Waraqah mencintai jihad dan menginginkan mati syahid di jalan Allah. Saat mengetahui Rasulullah SAW memobilisasi para sahabat untuk perang Badar, Ummu Waraqah bergegas menemui beliau. Dia meminta izin ikut pergi bersama beliau untuk mengobati korban luka dengan harapan bisa mati syahid di jalan Allah. Namun, Rasulullah SAW memintanya untuk tetap tinggal di rumah dan menyampaikan kabar gembira padanya bahwa Allah akan memberinya mati syahid meski di rumah.

Diriwayatkan dari Ummu Waraqah, saat Nabi SAW hendak perang Badar, dia berkata, “Wahai Rasulullah, izinkan aku untuk ikut berperang bersamamu, aku akan merawat prajurit-prajuritmu yang sakit, semoga Allah memberiku mati syahid.”

Baca Juga:  KH Said Aqil Siroj Serukan Persatuan Umat Islam Lintas Ormas dan Madzhab

Beliau bersabda, “Tetaplah tinggal di rumahmu, karena Allah akan memberimu mati syahid”. Sejak saat itu, dia dipanggil syahidah (wanita yang mati syahid).

Wanita ahli ibadah, zuhud, dan bertakwa ini akhirnya pulang ke rumah mematuhi perintah Rasulullah SAW. Dia pulang untuk menantikan mati syahid seperti yang disampaikan Rasulullah SAW kepadanya.

Orang-orang mengetahui kabar gembira yang disampaikan Rasulullah SAW kepada Ummu Waraqah ini. Sampai-sampai ketika Rasulullah SAW ingin berkunjung ke kediamannya, beliau mengajak sejumlah sahabat dan berkata kepada mereka, “Mari kita berkunjung ke (kediaman) wanita syahid itu.”

Teguh Memegang Janji

Kala Rasulullah SAW wafat, Ummu Waraqah dirundung kesedihan yang sangat mendalam hingga nyaris mengoyak hatinya. Namun, dia tetap rajin beribadah, hidup zuhud, salat malam, dan puasa seperti biasanya.

Dia tetap ingat kabar gembira yang Rasulullah SAW sampaikan bahwa Allah suatu hari nanti akan menganugerahkan mati syahid kepadanya. Rasulullah SAW wafat dalam keadaan rida kepadanya sehingga tidak ada lagi tersisa selain mati syahid untuk melengkapi kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Detik-Detik Perpisahan

Tibalah saat yang tepat dimana Allah SWT mentakdirkan untuk menganugerahkan mati syahid kepada Ummu Waraqah. Dia sudah lama menantikan saat-saat ini dengan penuh kerinduan.

Ummu Waraqah tinggal seorang diri di rumah. Tidak ada yang mendampingi selain seorang budak lelaki dan perempuan, yang melayani dan hidup bersama keduanya, yang dia warisi dari keluarganya. Saat Ummu Waraqah masuk Islam, dia menjanjikan kedua budak miliknya merdeka setelah dia meninggal dunia. Maka, kedua budak ini menyegerakan kematian Ummu Waraqah.

Budak lelaki dan perempuan yang dia perlakukan dengan baik, sayangi dan rawat ini, sama sekali tidak patut mendapatkan perlakuan baik.

Kata bijak berikut berlaku bagi keduanya, “Waspadailah kejahatan orang yang kau perlakukan baik,” karena mereka merasa terlalu lama untuk loyal kepadanya. Selain itu, keduanya terperdaya oleh harta benda dan kekayaan Ummu Waraqah, hingga pengkhianatan dan kekejian setan bangkit dalam jiwa kedua budak ini.

Suatu malam, keduanya merencanakan pembunuhan terhadapnya. Akhirnya, asy-syahidah ini meninggal secara zalim, diperlakukan semena-mena, dan dikhianati, tepat seperti yang pernah diberitakan Rasulullah SAW kepadanya. Kedua budak ini akhirnya melarikan diri. Namun, ke mana mereka pergi? Tangan keadilan berhasil menangkap keduanya. Mereka lalu dikembalikan ke Madinah untuk mendapatkan balasan atas tindak kejahatan yang telah dilakukan.

Keduanya dibunuh dan disalib agar menjadi pelajaran bagi yang lain. Kesedihan mendalam menyebar ke seantero Madinah. Seluruh mata berlinang atas kepergian Ummu Waraqah. Seluruh hati terbelah pilu karena wanita mukminah yang mulia ini.

Disebutkan dalam sebagian hadis riwayat Abu Dawud tentang kisah kematian Ummu Waraqah. Dia tuntas menghafal Alquran, lalu meminta izin kepada Rasulullah SAW untuk menugaskan seorang muazin di rumahnya. Beliau memberi izin. Seorang budak lelaki dan perempuan (miliknya) kemudian menyusun rencana (untuk membunuhnya). Keduanya kemudian menghampiri dan membekap Ummu Waraqah dengan kain sutra miliknya hingga mati. Kedua budak ini langsung melarikan diri.

Pada pagi harinya, Umar berdiri di hadapan orang-orang lalu menyampaikan, “Siapa yang tahu atau melihat kedua (budak) itu, bawalah kemari.” Setelah berhasil ditangkap, Umar memerintahkan keduanya disalib. Kedua budak ini adalah orang pertama yang disalib di Madinah.

Seperti itulah wanita ahli ibadah dan zuhud ini pergi meninggalkan dunia manusia dan meraih mati syahid seperti yang pernah diberitakan Rasulullah SAW.

Dia terus meniti jalan menuju Allah tanpa menghiraukan dunia dengan segala harta bendanya meski hanya sekejap mata. Dia hanya mengharapkan kenikmatan abadi di sisi Allah di akhirat nanti. Akhirnya, Allah SWT memberi kemuliaan untuknya, dan menganugerahkan mati syahid kepadanya. Itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal.

Baca Juga:  Membangun Pernikahan tanpa Kekerasan

Semoga Allah SWT meridhai Ummu Waraqah yang memberikan pengabdian besar bagi agama. Juga mempunyai peran besar dalam mengumpulkan Alquran di era khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq, hingga setiap muslim yang membaca satu pun huruf kitab Allah, pahalanya ada di dalam timbangan amal baik Ummu Waraqah, insya Allah. Semoga Allah SWT meridainya, membuatnya senang, dan menjadikan surga firdaus sebagai tempat kembalinya.

Nilai Keteladanan: Taat Seutuhnya

Taat seutuhnya adalah taat muslim kaffah. Hanya Allah saja yang patut dicintai, disembah, dan diberikan loyalitas seutuhnya.

”…Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh alam, tidak ada sekutu bagi-Nya; dan demikianlah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama berserah diri (muslim).” (QS al-An’am [6]: 162-163)

Dalam ayat tersebut kita berjanji bahwa salat, ibadah, seluruh aktivitas, dan hidup-mati kita hanya untuk Allah. Artinya, apapun yang kita lakukan selalu tidak lepas dari Allah-oriented atau berorientasi hanya kepada rida Allah (libtigha’I mardhatillah). Jika Allah SWT tidak rida, maka janganlah kita lakukan. Apa yang Allah ridai saja yang kita lakukan. Ini komitmen kita masing-masing saat salat yang baik sekali (bahkan wajib) mewarnai kehidupan kita.

Dalam hidup ini, manusia diberikan dua kecenderungan, yaitu dosa (fujur) dan takwa (taqwa). Kedua sifat ini kerap timbul-tenggelam dalam kehidupan kita. Lihatlah ada orang yang di pagi harinya beriman, tetapi siangnya malah jauh dari keimanan. Dalam kehidupan sehari-hari, kita dapat berkaca bahwa iman yang timbul-tenggelam itu juga melanda diri kita masing-masing.

Dua kecenderungan itu Allah SWT yang berikan kepada kita. Kita bukan malaikat yang tidak memiliki nafsu, tetapi kita juga bukan setan yang selalu memperturutkan hawa nafsu. Antara takwa dan dosa ini sesungguhnya mereka bertarung tiap menit untuk mendapatkan pengaruh yang dominan bagi kesadaran seorang manusia.

Jika di satu waktu seseorang lebih kuat takwanya, niscaya setan tidak akan berani atau tidak memiliki energi lebih untuk menggodanya. Dia akan “terpental” sendiri karena begitu kuatnya takwa dalam diri anak-cucu Adam. Akan tetapi, kalau kecenderungan kepada dosa (fujur) yang dominan, maka setan pun akan semakin menguatkan kecenderungan itu. Peran setan dalam “memprovokasi” hal itu ibaratnya seperti virus yang terus-menerus menggerogoti kesadaran iman seorang hamba. Jika kecenderungan dosa (fujur) itu datang dan menguat, segeralah kita untuk beristigfar kepada Allah, memohonlah ampunan kepada Allah agar ditunjukkan kembali jalan-Nya yang lurus (ash-ashirath al-mustaqim).

Kisah mulia Ummu Waraqah mengajarkan kepada kita untuk lebih mengutamakan takwa (taqwa) daripada dosa (fujur). Potensi takwa itu haruslah terus diasah, walau kita berada di lingkungan yang tidak kondusif. Selama ini kerap kita menyalahkan lingkungan. “Dulu saya beriman sekali, tetapi karena lingkungan saya tidak baik, saya jadinya ikut-ikutan,” mungkin ada yang berkata seperti itu.

Sesungguhnya itu adalah perkataan dari mereka yang takluk pada lingkungan sekaligus tidak punya iman yang teguh. Imannya masih “angin-anginan.” Seharusnya dia tidak mempermasalahkan lingkungan eksternal, karena jika secara internal kita kuat, apa pun ujian eksternal yang datang kita dapat menjalaninya. Mengutip kata seorang motivator, motivasi internal kita haruslah lebih kuat daripada motivasi eksternal. Dengan demikian, kita akan kuat, tidak terpengaruh oleh perkataan orang lain dan isu-isu yang belum jelas kebenarannya. Kita akan kuat, sekuat imannya Ummu Waraqah. [HW]

Khusnul Khotimah
Mahasiswi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Sunan Ampel Surabaya

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Perempuan