Terapi Rumi, Terapi Hati

Mereka yang berkecimpung di dunia sufi akan kenal dengan tokoh yang satu ini. Beliau bernama asli Jalaluddin Muhammad Rumi, atau yang lebi dikenal dengan Jalaludin Muhammad Balkhi. Lahir di balkh, Samarkhan, persia Raya. Beliau adalah penyari sufi, teolog maturidi.

Sejauh ini, pemikiran rumi mengajarkan kembali bagaimana peran dan tujuan hidup manusia. Pemahaman tentang bagaimana manusia hidup bijaksana dengan segala yang ada. Pola pikir manusia sangat terbelenggu dan seringkali dibutakan oleh dunia, sehingga dia tersesat di jalannya.

Prof Nevzat memulai tulisannya dengan beberapa bagian tentang kecerdasan manusia. Manusia terlahir sempurna dengan kecerdasan yang dimiliki. Kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, kecerdasan tubuh dan kecerdasan hati. Pertama kecerdasan intelektual. Tolak ukur untuk mengetahui kecerdasan ini adalah berfikir idealis, mengedepankan strategi, berfikir di luar hati nurani dan obsesi terhadap masa mendatang. 43

Pendapatnya, dengan kecerdasan intelektual yang dimiliki, manusia bisa membangun dan menggapai mimpi. Pola pikir yang dibangun dan kerja keras akan mengantar manusia untuk meraihnya. Tak mudah mewujudkan mimpi. Ada banyak hal yang mengganggu, perlu kejelian dan selektif dalam bertindak.

Kedua, manusia mempunyai kecerdasan emosional. Mereka adalah orang yang mengedepankan perasaan dalam mengambil keputusan. Kecerdasan emosional membantu kita menghadapi tantangan dan kesulitan. Kecerdasan intelektual mengedepankan ke ranah pikiran, sementara kecerdasan emosional bertumpu pada kemampuan keaktifan bergerak.

Ketiga adalah kecerdasan tubuh. Seseorang dapat membina kedisiplinan internal sebagai buah dari kecerdasan tubuh. Orang dengan tipe seperti ini dapa mengelola waktu lebih baik, tidak mengulangi kesulitan yang pernah dialami, mewujudkan rencana dan juhga harus realistis. 46

Terakhir adalah kecerdasan hati atau lebih tepatnya kecerdasan spritual. Jenis yang paling penting dan yang berhubungan dengan kajian Rumi. Bila mampu mengelola kecerdasan hati, kita akan menyadari tanggung jawab internal dan eksternal. Dalam diri manusia, ada suara yang membisiki apa yang benar dan yang salah. Hatinya akan mengontrol agar lebih bijak dalam bertindak. Tidak hanya sekedar tahu, tapi juga bijak.

Baca Juga:  China Lebih Bersyariah? Kenapa Tidak

Ada banyak orang yang mempunyai pengetahuan yang tinggi namun mereka tidak bjak dalam mengambil keputusan. Terburu-buru, bahkan keliru demi memuaskan nafsu. Mereka yang mempunyai kecerdasan hati akan mempertimbangkan sesuatu secara sangat teliti. Tidak cukup memikirkan kepentingan pribadi, juga memikirkan efek samping yang akan menimpa orang lain dan di hadapan Allah. Itulah mengapa mereka lebih mengedepankan nilai-nilai etika. 89

Rumi menuturkan hati adalah cermin pikiran untuk melihat pantulan pikiran dalam kaca itu. Hati harus sering berdzikir dan mengasah dengan pikiran. Berdzikir adalah membersihkan lisan dan hati. Karena ada hubungan maknawi antar Allah dan hambanya.

Tugas manusia sebagai hamba, juga hadir sebagai manusia yang berkembang dengan intelektualnya. Namun sering kali kecerdasan spritual dikalahkan oleh kecerdasan intelektual sehingga terjebak pada memahaman yang keliru. hal ini dimotori oleh berbagai perihal. Contoh kecilnya karena ingin dikenal, dipuji dan dikagumi. Motifnya sederhanana, mencari perhatian orang lain.

Namun, ketidak sadaran seperti itu kadang memicu datangnya mara bahaya. Maksud hati menonjolkan potensi ,mendapat untung. Namun, adalah tindakan bodoh jika hal seperti itu sekedar untuk unjuk diri, pamer kebolehan diri. Mereka yang demikian akan berperang dengan setengah hati, tidak tulus. Jika melalukan kebaikan, lakukanlah secara-sembunyi-sembunyi. Dihadapannya, kebaikan yang baik adalah yang dilakukan secara diam-diam. Tidak banyak orang yang tahu.

Dalam hadits disebutkan bahwa,”manusia yangvpaling utama kedudukannya di sisi Allah dan yang paling dekat dengan Allah adalah orang yang berbuat baik yang menutupi kebaikannya.”

Sifat lain yang harus dihindari adalah menganggap remeh orang lain. Menganggap remeh nilai keindahan hanya akan menjauhkan diri dari kebaikan dan kebenaran. Allah “jamal” indah mencintai yang indah. Bahkan, apabila sifat jamal digabungkan dengan sifat jalal, akan muncul sifat kamal “sempurna”.

Baca Juga:  Menghadapi New Normal ala Matsnawi Ma’nawi Jalaluddin Rumi

Penulis sangat paham bagaimana pemikiran rumi. Ada banyak orang yang meneliti karya Rumi. Namun, penulis memaparkan dan mengulas karya Rumi sangat tepat. Didukung lagi rekam jejak pendidikan di bidang psikiatri dan neoropsikologi. Hal ini semakin mempermudah penulis mengerti dan tujuan dari setiap kata yang ditulis oleh Rumi. Mengagumkan.

Dengan membaca buku ini, para pembaca diajak untuk menerapi hatinya yang penuh penyakit, penuh dengan kebusukan. Hati manusia dipenuhi kegelapan hingga mata hatinya buta dan tersesat. Oleh karenanya, buku ini sangat layak dibaca semua kalangan.

Meski terjemah, buku ini ditulis sebaik mungkin oleh penerjemah. Rekam jejak penerjemah memang pernah menempuh kuliah di turki sehingga selain paham Rumi, juga sangat paham bahasa Turki. Dengan bahasa yang sederhana, membuat para pembaca mudah memahami dan akan dikejutkan dengan bahasa yang luar biasa.

Seorang penerjemah akan selalui dihantui keterbatasan bahasa yang disampaikan oleh penulis, namun penerjemah berhasil mengatasi ketakutan itu dengan menyampaikan isi dan makna dengan lugas, sehingga para pembaca akan dibuat lupa bahwa buku yang dibacanya adalah terjemah. Mengagumkan. []

Buku              : Terapi Rumi (dari Era Pengetahuan ke Era Kebijaksanaan)
Penulis          : Prof. Dr. Nevzat Tarhan
Penerbit        : Qaf
Terbitan        : Juni, 2021
ISBN              : 978-623-621989-03-4
Tebal Buku   : 314
Peresensi      : Anwari, S. Pd. I

Anwari, S.Pd.I.
Aparatur Sipil Negara

Rekomendasi

Tinggalkan Komentar

More in Pustaka