Hari Buku Dunia dirayakan pada tanggal 23 April setiap tahun. Ini juga disebut ‘Hari Buku Dunia dan Hak Cipta’. Hari Buku Dunia diselenggarakan oleh UNESCO. Hari Buku Dunia dirayakan untuk mempromosikan membaca, menerbitkan, dan hak cipta.
Pada tahun 1868, empat pria berkumpul Cambridge Square nomor 33 di Hyde Park, London. Rumah itu dimiliki oleh Armitage Dr. Thomas Rhodes, seorang dokter medis yang telah pensiun dari praktik karena penglihatannya terganggu. Tamu-tamunya hari itu semua buta, dan mereka bertemu untuk membahas bagaimana meningkatkan ketersediaan buku dengan huruf timbul untuk orang-orang Yang kehilangan penglihatan. Organisasi yang mereka dirikan dinamai Royal National Institute of Blind (RNIB), sejak itu mentranskripsi ribuan buku dan jurnal untuk orang-orang yang tidak dapat membaca buku edisi cetak standar.
Terlepas dari upaya besar ini, sebagian besar buku dan jurnal tidak tersedia dalam bentuk yang mudah bagi seseorang dengan gangguan atau kehilangan penglihatan. Lembaga amal seperti RNIB, programnya tidak dapat mengikuti jumlah buku dan jurnal yang diproduksi setiap tahun. Orang-orang harus menunggu berbulan-bulan agar buku-buku yang diinginkan tersedia. Situasi ini juga berdampak pada penyandang disabilitas lain yang tidak dapat menggunakan edisi cetak standar. Misalnya, ini mungkin ketidakmampuan untuk memegang buku dan membalik halaman.
Armitage Rhodes pada pertengahan abad 19 mewujudkan ide-ide dan pendekatan baru untuk meningkatkan kemampuan membaca bagi tunanetra. Saat ini di abad ke-21, dia pasti akan senang mengetahui bahwa revolusi dan perkembangan penerbitan digital menandai waktu ketika penyandang disabilitas dapat membaca berbagai jurnal dan buku untuk belajar maupun bersantai.
Inggris adalah bangsa pecinta buku, dengan industri penerbitan yang besar. Hampir satu dari lima buku fiksi dewasa yang dibeli tahun lalu adalah e-book. Pada bulan Maret tahun lalu sekitar 24 persen populasi dewasa mengunduh e-book. Penelitian yang dilakukan oleh Loughborough University untuk RNIB menunjukkan bahwa 99 persen judul buku fiksi orang dewasa populer diterbitkan sebagai e-book pada 2012. Banyak teks profesional dan akademik juga dirilis dalam format elektronik.
Beberapa orang menggunakan e-reader khusus untuk membaca e-book, tetapi menurut riset konsumen 2013 terhadap membaca e-book, publikasi kelompok studi industri buku, semakin banyak orang yang membaca dengan smartphone dan tablet seperti iPad dan Kindle. Banyak dari smartphone dan tablet sekarang ini dilengkapi dengan fitur aksesibilitas bawaan untuk membuatnya lebih mudah digunakan oleh para penyandang disabilitas.
E-book misalnya dapat dibaca oleh orang tunanetra menggunakan fitur di mana teks di layar diucapkan pada mereka dengan suara sintetis, atau dikirim ke perangkat yang terhubung yang menggunakan matriks pin plastik untuk membentuk huruf braille.
Fitur aksesibilitas meliputi kemampuan untuk meningkatkan ukuran teks dan gambar. Untuk orang yang membutuhkan huruf cetakan besar, ini adalah anugerah. Warnanya biasanya juga dapat diubah agar sesuai dengan kebutuhan seseorang untuk kondisi visual atau kognitif mereka. Ini dapat bermanfaat bagi seseorang dengan penglihatan rendah, atau dengan gangguan pembacaan kognitif, karena sering kali kombinasi warna yang berbeda dapat dibaca.
Pada umumnya buku adalah jendela ke kehidupan di luar keterbatasannya bagi para penyandang disabilitas. Jika Anda berpikir tentang orang-orang yang ingin membaca tetapi memiliki kesulitan gerakan dan mungkin tidak dapat dengan mudah membalik halaman kertas, bisa membalik halaman hanya dengan menyentuh layar adalah terobosan fantastis. Dan karena Anda dapat menyesuaikan cara Anda melihat teks, ebooks juga sangat membantu bagi orang-orang dengan kesulitan kognitif atau disleksia.
Buku memperluas peluang seseorang untuk memperoleh pendidikan dan sarana mempelajari keterampilan baru, serta kesenangan bagi orang yang membaca untuk hobi tentunya. Akses ke komputer secara umum saat ini sangat baik memberdayakan masyarakat dan kita mungkin harus berpikir tentang keharusan memiliki akses ke ebooks dengan kadar sama pentingnya. Tetapi saat ini pilihan ebooks yang tersedia untuk pembaca dengan disabilitas tidak seluas yang seharusnya dan kita perlu mengubahnya.
Format ebook yang paling umum, ePub 3, adalah format terbuka dan jika digunakan dengan baik dapat sangat diakses karena menyediakan teks inklusif, gambar dengan label dan tautan interaktif. Tetapi, seperti banyak hal yang berhubungan dengan aksesibilitas difabel itu tidak selalu digunakan dengan baik – seperti belum ramahnya banyak situs web, atau bahkan masih berbahayanya jalur landai ke gedung.
Ada beberapa panduan bagus yang diterbitkan oleh International Digital Publishing Forum dan penerbit perlu memahami lebih banyak tentang ini sehingga mereka benar-benar dapat memanfaatkan potensi ePub untuk inklusivitas. Untuk menambah ini, Sistem DAISY membawa tingkat aksesibilitas yang lebih besar ke ePub 3 karena menyinkronkan teks dan suara. Ini membuatnya mudah untuk membaca buku bab demi bab atau maju mundur halaman; bisa mencari teks (biasanya tidak mungkin dalam buku audio), dan beralih dengan mudah antara meninjau teks dan mendengarkan rekaman dari sebuah buku.
Masalah Penyediaan Ebook
Sikap terhadap penyediaan ebook bisa sedikit lebih bermasalah daripada teknologinya. Sebagai contoh, ketika pertama kali memasuki ruang ebook Amazon dikutuk karena mereka tidak memiliki fitur aksesibilitas seperti kemampuan TTS. Kemudian ketika TTS ditambahkan, penulis dan penerbit mengeluh bahwa hak cipta mereka dilanggar (tetapi sebagian besar mata mereka tertuju pada pasar buku audio yang menguntungkan) – Amazon membungkuk di bawah tekanan, dan TTS dihapus. Syukurlah itu kemudian diaktifkan kembali, sebagian karena tekanan dari badan amal seperti RNIB.
Format yang ada seperti ePub 3 dan DAISY membantu aksesibilitas buku bagi penyandang disabilitas dengan cukup baik. Seperti semua hal, ada ruang untuk perbaikan, tetapi kesulitan sebenarnya datang ketika penerbit atau penulis tidak menyadari potensinya untuk menyediakan aksesibilitas atau memilih untuk tidak cukup peduli untuk mengimplementasikannya secara efektif atau tidak sama sekali.
Karena semakin banyak orang yang menuntut potensi ePub 3, ebook multi-media yang lebih benar-benar akan tersedia – menunjukkan lebih banyak potensi ePub yang ditawarkan daripada tautan dan gambar sederhana yang tertanam.
Di dunia akademik iBooks saat ini merupakan format yang disukai, terutama di AS tempat penggunaan iPad lebih umum.
Dari data yang dikumpulkan oleh IKAPI (Ikatan Penerbit Indonesia). Dalam publikasi berjudul “Industri Penerbitan Buku Indonesia: Dalam Data dan Fakta” (2015), terungkap bahwa penjualan e-book di Indonesia baru mencapai 2 persen dari total transaksi di pasar buku lokal.
Di sisi lain, pasar untuk e-book di Indonesia sebenarnya sudah mulai menggeliat. Hal ini nampak dari kemunculan toko buku-toko buku berformat digital seperti Qbaca, Bookmate Indonesia, Wayang Force, Scoop, Aksara Maya, dan Buqu.
Beberapa penerbit di Indonesia pun telah merintis pembentukan toko buku digital mereka, seperti Gramediana (milik penerbit Gramedia), Lumoz (Mizan), UI Press, eRosda (Rosdakarya), IPB Press, Unair Press, dan Penerbit UI. IKAPI mencatat bahwa sekitar 20 persen penerbit di Indonesia sudah beralih ke format e-book.
Banyaknya penerbit yang masuk ke ranah digital tak serta-merta membuat jumlah e-book yang masuk ke pasar buku bertambah. Dari 20 persen penerbit yang masuk format e-book, tercatat baru 5 persen yang sudah menyediakan versi e-book dari judul-judul buku yang diterbitkannya.
Penerbit-penerbit tersebut masih memprioritaskan penjualan buku-buku fisik. Di sisi lain, permintaan dari konsumen buku pun masih minim. Alhasil, masih menurut IKAPI, penjualan e-book di Indonesia baru menyentuh angka 2 persen dari keseluruhan penjualan buku.
Meski mungkin permintaan akan ebook meningkat pada masa pandemi covid-19 dan meluasnya seruan untuk melawan book piracy, masih perlu diteliti apakah penjualan ebook juga mengalami peningkatan ataukah konsumen ebook harus terus menoleh pada buku illegal karena pilihan ebook resmi sangat terbatas.
Hari Buku Sedunia adalah perayaan tentang kepenulisan dan hak cipta, namun lebih penting lagi adalah perayaan untuk membaca. Bagi semua orang, dalam segala kondisi.
Nah para penulis dan penerbit yang budiman, sudahkah anda menyediakan aksesibilitas bagi karya anda agar mudah diakses oleh semua? [HW]