Perempuan, salah satu siklus biologis yang dialaminya adalah menstruasi (haid); masa-masa rutin mengeluarkan darah dari tubuhnya dalam waktu 7-10 hari dan bisa lebih. Dalam Alquran, perempuan yang sedang menstruasi digambarkan sebagai seorang yang sakit. Saking sakitnya, banyak perempuan yang pada hari-hari pertama mengeluarkan darah sama sekali tidak bisa melakukan aktivitas. Oleh karenanya, banyak larangan atau hal yang tidak dianjurkan untuk dilakukan selama masa-masa tersebut.

Larangan bagi perempuan haid mencakup berbagai lini persoalan. Dalam hukum Islam misalnya seperti ibadah salat, puasa, tawaf, membaca Alquran (bagi sebagian ulama’ yang tidak memperbolehkan), berhubungan seksual, dicerai oleh suami, dll.

Akan tetapi, menstruasi sebenarnya tidak hanya sekedar hitung-hitungan hari berapa lama minimal dan maksimal. Menstruasi juga bukan hanya tentang jenis darah qawiy (kuat) dan dhaif (lemah) yang menjadikannya semakin terpetak-petak. Menstruasi bukan hanya tentang stigma ‘kurang agama’ yang berkali-kali disematkan.

Menstruasi adalah suatu fase siklus biologi yang termasuk dalam kategori kondisi yang tidak sehat atau sakit. Hal ini secara jelas ditegaskan dalam Alquran surah Al-Baqarah ayat 222. Lalu, bagaimana bisa dari kondisi sakit ini kemudian perempuan digolongkan termasuk orang yang kurang agamanya? Apakah karena mereka diperintah meninggalkan salat?

Menstruasi adalah hal yang ditetapkan Allah untuk perempuan, dan  larangan salat juga bagian dari titah-Nya. Eksistensi larangan ini sesungguhnya adalah bukti kasih sayang Allah terhadap kaum perempuan. Bagaimana bisa? Ya, karena Allah tau mereka sedang sakit. Dari sakit yang dirasakan perempuan ini justru menyebabkan berkurangnya dosa darinya.

Dalam kesehatan, perempuan haid dianjurkan untuk tidak minum es, mengangkat beban berat, minum minuman bersoda, bahkan keramas, yang kesemuanya bisa berdampak buruk untuk kesehatan perempuan haid.

Baca Juga:  Ngaji Virtual, Tingkatkan Spiritual atau Sekedar Aktual

Tidak diperbolehkannya salat dan ibadah lainnya bagi perempuan menstruasi sebenarnya bukan sebuah alasan merasa jauh dari Tuhan. Sebab adanya Tuhan tidak ditentukan dengan pelaksanaan ibadah ritual semata. Tentunya, Tuhan selalu ada di mana-mana, tak sekedar bisa dijenguk ketika bersimpuh saja.

Ladang kebaikan terlampau sempit jika ditempuh dengan satu ibadah ritual saja seperti salat. Jalan menuju Allah terlampau lebar dan hampir tak terhitung berapa banyak terobosan menuju sana. Jika saja kita mampu memaknai shalat secara etimologi yang memiliki arti doa, maka sesungguhnya perempuan menstruasi bisa-bisa saja melakukannya. Berdoa, bershalawat, berdzikir, dan juga ibadah-ibadah ritual yang lain terlampau luas untuk dijadikan jalan pintas.

Perempuan menstruasi, dengan segenap larangan yang tertuju padanya, kesemuanya ditujukan untuk kemaslahatannya. Baik secara kesehatan, psikis, dan ketentraman jiwanya. Karena spiritualitas tak selalu datang dari ritualitas semata.

Maka, tak ada alasan tidak bisa memburu malam Lailatul Qadar hanya karena perempuan tersebut menstruasi. Karena banyak solusi alternatif yang ditawarkan dalam Islam untuk sama-sama beribadah di malam mulia yang hanya terjadi satu kali dalam satu tahun. [HW]

Muhim Nailul Ulya
Pelajar S3 Institut Ilmu Al-Qur'an Jakarta, dosen STAI Khozinatul Ulum Blora

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Perempuan