Kisah

Siapakah Ulama Nusantara yang mengenalkan bahasa Jawa di Masjidil Haram?

Salah satu ulama yang sangat mengharumkan  nama  nusantara akan keilmuanya adalah Syekh Mahfuz al-Tarmasi.

Memiliki nama lengkap Muhammad Mahfuz bin al Allamah al faqih Abdullah bin al Allamah Abdul Manan al-Tarmasi. Lahir pada tanggal 12 Jumadal Ula tahun 1285 H, bertepatan dengan hari Senin, 31 Agustus 1868 M. Beliau lahir di Desa Tremas, Pacitan. Dahulu wilayah tersebut masih termasuk Karasidenan Solo, Jawa Tengah, namun sekarang masuk wilayah Kecamatan Arjosari, Kabupaten Pacitan, Provinsi Jawa Timur.

Syekh Mahfuz kecil lahir dari lingkungan yang kental dengan nuansa keilmuan Islam dan juga memiliki nasab yang berdarah ulama dari sang ayah. Beliau mulai belajar ilmu agama dan juga menghafalkan al-Qur’an kepada para kiai yang ada di desanya, kemudian pada umur enam tahun, beliau menyusul ayahnya yaitu Syekh Abdullah bin Syekh Abdul Mannan al-Tarmasi ke Makkah al-Mukarramah untuk memperdalam ilmu agama kepada sang ayah dan juga kepada para ulama yang ada di Makkah kala itu.

Dalam perjalananya menimba ilmu di sana, beliau sempat kembali ke Nusantara untuk menemani sang ayah, kemudian beliau kembali meneruskan petualanganya dalam mencari ilmu ke Kota Semarang, Jawa Tengah. Menetap disana dan bermulazamah kepada Syekh Umar al-Semarangi (Mbah Sholeh Darat) di pondoknya. Begitulah mutiara, dimanapun pasti akan mahal harganya. Ketika di sana, beliau tidak kalah rajin dalam mengaji sehingga banyak mengkhatamkan kitab dari berbagai fan keilmuan kepada sang guru.

Setelah beliau berguru dengan Syeikh Umar al-Semarangi, beliau kembali lagi ke Tanah Haram untuk melanjutkan perjalanan dalam mengarungi khazanah keilmuan Islam di sana.

Seperti yang disampaikan oleh salah satu cucu beliau, KH. Lukman al Hakim Attarmasi (Katib PBNU dan Pengasuh pondok pesantren Termas Pacitan) bercerita tentang beberapa guru Syekh Mahfuz saat beliau bermulazamah, di antaranya adalah; Syekh Abu Bakar Syato al-Makki. Beliau adalah salah seorang guru yang paling berpengaruh dalam keilmuan Syekh Mahfuz. Syekh Mahfuz banyak sekali mengaji ragam kitab kepada beliau. Tidak hanya itu, Syekh Mahfuz juga banyak mendapatkan riwayat hadits dari sang guru.

Baca Juga:  Hilangnya Jejak Sejarah Muslim China di Jawa (Seri ke-8)

Sedangkan dalam ilmu hadist secara riwayah maupun dirayah, Syekh Mahfuz banyak belajar dari guru beliau yakni al-Muhaddits Syekh Husein bin Muhammad al Habsyi al Makki.

Syekh Mahfuz juga banyak mengkhatamkan berbagai kitab hadist kepada Syekh Muhammad Said Babashil, dan mengkhatamkan ilmu Qiro’at arba’at asyar (Qira’at empat belas) kepada Syekh Muhammad as Syirbini Addimyati.

Syekh Mahfuz muda seperti umumnya anak muda lainnya yang memiliki semangat tinggi. Beliau mencurahkan semangatnya tersebut untuk mendalami berbagai disiplin ilmu agama, sehingga banyak guru yang sangat mencintainya.

 

Sebab kedalaman ilmunya tersebut, beliau diizinkan untuk mengajar di Masjidil Haram tepatnya di Bab as Shafa. Tidak hanya berhenti di sana, Syekh Mahfuz juga membuka majlis di rumahnya yang mana selalu ramai oleh para santri dan tamu yang datang dari berbagai belahan dunia untuk belajar dan bertabarruk kepadanya.

Banyak ulama nusantara yang lahir dari didikan sang ulama legendaris ini diantaranya: KH.Hasyim Asyari al-Jombangi (pendiri jam’iyyah Nahdatul Ulama), KH. Muhammad Dimyati al-Tarmasi (saudara laki-laki), KH. Kholil al-Lasemi, KH. Dalhar al Magelangi, KH. Muhammad Faqih bin Abdul Jabbar Maskumambang, KH. Baidhowi al-Lasemi, KH. Abdul Muhaimin al-Lasemi, KH. Abdul Wahab Hasbullah (Tambakberas Jombang), KH. Bisri Syansuri (Denanyar Jombang), KH. Shaleh (Tayu Pati), KHR. Asnawi (Kudus), KH.Dahlan (Kudus), dan lain-lain.

Dalam riwayat sejarahnya, Syekh Yasin al Fadani sebagai muridnya menuliskan bahwasanya Syekh Mahfuz al-Tarmasi mengajar para santrinya di Masjidil Haram dengan menggunakan bahasa Arab fushah dan terkadang juga menyelinginya dengan bahasa Jawa. Disamping untuk lebih memudahkan para santrinya yang berasal dari Jawa dalam memahami isi pengajian yang disampaikan, juga untuk mengenalkanya bahasa Jawa kepada para santrinya yang berasal dari berbagai belahan dunia.

Juga seperti yang telah diceritakan oleh cucu beliau KH. Lukman al Hakim al-Tarmasi, bahwasanya telah menjadi rutinan masyarakat Indonesia ketika musim haji dan umroh ataupun yang berdomisili di Makkah untuk bertabaruk dan menyantri kepada para ulama Indonesia yang mengajar di Masjidil Haram, salah satunya kepada Syekh Mahfuz al-Tarmasi. Kemudian, apabila para santrinya dari Indonesia sudah khatam mengaji dengan beliau, Syekh Mahfuz selalu selalu menganjurkan mereka untuk meneruskan belajar kepada adiknya Yaitu KH. Muhammad Dimyati al-Tarmasi di Pondok pesantren Tremas, Pacitan ketika sepulangnya sang santri di Indonesia.

Baca Juga:  Menjadi Muslim yang Jawani

Gajah meninggalkan gading, dan begitu juga dengan manusia baik ia akan meninggalkan karya dan kebaikanya. Syekh Mahfuz merupakan ulama yang sangat produktif dalam mengarang, tidak jarang dari karya Syekh Mahfuz dalam beberapa fan keilmuan yang tersebar dan diajarkan diseluruh dunia. Konon beliau meninggalkan 43 karya dan yang telah terbit sampai sekarang berjumlah 20 karya. Beliau diakui oleh dunia akan kedalaman keilmuanya. Semua itu karena keikhlasanya dalam mencari dan menyebarkan ilmu semata hanya untuk menggapai ridha Allah SWT sehingga Allah menjaga banyak karyanya.

  1. Al-Siqayatul Mardhiyah fi Asamil Kutubil Fiqhiyah li Ashabinas Syafi’iyah,
  2. Muhibah zil Fadhli `ala Syarh al-’Allamah Ibnu Hajar Muqaddimah Ba Fadhal, Kitab fiqh empat jilid ini merupakan syarah atau komentar atas karya Abdullah Ba Fadhl ”Al-Muqaddimah Al-Hadhramiyyah”. Kitab ini boleh dibilang jarang diajarkan di pesantren, lebih banyak digunakan oleh kiai senior sebagai rujukan dan sering dikutip sebagai salah satu sumber yang otoritatif dalam penyusunan fatwa oleh para ulama di Jawa. Kitab ini terdiri dari empat jilid.
  3. Kifayatul Mustafid lima ala minal Asanid, diselesaikan pada hari Selasa, 19 Safar 1320 H. Kandungannya membicarakan pelbagai sanad keilmuan Syekh Muhammad Mahfuz bin Abdullah at-Tarmasi/at-Tirmisi. Kitab ini ditashhih dan ditahqiq oleh Syekh Muhammad Yasin bin Isa al-Fadani al-Makki.
  1. Manhaj Zawin Nazhar fi Syarhi Manzhumati `Ilmil Atsar, diselesaikan pada tahun 1329 H/1911 M. Kandungannya membicarakan Ilmu Mushthalah Hadits merupakan Syarh Manzhumah `Ilmil Atsar karangan Imam Jalaluddin al-Suyuthi. Kitab ini merupakan bukti bahwa ulama nusantara mampu menulis ilmu hadis yang demikian tinggi nilainya. Kitab ini menjadi rujukan para ulama di belahan dunia terutama ulama-ulama hadits.
  2. Dua kitabnya di bidang ushul adalah ”Nailul Ma’mul”, syarah atas karya Imam Zakariyya Anshari ”Lubb Al-Ushul” dan syarahnya ”Ghayat al-wushul”,
  3. ”Is’af al Muthali”, syarah atas berbagai versi karya Assubki ”Jam’ al-Jawami’.
  4. ”Takmilat al-Minhaj al-Qawim”, berupa catatan tambahan atas karya Ibn Hajar al-Haitami “Al-Minhaj al-Qawim”.
  5. Al-Khil’atul Fikriyah fi Syarhil Minhatil Khairiyah, Kandungannya juga membicarakan hadits merupakan Syarh Hadits Arba’in.
  6. Al- Badrul Munir fi Qira-ati Ibni Katsir.
  7. Tanwirus Shadr fi Qira-ati Ibni Amr
  8. Insyirahul Fawaid fi Qira-ati Hamzah
  9. Ta’mimul Manafi’ fi Qira-ati Nafi’.
  10. Al-Fuad fi Qiraat al Imam Hamzah
  11. Tamim al Manafi fi Qiraat al-Imam Nafi’
  12. Aniyah ath Thalabah bi Syarah Nadzam ath Tayyibah fi Qiraat al Asy’ariyah
  13. As-Saqayah al-Mardhiyyah fi Asma’i Kutub Ashhabina al- Syafiiyah, kajian atas karya-karya fiqih mazhab Syafi’i dan riwayat para pengarangnya.
  14. Al-Fawaidut Tarmasiyah fi Asamil Qira-ati `Asyariyah, Syekh Yasin Padang menyebut bahwa kitab ini pernah diterbitkan oleh Mathba’ah al-Majidiyah, Mekah, tahun 1330 H.
  15. Is’aful Mathali’ Syarhul Badril Lami’
  16. Al-Minhah al-Khairiyya
  17. Tsulasiyat al-Bukhori
Baca Juga:  Tradisi Malam 1 Suro Masyarakat Jawa

Syeikh Mahfuz wafat sore hari menjelang adzan maghrib hari ahad tanggal 1 bulan Rajab, 1338 H, bertepatan dengan tanggal 21 Maret 1920 M. Beliau dimakamkan di pemakaman keluarga Syato sebagai kehormatan dari keluarga sang guru yang paling berpengaruh dalam keilmuannya, tepatnya di pemakaman Jannatul Ma’lla dekat dengan maqam Sayyidah Khadijah al Kubro, Makkah al Mukarramah.

Ade Rizal
Mahasiswa Fakultas Ushuluddin al Azhar Kairo Mesir, Pondok Modern Gontor, Tabarukan di Lirboyo,Pondok Kwagean Kediri, Pondok Hamalatul Qur'an Jombang

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Kisah