Opini

Sekali Lagi Saya Menolak Puisi “Paskah”

southportevents

Saya masih inget waktu jadi delegasi bahsul Masail di Pasuruan, FMPP (Forum Musyawarah Pondok Pesantren) Jawa Madura, sekitar tahun 2006, تلفظ بألفاظ مخصوصة للكفار, memverbalkam kata-kata atau kalimat yang khas non-muslim itu tidak ada ulama yang memperbolehkan.

Ada keterangan yang memperbolehkan tapi untuk tujuan “للحكاية”, pengisahan, seperti aktor muslim memerankan peran non muslim harus mengucapkan ucapan-ucapan khas non muslim, misalnya “darah Yesus bercucuran ditiang salib”, atau “Aku memohon kepada tuhan bapak”. للحكاية itu seperti dalam pementasan drama, atau yang banyak terjadi dalam film. Ulama memperbolehkan karena للعبرة, supaya orang bisa memetik hikmah dan maknanya dari kisah utuh yang disajikan.

Kitab yang membahas kasus ini hanya di kitab fikih kontemporer, yang dalam banyak pertanyaan bahsul masail pada umumnya kitab ini tidak diterima dan tidak pernah dipakai. Saya masih ingat, baru saat membahas tema ini ibarot atau teks kitab Ahmad Sarbashi ada yang mau nyimak. Kenapa hanya ada di kitab kontemporer karena jelas التلفظ بكلمة الكفر كفر, mengucapkan kalimat kekufuran (tanpa meyakini sekalipun) adalah kufur, tengok saja Sulam taufiq atau Isad Rafi.

Karena saking langkanya ulama berbicara dalam kasus begini akhirnya keterangan Doktor Ahmad Sarbasi itu digunakan. Saya hampir tiap hari ketemu kitab beliau, يسألونك فى الدين والحياة, tanya jawab fikih kontemporer sekitar 10 jilid, sewaktu masih di kompleks HM Lirboyo, sebelum pindah ke induk.

Mungkin Anda punya seribu argumen untuk membela puisi itu, tapi dari yang saya baca jelas batas demarkasi yang boleh dan tak boleh dalam masalah ini, mana dalam batas toleransi yang diperbolehkan dan mana yang tidak.

Mungkin ada perbedaan jika puisi itu dibacakan oleh saudara kita Kristiani sendiri. Jangan sampai hanya karena beliau sudah baca Ihya kita pasrah bongkoan kehilangan akal sehat sampai tidak mampu menolak sesuatu yang jelas keliru.

Baca Juga:  Puisi Paskah Ulil Abshar Abdalla Ra Lilur hingga Syair al-Maarri yang Dinilai Ateis

Saya pernah ikut hadir dalam peringatan paskah di Gereja, tapi tidak sampai menarasikan keyakinan mereka untuk tujuan toleransi. Karena menurut saya itu sudah keluar batas. Kebelinger. Kalau kata teman saya “kasihan Ihyanya”, karena sepertinya beliau belum beranjak dari Islam Liberalnya. Liberal itu apa? منخرق للاجماع, menerabas atau meretas batas ijma. Contoh kongkritnya puisi Paskah itu.

Seperti kasus Gus Muwafiq sepertinya saya akan sedikit menghangatkan suasana dengan sebagian kawan-kawan muda NU. Tapi semoga saja tidak. Terima kasih.

Ahmad Tsauri
Dosen IAIN Pekalongan, Alumnus UIN Sunan Kalijaga, dan Pondok Pesantren Lirboyo Kediri.

Rekomendasi

Tinggalkan Komentar

More in Opini