Santri

Santri; The Agent Of Love, Life and Learn

@Okyarisandi

Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah yang senantiasa berinteraksi, bersosialisasi dan memiliki ketergantungan satu sama lain. Itu sebabnya mengapa manusia disebut dengan makhluk sosial. Dalam berinteraksi, berbagai problema selalu didapatkan dan tidak bisa dihindarkan, mulai dari konflik terkecil dalam lingkungan keluarga, bahkan konflik berbangsa dan bernegara. Tidak heran beragam cara dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan golongan semata untuk memuaskan nafsu yang dimiliki, bukan alasan untuk membangun peradaban manusia.

Peradaban manusia dibentuk dari kualitas kehidupan manusia itu sendiri, yakni; (1) sumber daya manusia yang berkualitas ditandai dengan beragam kecerdasan yang identik dengan kecerdasan spiritual, emosional dan intelektual, (2) pemanfaatan ilmu dan teknologi seiring perkembangan zaman di abad 21, (3) pelestarian budaya berbangsa dan bernegara. Ketiga aspek ini sangat penting dalam pembangunan peradaban manusia.

Terkait hal itu, B.J Habibie mengatakan bahwa tidak ada perbedaan antar manusia tentang pembagian waktu, ia berasal dari lingkungan intelek ataupun tidak, wanita ataupun pria, seluruhnya diberikan waktu 24 jam kadarnya. Sehingga manusia memiliki perbedaan yang mendasar dalam pemanfaatan waktu. Ia menerangkan bahwa ada sinergi positif yang ada dalam diri manusia, dua elemen positif itu adalah “elemen budaya dan agama”.[1]

Melalui ungkapan diatas, menerangkan bahwa keberadaan manusia merupakan salah satu agen perubahan dalam kehidupan di dunia, begitu pula dengan santri. Santri selaku agent of change dan social control, diharapkan mampu mengambil peran besar untuk mempertahankan karakter bangsa dan idelogi Indonesia.

Pembentukan karakter santri selaku agent of change dan social control perlu dilakukan dengan menanamkan nilai-nilai kejujuran, kepedulian sosial, sikap taat peraturan, saling asih, asah, asuh, sikap nasionalisme dan toleransi. Pembentukan karakter santri juga perlu dilakukan melalui berbagai cara yaitu dengan keteladanan, latihan dan pembiasaan, mendidik melalui ibrah (mengambil pelajaran), mendidik melalui nasehat, mendidik melalui disiplin dan mendidik melalui targhib wa tarhib (bujukan dan ancaman).

Pesantren sebagai tempat terindah para santri, penting untuk memberikan penanaman nilai-nilai demokrasi kepada santrinya. Pesantren hendaknya juga bisa terbuka dengan kritikan membangun demi kemajuan pesantren. Para Guru, para pembina santri hendaknya mengembangkan metode pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan santri untuk lebih aktif dalam proses pembelajaran, dan memberikan arahan mengenai nilai-nilai budaya demokrasi yang perlu dikembangkan di pesantren.

Baca Juga:  Agresi Militer Belanda I: Upaya Penghancuran Kaum Santri

Pesantren hendaknya juga membekali para santrinya dengan berbagai disiplin ilmu sehingga mampu menciptakan santri sebagai generasi yang handal, sebagai agen perubahan moral bangsa, juga supaya santri tidak tercabut dari realitas sosial dalam menghadapi perkembangan zaman di abad 21 ini. Santri hendaknya mampu menjadi pribadi yang mandiri, tangguh, pantang mengeluh, pantang sia-sia, pantang menjadi beban, pantang berkhianat, disiplin, dan tanggung jawab yang sudah didapat dari pesantren, sehingga ketika berada di masyarakat dapat menjadi dan dijadikan tauladan.

Orang tua santri hendaknya selalu mendukung program-program pesantren dalam rangka membina anaknya menjadi santri yang memiliki akhlakul karimah yang bermanfaat untuk orang tua, masyarakat dan bangsa. Masyarakat hendaknya juga selalu memberikan dukungan moril dan spiritual, saran, serta kritikan membangun terhadap program-program pembinaan yang dilakukan pesantren dalam usaha mencetak santri yang memiliki karakter kewarganegaraan.

Menelisik perjalanan santri, terdapat banyak pembelajaran terkait pembangunan peradaban manusia melalui cinta, kehidupan, dan pembelajaran sepanjang hayat. Dimana sepanjang perjalanan kehidupan santri ketika di pesantren, para santri dibina dan di bimbing untuk saling mencintai, dengan bukti mempererat ukhuwah antar sesama. Para santri dibina dan di bimbing untuk selalu belajar dan gemar belajar, baik belajar terkait ilmu maupun kehidupan. Esensinya para santri ketika berada di pesantren, tidak hanya mempelajari ilmu agama dan umum saja, melainkan juga ilmu tentang kehidupan.

Santri sebagai pribadi yang taat, hal ini tercermin dari pribadi para santri yang selalu melaksanakan shalat lima waktu dan tepat waktu. Perintah sholat merupakan satu perintah yang wajib dilakukan oleh umat Muslim yang dikerjakan sebanyak 5x sehari semalam. Terkait hal itu, perlu kajian khusus dan relevansi terhadap kewajiban sholat dan membangun peradaban bangsa melalui tiga sisi yang berbeda yaitu love, life, learn.

Ketika adzan dikumandangkan, secara sadar naluri setiap Muslim termasuk juga santri akan berniat melakukan perintah sholat sesegera mungkin. Mustahil bagi seorang Muslim terutama santri yang memiliki iman akan memperlambat waktu untuk mengerjakan sholat. Pada saat itu, bisikan iman dan cinta pada Sang Maha Pencipta untuk melakukan suatu ibadah dalam rangka pertemuan jiwa bersama Sang Khalik. Hal itu adalah wujud nyata totalitas seorang hamba untuk mengerjakan ibadah sholat.

Baca Juga:  Agama, Nalar, dan Televisi Hari Ini

Dalam proses mengerjakan sholat, terdapat pembelajaran kehidupan yakni ketika memulai sholat berjama’ah, setiap manusia terutama santri dalam setiap barisan akan meluruskan dan merapatkan shaf sebagai usaha untuk penyempurnaan ibadah sholat yang dilakukan. Semua  makmum megikuti instruksi imam sebagai bentuk taat pada pemimpin.

Selain itu, ketika melakukan salam maka akan menoleh ke kanan dan ke kiri seiring mengucapkan “Assalamu’alaikum warahmatullahi wa barakaatuh”. Hal itu menandakan bahwa saling mendoakan orang yang melakukan sholat bersama kita pada posisi sebelah kiri dan kanan. Islam mengajarkan manusia termasuk jua di dalamnya santri untuk teratur dalam melakukan setiap kewajiban yang Allah perintahkan, segala tata cara telah tertuang dalam Al-Qur’an dan Hadis Nabi.

Analogi dalam membangun peradaban bangsa dapat diadopsi dari proses menjalankan perintah sholat. Manusia termasuk jua di dalamnya santri akan  melakukan kebaikan dan kebermanfaatan untuk umat, keluarga, bangsa ataupun negara jika ia memiliki rasa cinta pada sesamanya. Mustahil seseorang yang memiliki rasa benci dapat membangun peradaban bangsa yang baik jika tidak dimulai mengerjakan kebaikan dari dirinya sendiri. Sewajarnya, ia akan menyemai benih kebaikan karena rasa cinta terhadap panggilan Tuhannya untuk senantiasa melakukan ibadah. Membangun peradaban juga dimulai dari lingkup terkecil yakni keluarga hingga memiliki sistem ataupun aturan yang akan membentuk suatu negara yang besar dan beradab.

Tidak cukup karena fitrah untuk berbuat baik, manusia termasuk jua di dalamnya santri perlu melakukan dan membangun peradaban secara jama’i atau bersama. Karena hal yang dilakukan bersama terutama merealisasikan kebaikan akan lebih mudah dan cepat untuk dicapai. Konstruk pemimpin yang baik akan mencerminkan rakyat yang baik. Karena pemimpin merupakan sosok yang akan ditaati oleh rakyatnya. Begitupun dalam merealisasikan pembangunan peradaban manusia, perlu adanya simbiosis mutualisme antara peimimpin dan rakyatnya, hal ini dapat dicerminkan melalui konstruk life dalam kehidupan berbangsa.

Baca Juga:  Wiridan Kitab

Membangun peradaban perlu pembelajaran bernilai tinggi. Bagaimana membentuk manusia termasuk santri agar kualitas jiwa dan raganya seimbang untuk terwujudnya sumber daya manusia yang berdaya saing. Konsep saling memberikan hikmah menjadi bahan atau proses pembelajaran yang dibutuhkan. Mustahil bagi manusia tidak melakukan kesalahan dalam setiap jenjang kehidupannya. Ia akan ditempa oleh berbagai masalah, kesedihan, kehilangan, kematian dsb untuk membuktikan kemurnian keimanan pada Sang Maha Pencipta.

Beberapa analogi antara kewajiban mendirikan sholat dan membangun peradaban sangatlah relevan. Berbagai pelajaran yang senada dapat menjadi hikmah saat mendirikan sholat yang merupakan kewajiban umat Muslim termasuk jua santri, dan membangun peradaban bangsa bisa terealiasikan dengan baik bahkan mendekati sempurna, maka tidak mustahil bahwa peradaban umat terhadap kecerdasan inetektual, spiritual dan emosional akan seimbang membentuk sumber daya manusia sebagai alat vital dalam memajukan peradaban dunia.

Santri merupakan agen dalam membangun peradaban bangsa. Ia melakukan kebaikan dan mewujudkan love, life, learn secara seimbang sebagai bukti kualitas sumber daya manusia yang memiliki daya saing tinggi dan menjadikan Nabi Muhammad sebagai teladan utama dalam menjalani kesempatan yang diberikan Allah untuk hidup dan mengumpulkan pundi amal. Untuk itu, perlunya latihan dan pembelajaran secara berkelanjutan agar santri bisa memetik dan menebar manfaat untuk sesama.

Oleh karena itu, dengan adanya momen Hari Santri, sepatutnya kita selaku santri dapat merefleksikan setiap kegiatan ini untuk selalu menebar kebermanfaatan bagi umat, terutama untuk membangun peradaban bangsa.

[1] BJ Habibie, Pesan Penting Untuk Para Pelajar, Dikutip dari Youtube pada 27 Oktober 2019 pukul 20.00.

Janniarni Toha Safutri
Janniarni lahir di Kijang, Kepulauan Riau, 31 januari 1997. Saat ini janniarni sedang menempuh pendidikan di jurusan Pendidikan Bahasa Arab di Pascasarjana UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.

Rekomendasi

Tinggalkan Komentar

More in Santri