Kebahagiaan datangnya bukan dari orang lain, tetapi melainkan datang dari diri sendiri. Mengapa?, karena kebahagiaan ditentukan oleh pola pikir diri sendiri. Setiap hari manusia menghadapi 60.000 pikiran. Satu-satunya yang dibutuhkan adalah pengarahan. Jika arah yang ditentukan bersifat negatif, maka sekitar 60.000 pikiran akan keluar dari memori ke arah yang negatif. Sebaliknya, jika pengarahan positif, maka sejumlah pikiran yang sama akan keluar dari ruang memori ke arah yang positif.

Menurut Prof. Ali Aziz, Guru Besar UIN Sunan Ampel Surabaya, Salat bahagia adalah salat yang dilakukan dengan penghayatan bisa menguatkan keimanan dan sikap tawakal. Dengan keimanan dan tawakal, seseorang bisa mengarahkan 60.000 pikiran untuk bersikap optimis, pantang menyerah, bahkan menikmati tantangan yang dihadapi. Dengan keimanan dan tawakal itu pula, seseorang bisa membuang “emosi negatif” yaitu beban masalah yang memberatkan jiwanya. Emosi negatif itu menjadi hilang karena dengan penyerahan diri yang sepenuh hati kepada Allah SWT, berarti ia yakin bahwa semua masalahnya telah diambil alih oleh Allah SWT.

Salat harus dikerjakan dengan tumakninah (thuma’ninah) yaitu tenang, sabar, dan tidak tergesa-gesa. Rukuk, bangkit dari rukuk, sujud dan seterusnya harus dikerjakan dengan perlahan-lahan. Tidaklah sah salat yang tidak tumakninah. Sikap tumakninah menyelamatkan manusia dari dari penyakit hurry sickness, serba terburu-buru, serba ingin instan, serba tidak sabar yang semuanya menjadi sumber kegelisahan dan konflik.

Salat sebagai ekspresi syukur juga membentuk pribadi qanaah (menerima yang ada). Pesalat khusyuk merasa sangat senang dengan karunia Allah yang telah diterima, puas dengan apa yang ada, dan tidak mengangan-angan, apalagi menghitung-hitung apa yang belum ditangannya. Orang bijak pernah berkata bahwa “Kebahagiaan tidak diraih dengan jerih payah, tapi dengan mengurangi keinginan”. Jika kita telah berhasil melaksanakan salat bahagia dengan cara menanamkan (tawakal, tumakninah, dan qanaah), maka yang berbahagia bukanlah kita saja, tetapi juga dapat membahagiakan orang lain. Tutur katanya menjadi enak didengar, sikapnya santun, merendah, dan menghargai semua orang tanpa melihat latar belakang masing-masing dan lebih suka memberi daripada menerima. Bandingkan dengan wajah dan tutur kata orang yang rakus, pemarah, kikir, dan serba gugup. Wajahnya kusut dan terlihat penuh beban. Sudah pasti ia orang tidak bahagia.

Baca Juga:  Gus Baha: Berkontribusi Tidak Harus Menyelesaikan Masalah

Semua ibadah mencerminkan sebagai semangat kesehatan. Islam mengatur pola hidup sehat dalam semua aspek kehidupan. Wudu penuh dengan ajaran tentang hidup sehat. Tangan dan kuku menjadi bersih. Tidak sedikit penyakit yang ditimbulkan melalui tangan yang tidak bersih. Mulut, gigi, hidung juga bersih serta tidak berbau. Menurut Muhamad Salim, peneliti dari Universitas Iskandariyah, orang sakit dari mereka yang tidak berwudu dan tidak salat lebih tinggi tingkat persentasenya daripada mereka yang secara teratur melakukan wudu dan salat. Semua gerakan salat adalah gerakan untuk kesehatan. Bahkan, salat tidak hanya menjaga kesehatan, tetapi juga mengembalikan hidup sehat berbagai penyakit.

Menurut Dr. Alexis Carel, pemenang hadiah Nobel di bidang kedokteran dan direktur riset pada Rockefeller Foundation Amerika mengatakan, “Sebagai dokter saya melihat banyak pasien yang gagal disembuhkan secara medis, tetapi tiba-tiba penyakit itu hilang setelah mereka melakukan salat. Salat bagaikan Tambang Radium yang menyalurkan sinar dan melahirkan kekuatan diri. Banyak pasien saya yang memiliki penyakit Tubercolosis, radang tulang, luka membusuk dan sebagainya sembuh dengan salat”.

Rukuk yang dilakukan dengan tenang dan maksimal, dapat merawat kelenturan tulang belakang yang berisi sumsum tulang belakang (sebagai syaraf sentral manusia) beserta aliran darahnya. Rukuk juga dapat memelihara kelenturan sistem keringat yang terdapat di punggung, pinggang, paha, dan betis belakang. Demikian pula tulang leher, tengkuk, dan saluran syaraf memori dapat terjaga kelenturannya. Posisi rukuk menempatkan jantung berada dalam satu garis horizontal dengan pembuluh darah tulang (besar), sebagai ganti dari letak asalnya yaitu dalam posisi lebih tinggi dari pembuluh darah tulang tersebut. Posisi ini memudahkan aliran darah untuk kembali ke jantung karena pengaruh aktivitas penarikan oleh urat-urat jantung. Oleh sebab itu, jantung dapat leluasa menarik darah tanpa rintangan gaya gravitasi bumi. Akhirnya, darah yang berasal dari bagian-bagian tubuh yang banyak mengandung sisa metabolisme setelah melewati jantung akan dibuang lewat paru. Sisa metabolisme lainnya dibuang lewat ginjal.

Baca Juga:  Inilah Harta Karun Berharga

Saat bangkit dari rukuk (Iktidal) dengan mengangkat tangan, darah dari kepala turun ke bawah dan bagian pangkal otak yang mengatur keseimbangan berkurang tekanan darahnya. Hal ini dapat menjaga syaraf keseimbangan tubuh dan berguna mencegah kelainan keseimbangan tubuh dan berguna mencegah kelainan keseimbangan, misalnya vertigo. Iktidal membantu menarik nafas yang dalam dan mengeluarkannya dari arah yang berlawanan dengan kuat. Posisi rukuk “memeras” banyak cairan darah dari rongga perut dan ketika Iktidal, darah ini tertarik dengan kuat menuju kawasan jantung yang memang sedang haus untuk menerima darah. Darah yang ada di kaki juga naik menuju urat perut yang sudah dipersiapkan guna diteruskan ke kawasan jantung.

Sujud adalah cara yang maksimal untuk mengalirkan darah dan oksigen ke otak dan anggota tubuh di kepala. Posisi ini juga merupakan teknik untuk memelihara kelancaran pembuluh darah kecil (mencegah arterio sclerosis) di otak sehingga terhindar dari stroke tertentu. Secara keseluruhan, salat juga mencegah penyakit jantung coroner, di ginjal bisa mencegah kerusakan ginjal khronik. Menekuk kedua lutut pada posisi sujud bisa mencegah terjadinya kejang pada keduanya. Membungkukkan badan dan meletakkan dahi di tanah merupakan merupakan proses pemijatan terhadap perut dan perangkat pencernaan, sehingga membantu proses pencernaan. Bagi perempuan gerakan ini menempatkan rahim pada posisinya yang alami dan mencegah terjadinya kerusakan dan kelainan rahim. Oleh karena itu, semua gerakan salat harus dilakukan dengan tenang dan sempurna, tidak bermalasan yang menjadi ciri orang munafik.

Menurut Dr. As Sayyid Al Jumaily secara meyakinkan menjamin hampir mustahil orang muslim yang telah salat lima puluh tahun mengalami tergelincirnya tulang rawan atau merapatnya tulang diantara tulang punggung, sehingga tidak bisa bergerak. Setiap muslim bersujud paling sedikit 34 kali sehari. Duduk tasyahud serta bangkit dari sujud dilakukan minimal Sembilan kali. Membaca doa-doa dalam salat merupakan latihan pernafasan secara teratur yang sangat baik pengaruhnya terhadap paru-paru.

Baca Juga:  Hidup Seimbang dan Tidak Berlebihan

Ahli pengobatan China, Lukman Al Hakim Saktiawan (2007) menganalisis waktu pelaksanaan salat dari sudut ilmu kesehatan China. Walaupun tidak bersifat mutlak, karena waktu salat berbeda di berbagai benua, namun analisis itu bisa dijadikan bahan renungan kaitan rahasia perintah Allah SWT dan kesehatan manusia. [HW]

Firsa Asha Sabitha
Mahasiswi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Prodi Ilmu Ekonomi UIN Sunan Ampel Surabaya

    Rekomendasi

    1 Comment

    1. Luar biasa sukses sllu mb

    Tinggalkan Komentar

    More in Opini