Reinterpretasi Hadits Tentang Matahari Bersujud Di Malam Hari

Sebagai sumber ajaran Islam ke-2 setelah Al-Qur’an, hadits jelas mendapat porsi yang banyak untuk dikaji. Tidak seperti Al-Qur’an, hadits memiliki banyak klasifikasi. Hal tersebut menjadikan hadits-hadits yang beredar di masyarakat tak bisa serta-merta dijadikan hujjah seluruhnya. Setiap hadits harus melewati proses pemilahan yang ketat sebelum diputuskan ‘bisa atau tidak’ dijadikan hujjah. Proses pemilahan yang ketat itu telah dilakukan oleh ulama’ mutaqaddimin (terdahulu). Pemicunya adalah saat itu muncul banyak oknum yang memalsukan hadits hanya demi kepentingan pribadi. Oleh sebab itu, para ulama berusaha keras untuk menjaga autentisitas sabda, perilaku, taqrir (ketetapan) Nabi Muhammad saw.

Bicara soal proses pemilahan hadits, para ulama telah menetapkan beberapa syarat. Syarat-syarat tersebut yakni bersambungnya sanad, rawi yang tsiqah (kredibel dan kuat hafalannya), matn terhindar dari kejanggalan dan ‘illat (kecacatan). Bila suatu hadits memenuhi semua syarat tersebut, maka hadits itu dikategorikan sebagai hadits sahih. Jika ada salah satu saja syarat yang tidak terpenuhi, maka hadits itu akan turun derajatnya menjadi hasan atau bahkan dha‘if. Lantas bagaimana bila terdapat hadits yang sanadnya sahih, tapi dari segi matn nampak janggal?. Problematika tersebut perlu adanya pengkajian ulang, benarkah matn hadits yang dimaksud itu janggal?. Masalah ini salah satunya bisa ditemui pada hadits tentang matahari bersujud di malam hari berikut.

250 – (159) حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ، وَإِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، جَمِيعًا عَنِ ابْنِ عُلَيَّةَ، قَالَ ابْنُ أَيُّوبَ: حَدَّثَنَا ابْنُ عُلَيَّةَ، حَدَّثَنَا يُونُسُ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ يَزِيدَ التَّيْمِيِّ، – سَمِعَهُ فِيمَا أَعْلَمُ – عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي ذَرٍّ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَوْمًا: «أَتَدْرُونَ أَيْنَ تَذْهَبُ هَذِهِ الشَّمْسُ؟» قَالُوا: اللهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ: ” إِنَّ هَذِهِ تَجْرِي حَتَّى تَنْتَهِيَ إِلَى مُسْتَقَرِّهَا تَحْتَ الْعَرْشِ، فَتَخِرُّ سَاجِدَةً، فَلَا تَزَالُ كَذَلِكَ حَتَّى يُقَالَ لَهَا: ارْتَفِعِي، ارْجِعِي مِنْ حَيْثُ جِئْتِ، فَتَرْجِعُ فَتُصْبِحُ طَالِعَةً مِنْ مَطْلِعِهَا، ثُمَّ تَجْرِي حَتَّى تَنْتَهِيَ إِلَى مُسْتَقَرِّهَا تَحْتَ الْعَرْشِ، فَتَخِرُّ سَاجِدَةً، وَلَا تَزَالُ كَذَلِكَ حَتَّى يُقَالَ لَهَا: ارْتَفِعِي، ارْجِعِي مِنْ حَيْثُ جِئْتِ، فَتَرْجِعُ فَتُصْبِحُ طَالِعَةً مِنْ مَطْلِعِهَا، ثُمَّ تَجْرِي لَا يَسْتَنْكِرُ النَّاسَ مِنْهَا شَيْئًا حَتَّى تَنْتَهِيَ إِلَى مُسْتَقَرِّهَا ذَاكَ تَحْتَ الْعَرْشِ، فَيُقَالُ لَهَا: ارْتَفِعِي أَصْبِحِي طَالِعَةً مِنْ مَغْرِبِكِ، فَتُصْبِحُ طَالِعَةً مِنْ مَغْرِبِهَا “، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” أَتَدْرُونَ مَتَى ذَاكُمْ؟ ذَاكَ حِينَ {لَا يَنْفَعُ نَفْسًا إِيمَانُهَا لَمْ تَكُنْ آمَنَتْ مِنْ قَبْلُ أَوْ كَسَبَتْ فِي إِيمَانِهَا خَيْرًا} [الأنعام: 158] “،

Baca Juga:  Hadits Romantisme Rasulullah saw pada Malam Nishfu Sya'ban

Telah menceritakan kepada kami [Yaḥyā ibn Ayyūb] dan [Isḥāq ibn Ibrāhīm], semuanya dari [Ibn ‘Ulayyah], [Ibn Ayyūb] berkata: telah menceritakan kepada kami [Ibn ‘Ulayyah], telah menceritakan kepada kami [Yūnus], dari [Ibrāhīm ibn Yazīd al-Taimī] yang mendengar dari [ayahnya], dari [Abī Dharr] sesungguhnya Nabi saw bertanya pada suatu hari: “Apakah kamu tahu kemana matahari pergi?”, aku menjawab: “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui”. Rasulullah saw kemudian bersabda: “Sesungguhnya ia (matahari) berjalan sampai berhenti di tempat tinggalnya di bawah ‘Arsy, kemudian bersujud. Ia selalu demikian sampai diperintahkan kepadanya: “Naiklah, kembalilah ke tempat kamu datang!”. Lalu ia kembali, dan terbit dari tempat terbitnya. Kemudian ia berjalan sampai berhenti di tempat tinggalnya di ‘Arsy, kemudian bersujud. Ia selalu demikian sampai diperintahkan kepadanya: “Naiklah, kembalilah ke tempat kamu datang!”. Lalu ia kembali, dan terbit dari tempat terbitnya. Kemudian ia berjalan sehingga manusia tidak dapat mengingkarinya sampai berhenti di tempat tinggalnya itu di ‘Arsy. Kemudian diperintahkan kepadanya: Naiklah, dan terbitlah dari tempat dimana kamu terbenam!”. Lalu ia terbit dari tempat terbenamnya”. Kemudian Nabi saw bertanya: “Tahukah kalian kenapa demikian? Yang demikian karena iman seseorang tidak bermanfaat bagi dirinya, dirinya tidak percaya sebelumnya atau dalam imannya diperoleh kebajikan”.

Setelah dilakukan penelitian terhadap sanad, berikut hasilnya.

  1. Yaḥyā ibn Ayyūb = tsiqah
  2. Isḥāq ibn Ibrāhīm = tsiqah ḥāfiẓ imām
  3. Ibn ‘Ulayyah = tsiqah ḥujjah ḥāfiẓ
  4. Yūnus = tsiqah tsubut fāḍil wara‘
  5. Ibrāhīm ibn Yazīd al-Taimī = tsiqah yursalu
  6. Yazīd ibn Sharīk = tsiqah
  7. Abī Dharr = ṣaḥābī

Melalui penelitian sanad di atas, bisa diketahui dengan jelas bahwa sanad hadits tentang matahari bersujud di malam hari tersebut berstatus sahih. Lantas, bagaimana dengan matn-nya?.

Baca Juga:  Macam-Macam Bentuk Matan Hadits

Secara tekstual, matn hadits di atas tampak bertentangan dengan fakta yang selama ini diketahui banyak orang. Pasalnya dalam hadits di atas dinyatakan bahwa yang bergerak adalah matahari, padahal selama ini diketahui bahwa yang bergerak (mengelilingi matahari) adalah bumi. Lantas, apakah hadits ini seketika menjadi dalil penguat teori geosentris?. Dalam buku “Hadits versus Sains: Memahami Hadits-hadits Musykil”, Dr. H. Nizar Ali, MA menulis bahwa ungkapan ‘matahari bergerak’ tersebut meruapakan bahsa majāzī, bukan ḥaqīqī.

Hal yang sama juga berlaku pada ungkapan “matahari bersujud di bawah ‘arsy”. Bahasa yang digunakan dalam ungkapan tersebut juga merupakan bahasa majāzī. Kata ‘sujud’ di situ bukan bermakna sujud seperti dalam shalat. Kata ‘sujud’ di situ bermakna “tunduk dan patuh”. Kasus seperti ini juga bisa ditemui dalam Al-Qur’an, tepatnya pada surah al-Hajj ayat 18 yang terjemahnya kurang lebih seperti ini, “Tidakkah kalian tahu bahwa segala yang ada di langit dan di bumi bersujud kepada Allah; juga matahari, bulan, bintang, gunung-gunung, pohon-pohon, binatang, dan sebagian besar manusia?…”. Sementara itu, ungkapan ‘matahari terbit di tempat terbenamnya’ merujuk pada salah satu tanda kiamat. Hal tersebut memang telah banyak disebut dalam hadits sahih dimana matahari akan terbit di tempat terbenamnya menjelang hari akhri nanti.

Demikianlah pemaparan singkat tentang hadits yang menjelaskan matahari bersujud di malam hari. Melalui buku “Hadits versus Sains: Memahami Hadits-hadits Musykil”, Dr. H. Nizar Ali, MA mengungkapkan bahwa hadits di atas bukan berisi penjelasan tentang fakta sains. Hadits di atas merupakan peringatan Nabi saw agar umatnya selalu meningkatkan keimanan dengan cara mengamati tanda-tanda kekuasaan Allah swt.[BA]

Mohammad Azharudin
Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya dan Alumni Pondok Pesantren Miftachussa'adah Genteng, Banyuwangi.

    Rekomendasi

    Tinggalkan Komentar

    More in Kitab